Jakarta Jangan Berkumis

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

PERTANDINGAN untuk merebut kursi DKI 1 belum dimulai, namun gesekan-geseken antar-pendukung sudah mulai terlihat. Pertandingan sesungguhnya baru akan terjadi pada hari Rabu, 11 Juli nanti. Kini kampanye para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta diawali dari sidang paripurna DPRD hari Minggu (24/6) hingga 7 Juli nanti. Dalam sidang DPRD DKI itu keenam pasang calon DKI 1 itu menyampaikan misi dan visi masing-masing selama 25 menit.

Pada saat Fauzi Bowo dari pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli menyampaikan misi danvisinya yang pertama, sesuai nomor urut calon, para pendukung kandidat gubernur/wakil gubernur Hidayat Nur Wahid-Didik J.Rachbini berteriak-teriak mencemooh. Para pendukung tersebut terpaksa dikeluarkan dari ruang sidang, karena dianggap mengganggu ketertiban.

Pasangan kandidat nomor urut dua, Hendardji Soepandji-A.Riza Patria, membawa slogan yang cukup menarik dalam kampanyenya, yakni “Jakarta Jangan Berkumis”. Berhubung kumis adalah andalan Fauzi Bowo selama ini yang cukup populer dengan kumisnya, maka tim suksesnya protes keras dan merasa kalah sebelum bertempur, karena peluru pemungkasnya sudah dilemahkan.

Padahal, slogan yang dibawa calon independen itu adalah kondisi Jakarta yang sesungguhnya. Jakarta Jangan Berkumis, maksudnya JAKARTA JANGAN BERantakan, Kumuh dan MISkin. Pasangan ini ingin menata Jakarta yang lebih baik, merehabilitasi kawasan-kawasan permukiman kumuh dan menghilangkan kemiskinan yang menjadi akar kebodohan, ketidakdisiplinan dan kriminalitas. Jakarta tidak akan bisa ditingkatkan menjadi kota modern apabila masih “berkumis”.

Memang perseteruan antarkandidat dan antarpendukung calon gubernur/wakil gubernur DKI Jakarta selama masa kampanye 24 Juni hingga 7 Juli nanti, tampaknya tak bisa dihindarkan. Sebelumnya pun sudah ada perseteruan lewat iklan di media massa dengan pernyataan-pernyataan negatif terhadap lawan. Ada pula perseteruan lewat selebaran-selebaran atau tulisan-tulisan di tembok rumah atau pagar, di pohon, tiang listrik, atau lewat baliho, spanduk dll.

Banyak pula stiker-stiker yang ditaruh sembarangan dan ada pula yang saling menutupi, yang membuat wajah kota ikut tercoreng oleh ketidaktertiban. Hal ini tentu saja bertentangan dengan misi dan visi yang disampaikan para kandidat yang ingin menjadikan Jakarta tertib, modern dan sejajar dengan kota-kota metropolitan di dunia. Semua kandidat juga ingin menjadikan Jakarta sebagai kota yang aman, nyaman dan layak huni. Mudah-mudahan, jangan sampai ada perseteruan fisik antarpendukung atau antartim sukses yang pada akhirnya merugikan semua pihak dan merusak citra demokrasi.

Jangan Berkumis

Slogan jangan berkumis (berantakan, kumuh dan miskin) oleh kandidat gubernu independen ini, sebenarnya perlu ditonjolkan untuk mengingatkan para pemimpin Jakarta agar bersungguh-sunguh memperhatikan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok/golongan. Kota berantakan, karena tata ruang bisa diatur dengan uang. Banyak aturan-aturan yang sudah ditetapkan bisa dilanggar, karena aparat pengawasan tidak konsisten, bisa disuap atau disogok oleh pemodal besar.

Kota menjadi kumuh, karena anggaran pembangunan banyak yang tidak sampai ke lapangan. Perbaikan lingkungan atau program peremajaan suatu kawasan permukiman, tidak berjangka lama, karena kualitas fisik pembangunan rendah atau tidak sesuai dengan yang dianggarkan. Seperti pembangunan atau perbaikan infrastruktur, sudah menjadi rahasia umum bahwa anggaran lebih banyak masuk kantong pejabat, ditambah lagi untuk keuntungan kontraktor dan subkontraktor, ketimbang nilai material di lapangan.

Soal kemiskinan, memang merupakan penyakit masyarakat yang berkepanjangan. Dana pembangunan yang cukup besar di negeri ini, ternyata lebih banyak dikorupsi. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak bersungguh-sungguh memberantas kemiskinan. Bahkan, memunculkan kesenjangan dengan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif, menggusur permukiman masyarakat miskin untuk dibangun proyek-proyek mewah untuk menambah kejayaan pemodal besar.

Inilah potret Jakarta, selain masalah kemacetan lalu lintas, ancaman banjir, masalah pendidikan, pelayanan kesehatan dan lapangan kerja, yang harus bisa ditanggulangi oleh gubernur/wakil gubernur yang baru nanti. Selamat bertarung program! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS