KPP Masih Belum Dewasa dalam Bernegara, Kekanak-kanakan
Oleh: Sutrisno Pangaribuan
PARTAI Nasdem resmi mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan Johannes sebagai Capres, Senin (3/10/2022). Kemudian disahuti dan diikuti dua partai non pemerintah (oposisi) Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera ( PKS).
Semula ketiganya sepakat membentuk kerjasama dengan nama “Koalisi Perubahan”. Lalu kemudian berubah setelah ketiganya membuat dan menandatangani piagam deklarasi menjadi “Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP)” Kamis (24/3/2024). Piagam deklarasi tersebut berisi enam poin kesepakatan, salah satunya adalah “memberi mandat kepada calon presiden Anies untuk memilih calon pasangannya (Cawapres).
Sementara itu, beberapa saat setelah pendeklarasian itu, Rabu (17/5/2023), Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate yang juga Sekjen Nasdem sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kominfo yang merugikan negara Rp 8 triliun.
Sekjend Partai Nasdem itu langsung diborgol dan ditahan bersama sejumlah tersangka lainnya. Berbagai reaksi muncul dari elit Nasdem dengan tuduhan adanya politisasi hukum, intervensi politik dan kekuasaan yang dialamatkan ke istana.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi (Pemred) media pers dan poadcast di Istana Negara, Senin (29/5/2023). Dalam kesempatan tersebut Presiden Jokowi mengatakan akan cawe- cawe dan akan berpihak pada Pemilu 2024.
Jokowi menegaskan pernyataan tersebut adalah tentang “apa”, bukan tentang “siapa”. Beliau cawe- cawe demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk menjamin kesinambungan dan kelanjutan program strategis yang telah dirintis dan dikerjakannya.
Meski sebagai Capres pertama yang diumumkan kepada publik, Anies hingga saat ini belum memutuskan siapa Cawapres pasangannya. Kubu Anies justru sibuk melancarkan berbagai tudingan, tuduhan kepada Presiden Jokowi.
Denny Indrayana menuduh Presiden Jokowi cawe- cawe dengan membiarkan Moeldoko, Kepala KSP mengambil alih Demokrat. Padahal kasus Demokrat berada di bawah kekuasaan yudikatif, yakni peninjauan kembali di MA.
Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) sebagai rekan juang politik Jokowi sejak 2014 dan menjadi rekan juang politik Ganjar Pranowo sejak 2022 menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut.
Pertama, bahwa pilihan Nasdem, PD dan PKS, (KPP) mencalonkan Anies, mantan pembantu Presiden Jokowi di kabinet Jokowi- JK sebagai Capres, adalah hak dan yang dijamin Konstitusi. Maka KPP seharusnya fokus pada upaya menggalang dukungan rakyat daripada menyampaikan tuduhan, tudingan, rumor yang merendahkan, melecehkan kewibawaan negara, yakni Presiden Jokowi.
Kedua, bahwa Presiden Jokowi dalam penjelasannya tentang cawe- cawe adalah terkait kesinambungan dan keberlanjutan program strategis pemerintah yang telah dirintis, bukan tentang siapa Capres yang akan didukung atau tidak didukungnya.
Maka KPP seharusnya menyampaikan ide, gagasan, program politik Anies. Karena KPP juga berhak menawarkan konsep “antitesa Jokowi” sehingga tudingan Presiden Jokowi berusaha menggagalkan Capres KPP adalah kebohongan, hoaks yang tentu memiliki konsekuensi hukum.
Ketiga, bahwa proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sistem proporsional terbuka dalam Pemilu. Dan peninjauan kembali
(PK) sengketa Partai Demokrat berada pada kekuasaan kehakiman (yudikatif). Maka segala tuduhan adanya intervensi politik dalam kedua lembaga tersebut adalah pelecehan terhadap lembaga negara, MK dan MA.
Kekanak-kanakan
Sikap dan praktik bernegara yang dengan mudah melempar tuduhan, tudingan bahkan vonis seperti itu adalah sikap kekanak- kanakan, ketidakdewasaan dalam bernegara.
Keempat, bahwa Ganjar Pranowo sebagai satu-satunya Capres yang pasti melanjutkan seluruh program strategis Presiden Jokowi selalu menyampaikan kepada seluruh rekan juang politik, relawan, simpatisan dan Parpol pendukungnya agar tetap mengedepankan persaudaraan sesama anak bangsa, menghindari hoaks, fitnah dan perundungan kepada pendukung Capres lainnya. Ganjar mengajak pendukungnya untuk menghargai dan menerima pilihan orang lain. Pemilu harus disambut dan diikuti dengan kegembiraan.
Kelima, bahwa strategi KPP melancarkan berbagai tuduhan, tudingan, fitnah kepada pemerintah sebagai upaya untuk menutupi kegalauan KPP yang terancam gagal memutuskan pasangan Cawpres Anies.
Jika KPP akhirnya gagal mengajukan Paslon Anies, maka KPP akan menjadikan pemerintah sebagai kambing hitam. Strategi melempar tuduhan sejak awal demi membangun persepsi publik tentang adanya “cawe- cawe pemerintah “.
Kornas sebagai wadah berhimpun dan berjuang untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk terlibat menjadi saksi dalam proses demokrasi menuju Pemilu 2024. Proses demokrasi harus semakin berkualitas dan partisipasi rakyat semakin tinggi.
Kornas mengajak semua kontestan, baik Parpol, Paslon, maupun perseorangan peserta Pemilu 2024 harus selalu taat pada azas Pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil. Menghindari praktik kecurangan, tidak menebar fitnah, kebencian dan hoaks.
Mengedepankan persaudaraan sesama anak bangsa tanpa eksploitasi SARA dan ikatan- ikatan primordial. Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa sehingga Pemilu 2024 adalah pesta demokrasi yang menggembirakan. (Penulis adalah Presidium Kornas, tinggal di Jakarta)