IR. TEDDY C. SIANTURI, MA, Kerja Keras dan Inovasi

Loading

Laporan: Redaksi

Teddy C. Sianturi

Teddy C. Sianturi

SEDERHANA. Itulah yang ditampilkan oleh Teddy C. Sianturi, pejabat di Kementerian Perindustrian, dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesederhanaan itu tercermin dalam cara berpakaian dan tutur kata. Ramah dan santun. Ia menerima tamu dengan hangat dan terbuka. Yang juga istimewa, ia sering mengajak stafnya menerima tamu. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Bahkan, staf tersebut membantunya, dengan memberikan penjelasan yang dibutuhkan. Lainnya, dia pekerja keras, yang meniti karier dari bawah hingga menjadi pejabat eselon II.

Teddy pun membuka sekelumit kisah perjalanan hidupnya mengapa lebih suka memilih kesederhanaan. “Saya pun berasal dari keluarga biasa-biasa saja, yang harus bekerja keras,” katanya. Dengan bekerja keras pula dia meniti karier di Kementerian Perindustrian, yang dimulai 1980, selepas lulus sekolah teknik menengah atau STM di Jakarta.

Dengan berbekal ijazah STM, ia mengarungi dunia kerja yang menuntut kerja keras dan inovasi. Setelah “berlayar” di dunia kerja, dia a pun merasa bekal pendidikannya masih sangat kurang. Tuntutan kerja akan pengetahuan dan keterampilan cukup tinggi. Oleh karena itu, ia memeteraikan tekad, harus meningkatkan pendidikan. Ia melihat kesibukan bekerja tidak akan mematikan kesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan. Apalagi, banyak perguruan tinggi yang membuka kelas sore dan malam untuk mengakomodasi kehausan pekerja akan pendidikan. Maka, dia pun melanjutkan pendidikan di fakultas teknik salah satu sekolah tinggi teknik di Jakarta.

Bekerja sambil kuliah tentu bukan pekerjaan mudah. Keduanya menyita waktu dan pikiran. Sebagai pegawai muda energik, kala itu, tentu dia harus menomorsatukan pekerjaan. Selepas bekerja, ia pun langsung ke kampus, bergabung dengan teman-temannya, menyimak dan mencermati materi kuliah yang diberikan para dosen.

Ia mengaku bukan orang pintar. Ditambah prinsip harus menomorsatukan pekerjaan, maka gelar sarjana baru diperolehnya pada 1990. Tentu, dia bersyukur, karena cita-cita dan harapan orangtua tercapai sudah.

Cukupkah sampai di situ? Ternyata, Teddy merasa, pendidikannya masih kurang. Lantaran itu, ketika terbuka kesempatan mengikuti program pascasarjana atau S-2 di Amerika Serikat, ia tidak menyia-nyiakannya. Semua hal yang berkaitan dengan program tersebut disiapkannya. Pada 1994, dia memulai program S-2 dan dua tahun kemudian, lulus. Pengalaman menuntut ilmu di negeri orang mengajarkan banyak hal kepadanya.

Ia juga beruntung, karena pemerintah memberikan kesempatan kepadanya mengikuti pendidikan kepemimpinan, seperti Sespim dan lainnya, di dalam negeri. Pendidikan-pendidikan singkat itu diperlukan sebagai persyaratan dan “bekal” meniti karier di instansi pemerintah. Maka, setahap demi setahap karier, pangkat, dan jabatannya, meningkat. Ia melalui beberapa jabatan. “Pada 18 Maret 2011 saya dilantik menjadi direktur,” katanya.

Ia juga dengan senang hati menerima permintaan untuk menjadi pembicara pada seminar atau diskusi. Salah satu seminar yang berkesan baginya adalah di San Fransisco. Ketika itu, lewat internet, dia menemukan kesempatan untuk menjadi pembicara pada salah satu seminar di San Fransisco. Kesempatan itu tak disia-siakan. Ia mengisi formulir yang diperlukan untuk itu. Hasilnya, dia diterima menjadi salah satu pembicara. Senangnya bukan main.

Cita-cita Masa Kecil

Teddy, kelahiran Jakarta tahun 1960, mengatakan, pada masa kecil, dia bercita-cita menjadi menteri. Dengan nada bergurau, dia pun mengatakan, merasa sudah mencapai cita-cita itu ketika pada 2008 ditugaskan sebagai Staf Khusus Menteri Perindustrian Luhut Panjaitan (waktu itu). Nah, cita-cita semasih kecil itu pula yang mendorongnya untuk meningkatkan pendidikan.

Ia yakin dan percaya, Tuhan yang mengatur perjalanan hidup. Maka, dia pun berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, agar keinginannya tidak muluk-muluk. Setiap pagi, dia mengajak keluarganya berdoa. Ia juga berprinsip, kalau bisa, lebih baik memberikan daripada meminta. Prinsip ini diberlakukan di rumah, di tengah- tengah keluarga, dengan istri dan tiga anak. Si sulung sudah sarjana dan bekerja di perusahaan swasta. Anak kedua dan ketiga, masih kuliah.

Kesibukan sehari-hari tak membuatnya lupa untuk menjaga pikiran dan tubuh agar tetap bugar dan sehat. Bugar dan sehat menjadi modal penting dalam beraktivitas. Ia memilih jalan kaki sebagai olahraga untuk membugarkan tubuh. Setiap kali punya waktu lowong, ia pun jalan kaki. Ia merasa aktivitas olahraga yang demikian sudah cukup baginya.

Aktivitas lain yang disukainya, berkaraoke atau menyanyi bersama teman-teman dan atau keluarga. Dengan menyanyi, dia merasa pikiran lebih tenang dan rasa puas menyelimuti hati. Ia mengaku suka akan lagu Batak Toba Boru Panggoaran dan Pulo Samosir. Lagu-lagu itu sering dinyanyikannya pada saat berkaraoke.

Ia juga senang mudik, menengok kampung halaman di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Kalau memungkinkan, sekali dalam satu tahun dia pulang kampung, menyusuri jejak-jejak nenek moyang, tentu sambil melirik kemajuan industri di sana.

“Ada perasaan puas saat pulang kampung,” katanya sambil tertawa. (ender/apul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS