Internasionalisasi Batik Melalui Strategi Kebudayan

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

JUDUL ini tidak dibuat dengan maksud mengada-ada atau hanya iseng belaka dan hanya sekedar ilusi kosong. Tentu tidak demikian niatnya. Ada sejumlah alasan yang dapat menyertainya, antara lain pertama, internasionalisasi tidak selalu identik atau berbau komersialisasi. At any cost jika kita sudah berhasil memamerkan batik dengan volume yang tinggi di fora internasional seakan kita taked for granted, secara komersial telah sukses melakukan internasionalisasi batik.

Media yang seperti itu tidak salah, tapi mungkin tidak tepat benar. Kedua, kita sementara ini “terperangkap” dalam satu pemahaman pragmatis dan transaksional bahwa batik di dalam negeri maupun di luar negeri telah bisa berfungsi sebagai mesin uang. Semua terbuai dan sangat emosional dengan “idiologi mesin uang”, sehingga terjadi semacam “gerakan nasional” yang sangat over valued, over expectation dan over promoting tapi miskin konsep yang nyaris tak terkontrol.

Akibatnya toko dan gerai batik muncul dimana-mana. Yang pasti telah melahirkan iklim persaingan yang tidak baik dalam bisnis batik di dalam negeri. Ketiga, akibatnya proses internasinalisasi batik dilakukan dengan cara yang sama atau hampir sama seperti ketika melakukan “nasionalisasi” batik di dalam negeri.

Karena terjebak ke dalam “idiologi” mesin uang, maka di dalam negeri yang berkembang adalah pedagang batik, belantik batik dsb. Harga murah tidak sama dan sebangun dengan telah terjadinya pengusahaan batik dilakukan dengan secara efisien. Tapi lebih banyak disebabkan karena persaingan tidak sehat.

Tanpa disadari,”komunitas” batik telah menempatkan batik sebagai komoditas seratus persen. Tidak heran ketika batik Malaysia mulai berkibar, batik China mempenetrasi ke pasar dalam semua pemangku kepentingan panik dan kalang kabut. Bagaimana penyikapannya ke depan agar efoporia itu tidak menjadi bumerang agar proses internasionalisasi dan bahkan nasionalisasi batik tidak salah arah dan bisa berujung “membangkrutkan” serta dapat mematikan kreativitas para penggiatnya dan para aktornya.

Ada beberapa hal yang perlu disikapi secara rasional dan penuh kearifan serta penuh semangat penyadaran,antara lain, pertama, batik adalah karya budaya dan warisan budaya bangsa, meskipun sangat khas dan unik karena pada saat yang sama memiliki nilai komersial seperti mata dagangan yang lain.

Kedua, sebagai produk budaya dan karya budaya tentu batik memiliki konten yang bermakna nilai budaya yang mengandung nilai cipta karsa dan rasa. Karena itu Unesco ketika menetapkan batik sebagai intangible cultural heritage of humanity, hal yang paling fondamental dijadikan pertimbangan adalah bahwa batik sebagai tradisi lisan, kebiasaan sosial dan kerajinan tangan.

Ketiga, batik sebagai karya budaya, setiap goresan canting dan cap atau kombinasi diantara keduanya merepresentasi di selembar kain akan menjadi sebuah karya agung yang penuh makna dari prespektif budaya yang bermakna bagi kehidupan manusia. Batik bisa disebut sebagai karya dari sebuah peradaban dari bangsa Indonesia,dan karena itu,pemerintah dan komunitas batik wajib melestarikan,melindungi dan mengembangkannya agar batik dapat ikut berproses dalam lahirnya peradaban baru di negeri ini.

Keempat, batik bisa membawa pesan kedamaian,dan batik bisa menjadi alat pemersatu dan melahirkan kebahagian karena value of conten-nya penuh makna bagi kedupan.Namun pada saat yang sama bisa melahirkan kesejahteraan bagi para aktornya ,para perajinnya karena batik hakekatnya hidup dan berkembang pada pusat dan pusaran kehidupan rakyat yang memilki talenta.

Oleh sebab itu,internasionalisasi batik harus dilakukan melalui strategi kebudayaan, bukan melalui strategi bisnis murni seperti yg selama ini dilakukan. Promosi batik di luar negeri bukan dilakukan melalui pameran dagang (trade fair). Promosinya yang tepat dan yang sepatutnya diselanggarakan adalah melalui promosi kebudayaan.

Cara dan konsep pendekatannya pasti akan berbeda dengan konsep promosi dagang. Value creation-nya batik kita ciptakan melalui pendekatan strategi kebudayaan, bukan strategi bisnis dan perdagangan, pada akhirnya akan bermuara pada simpul nilai ekonomi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS