Kebudayaan Penggerak Transformasi Peradaban

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SEKIAN abad lamanya ketika dunia mulai dihuni manusia, peradaban manusia tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Sekarang dunia sudah memasuki abad dimana teknologi informasi telah berhasil “memaksa” dunia makin terkesan seperti tanpa ada batas lagi.

Secara real time manusia di belahan dunia manapun akan cepat tahu peristiwa politik, ekonomi, budaya dan kemanusiaan yang terjadi. Demokrasi, aturan hukum dan keadilan sosial telah menjadi platform yang bersifat “universal”agar diberlakukan dalam negara yang ada di seluruh belahan dunia.

Doktrin ekonomi pasar yang digerakkan oleh sistem ekonomi liberal yang sangat kapitalistik “dipaksakan” agar semua negara menjalankannya,dengan ditopang kehidupan politik yang demokratis disertai dengan upaya membangun aturan hukum dan mewujudkan keadilan sosial.

Inilah standar yang coba dibangun dalam ranah doktrin politik ekonomi global yang motoriknya digerakkan AS dan dunia barat. “Standardisasi doktrin” semacam ini sejatinya tidak tepat karena melawan kodrat yang dibangun dalam satu proses pembangunan peradaban dari zaman ke zaman tidak ada yang sumber eksplorasinya bersifat tunggal dan pasti selalu bersifat jamak dan pendekatannya multy value, termasuk di dalamnya adalah nilai budaya.

Bahkan nilai yang hidup berdasarkan ajaran agama samawi seharusnya menjadi salah satu pertimbangan dalam proses transformasi pembangun peradaban. Konflik yang terjadi dimana-mana sejatinya terjadi karena masyarakat dipaksa untuk tunduk pada satu sistem standardisasi doktrin yang bersifat tunggal tadi.

Masyarakat merasa diinjak-injak “hak ulayatnya” sebagai pewaris budaya yang dipaksa dengan bajunya yang lain atas nama modernisasi. Oleh sebab itu pemahaman kita tentang demokrasi spectrumnya harus seluas mungkin,termasuk di dalamnya agar semua negara bangsa yang sedang membangun peradabannya mendapatkan kebebasan untuk mengakomodasi sistem nilai budaya yang bersifat lokal dan nasional di negara masing-masing, termasuk sistem nilai yang ada pada ajaran agama samawi.

Sistem nilai ini sangat memberikan suatu wahana pencerahan yang hakiki bahwa kebudayaan jika dilibatkan secara total dalam dinamika pembangunan peradaban sebuah bangsa, hasilnya pasti akan jauh lebih baik. Pasalnya, ada proses saling pengakuan untuk bisa saling menghormati bahwa siapapun tidak bisa saling mengintervensi nilai budaya lokal dan nasionalnya masing-masing demi eksistensi nilai sosial dan kemanusiaan yang hendak dijunjung tinggi sebagai modal dasar pembangunan.

Tidak bisa dan tidak mungkin semua budaya dipaksa untuk meleburkan diri dalam satu sistem “budaya global” hanya untuk melanggengkan kekuasaan politik dan ekonomi yang hegemonis yang doktrinnya liberal kapitalistik dan bebas melakukan penetrasi pasar atas nama globalisasi dan perdagangan bebas.

World Culture Forum yang digelar di Bali 25-26 November 2013 kita harapkan dapat menjadi jalan pembuka bagi para pemimpin dunia untuk tidak berfikir lagi dalam spectrum yang terbatas yaitu hanya mengpanglimakan politik dan ekonomi sebagai sumber pertumbuhan dan kemajuan bangsa-bangsa di dunia.Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya memiliki warisan budaya harus bisa menjadi pelopor pembaharuan sekaligus menjadi role model bagi terselenggaranya sistem penyelenggaraan pembangunan yang mengakomodasi nilai budaya sebagai salah satu modal dasar yang wajib dipertimbangkan.

Sistem yang selama ini telah terlanjur mendistorsi nilai warisan budaya sebaiknya harus bisa dikaji ulang agar sistem kohesi sosial yang terlanjur rusak bisa diselamatkan demi kemajuan Indonesia di masa mendatang. ***

CATEGORIES
TAGS