Jembatan Penyeberangan dan Halte Bus Berubah Fungsi

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Sudah lama jembatan penyeberangan dan halte bus di Jakarta kehilangan fungsi. Banyak ditempati pedagang kaki lima, asongan, dan bahkan pengemis dan gelandangan. Padahal, aset berharga yang dibiayai APBD itu dibangun untuk memberikan kenyamanan bagi warga masyarakat untuk menghindari risiko melintasi jalan yang lalu lintasnya padat dan disediakan sebagai tempat menunggu angkutan umum yang aman dan teduh.

Mengapa hal itu bisa terjadi, karena selain kebiasaan warga kota Jakarta yang tidak menghargai keberadaan fasilitas umum, juga karena petugas pengawas fasilitas ini kurang berwibawa. Jembatan penyeberangan dan halte bus ini sesuai tugas pokok dan fungsinya dibangun dan diawasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Perhubungan.

Namun setelah selesai dibangun, hanya dibiarkan begitu saja, tanpa ada pengawasan yang kontinyu tentang penggunaannya. Sehingga, di atas jembatan penyeberangan bisa digunakan orang sebagai tempat berjualan dan bahkan menjadi los dagang tetap, dan di berbagai halte bus bisa ditaruh meja dagang makanan atau lapak jualan aksesoris, bahan bacaan dan bahkan jenis pakaian. Pedagang seenaknya menduduki yang bukan haknya, dan ini menandakan Dinas Perhubungan sebagai penguasa tunggal fasilitas umum ini kurang berwibawa.

Khusus halte-halte bus, kurang diminati calon penumpang untuk naik dan turun angkutan umum, karena sudah dipenuhi pedagang kaki lima dan pengamen. Tetapi banyak juga halte bus yang rusak, kotor dan atapnya bocor, sehingga tidak nyaman untuk menunggu angkutan umum.

Namun ada juga calon penumpang yang memang sembarang memberhentikan angkutan umum untuk turun atau naik, tidak di halte bus. Sedangkan sopir-sopir angkutan umum juga bersedia mengadopsi keinginan calon penumpang ini, karena memang tidak ada sanksinya. Sepertinya, jalanan seolah-olah bebas tidak bertuan.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, M Akbar mengakui, halte bus tidak berfungsi optimal karena kebiasaan buruk masyarakat yang enggan berjalan menuju halte. “Mereka lebih senang menunggu angkutan umum tepat di depan rumah atau kantor,” katanya baru-baru ini.

Akbar mengatakan, Dishub sudah menganggarkan miliaran rupiah untuk perbaikan halte. Namun hal itu menjadi sia-sia kalau tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sebenarnya, Dishub mempunyai pasukan patroli, tetapi pendudukan jembatan penyeberangan dan halte-halte oleh pedagang kaki lima seolah-olah dibiarkan.

Namun demikian, Dishub juga dikatakan telah mendorong kembalinya fungsi halte bus. Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan, sejak 1 September lalu, pihaknya langsung memberikan surat tilang (bukti pelanggaran) bagi pengemudi angkutan umum yang berhenti di sembarang tempat. “Dalam lima hari operasi, ada 280 kendaraan yang ditindak,” katanya.

Memang, dua pihak serba salah. Calon penumpang juga harus ditertibkan agar berdisiplin menggunakan fungsi halte dan pengemudi angkutan umum jangan mau berhenti kalau tidak di tempat perhentian yang resmi, seperti di halte bus. Semuanya harus ada penegakan hukum yang berwibawa. (anthon)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS