Kota dan Desa

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

KOTA dan desa adalah tempat kita lahir dan dibesarkan. Kota dan pedesaan adalah tempat kita pula sekolah dan mencari nafkah. Sampai sekarang kedua tempat tersebut masih dibedakan secara geografis.

Kehidupan di perkotaan pada umumnya lebih baik karena fasilitas infrastrukturnya secara rata-rata memang lebih baik. Lain halnya di pedesaan, kehidupan masyarakatnya tidak sebaik kehidupan di perkotaan. Sampai hari ini, hampir sebagian besar orang desa berbondong-bondong ingin hidup dan mengais rezeki di daerah perkotaan dan akibatnya terjadi urbanisasi.

Celakanya, banyak orang, khususnya anak mudanya malu hidup di daerah pedesaan, bahkan merasa malu kalau disebut wong ndeso. Menjadi orang desa dianggap kuno, sementara itu kalau hidup di kota dianggapnya menjadi manusia modern. Akibat dari semuanya itu, maka sampai saat ini terjadi gap antara kehidupan kota dan kehidupan desa, baik secara sosial maupun secara ekonomi.

Padahal secara geografis hampir terjadi di beberapa daerah jarak antara kota dan desa tidak terasa jauh lagi karena fasilitas infrastruktur jalan sudah lengkap dibangun, khususnya di jawa. Secara sosial seharusnya hak dan kewajiban masyarakat kota dan desa adalah sama, tapi karena penanganan masalah perkotaan mendapatkan porsi yang lebih besar, maka perkembangan kehidupan masyarakat di perkotaan menjadi relatif lebih baik.

Pelayanan pendidikan, kesehatan di kota juga lebih baik dari pelayanan untuk bidang yang sama di pedesaan. Dengan dinamikanya yang seperti itu, disparitas tersebut terjadi karena dari awal boleh dikata telah diperlakukan berbeda antara kota dan desa. Andaikata dari mula perlakuan terhadap kota dan desa dibuat sama, pasti perkembangan kehidupan yang terjadi di kota dan di pedesaan nyaris tidak terjadi perbedaan yang tajam seperti sekarang.

Situasinya sampai bisa memicu terjadinya permusuhan antara masyarakat perkotaan di satu pihak, dengan masyarakat pedesaan di pihak lain. Hal ini tentu tidak sehat, padahal kalau dilihat dari prosesnya, orang yang hidup di kota sebagian besar asal-usulnya dari pedesaan. Desa yang kehidupannya seperti di perkotaan tidak sedikit jumlahnya kita temu kenali di NKRI karena perkembangan masyarakatnya di bidang pendidikan dan cara berfikirnya berkembang dan maju, sehingga secara rata-rata kehidupannya juga mengalami kemajuan disegala bidang, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Bahkan PDRB di kota tersebut sebagian besar di sumbang dari kegiatan masyarakat di desa yang bersangkutan, bukan berasal dari kegiatan masyarakat perkotaan. Dengan contoh ini memberikan satu jawaban bahwa bilamana masyarakat mendapat kesempatan yang sama membangun kemampuannya secara sosial dan ekonomi, maka kesempatan dan peluangnya untuk tumbuh menjadi masyarakat yang maju terbuka luas.

Selama ini masyarakat pedesaan selalu disebut sebagai masyarakat agraris dan masyarakat kota biasa disebut sebagai masyarakat yang bergerak di bidang jasa dan industri. Mestinya tidak dibedakan dengan cara yang demikian dan bahkan harusnya tidak perlu ada pembedaan karena masyarakat kota dan masyarakat desa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara sosial dan ekonomi.

Disparitas menjadi seperti sekarang karena memang dari awal ada pembedaan perlakuan dalam konteks pembangunan kewilayahan. Padahal kota dan desa berada dalam satu wilayah, apakah wilayah propinsi maupun wilayah kabupaten/kota dalam satu propinsi. Tidak heran kemudian secara politis para kepala desa menuntut agar kewenangannya diatur secara tegas dalam sistem perundang-undangan sendiri.

Rasanya konsolidasi teritorial kewilayahan akan sulit diwujudkan manakala sistem kewilayahan dibagi-bagi dalam sistem yang pendekatannya bersifat politis yang dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kekuasaan di tingkat propinsi/kabupaten/kota. Persaingan yang terjadi bisa menjadi tidak sehat diantara wilayah-wilayah kekuasaan, apalagi untuk melakukan kerjasama dan kerja bersama satu sama lain.

Oleh sebab itu, pertanyaan yang timbul adalah apakah masih perlu dalam satu wilayah antara desa dan kota dibedakan baik karena alasan politis maupun administratif. Atau justru malah tidak perlu dilakukan pembedaan lagi karena keduanya berada dalam satu teritorial yang sama dan masyarakat kota dan desa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan mandiri.

Zonasi kewilayahan dalam satu wilayah kekuasaan politik (baca propinsi/kabupaten/kota) tidak perlu lagi dibedakan antara masyarakat kota dan desa tapi dibagi saja langsung dalam satu sistem yang pendekatannya diatur berdasarkan fungsi dari satu wilayah, misalnya zona/wilayah pemukiman, wilayah produksi, zona rekreasi, transportasi dan jalur hijau.

Reorganisasi struktur dan reinventing birokrasi pemerintahan menjadi sangat diperlukan untuk menuju tercapainya sistem birokrasi yang efisien dan efektif. Salah satunya yang dapat menjadi catatan pemikiran bahwa lokal goverment beserta komponen masyarakat fungsi utamanya adalah sebagai agent of development saja.

Melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan serta menata ruang dan menataguna tanah untuk kepentingan pemukiman, zona produksi. zona rekreasi. transportasi dan jalur hijau. Fungsi-fungsi administrasi dan manajemen dibangun untuk memenuhi kebutuhan akan fungsi-fungsi utama tersebut. Penduduk desa dan kota melebur menjadi sebuah kekuatan inti sebagai para pelaksana pembangunan.

Ini esensi desentralisasi yang harus kita tuju. Sistem birokrasinya harus berbasis kompetensi dan entrepeneurship. Calon-calon kepala daerah harus dinyatakan lulus dulu oleh tim seleksi independen sebelum mereka mengikuti pilkada agar masyarakat sebagai pemilih tidak seperti membeli kucing dalam karung.

Partai tidak berdaulat penuh secara politik tapi rakyatlah yang memiliki kedaulatan yang hakiki. Law and Order harus tegak. Hanya dengan cara begini barangkali banyak hal bisa kita raih, misalnya birokrasi bisa bekerja lebih efisien dan terukur, masyarakat mendapat perlakuan yang sama sebagai warga negara, kesenjangan bisa diatasi dan kesejahteraan dan kemakmuran lebih cepat akan dapat terwujud. Konsekwensinya tentu banyak sistem perundang-undangan harus diperbaiki atau bahkan diubah sama sekali.***

CATEGORIES
TAGS
NEWER POST
OLDER POST