Harus Bisa

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

KALAU tidak salah kalimat pendek yang menjadi judul tulisan ini adalah juga judul buku yang ditulis Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI yang terbit sudah cukup lama. Istilah yang sama juga pernah populer dari ucapannya Presiden AS, Obama, yaitu yes we can. Keduanya mempunyai makna yang sama yaitu kudu biso (bahasa Jawa).

Tulisan ini tidak akan mengulas tentang apa yang dimaksud kedua tokoh penting tersebut yang kebetulan saat ini menjabat presiden di negerinya masing-masing. Spiritnya baik sekali untuk memberikan motivasi pada kita. Sekali kita katakan harus bisa, maka pilihannya hanya satu, yaitu harus bisa atau wajib bisa.

Konteksnya bisa luas tapi bisa juga dipersempit tergantung kebutuhan. Kalimat itu memberikan sebuah tantangan tersendiri bagi yang setuju dengan ajakan “harus bisa”. Dalam konteks Indonesia yang telah dengan sadar masuk dalam komunitas global yang penuh dengan persaingan, maka kita sebagai bangsa harus bersikap sama, yaitu harus bisa menyesuaikan dengan lingkungan yang baru tersebut.

Kita harus bisa beradaptasi terhadap hal yang paling universal dalam lingkungan pergaulan internasional yang bercirikan antara lain harus bisa membangun konektivitas untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama di antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain di dunia.

“Harus bisa” adalah sesuatu ajakan positif meskipun setengahnya ada unsur bersifat “memaksa”. Ada “cambuk” agar bangsa ini tidak malas, lebay dan mau kerja keras agar masa depannya lebih baik. Tidak menjadi bangsa yang merugi tetapi “harus bisa” menjadi bangsa yang beruntung. Dalam konteks mengelola ekonomi negara, bangsa ini “harus bisa” mandiri.

“Harus bisa” berdikari kata Bung Karno. Jangan mudah dikadalin dalam melakukan diplomasi politik, ekonomi dan kebudayaan di fora internasional. Yang bisa mengubah nasib bangsa ini adalah bangsa kita sendiri. Pandangan ini cukup universal. Artinya siapa yang berhasil melakukan perubahan, apakah perubahan kecil atau perubahan besar, pasti akan menghasilkan output yang lebih baik.

Sekarang kita semua menyadari bahwa bangsa dan negara ini punya banyak masalah. Di bidang ekonomi, negeri ini memiliki masalah yang fondamental, yaitu sangat tergantung pada pihak luar/asing. Bisakah tingkat ketergantungan terhadap asing dihapuskan atau dikurangi? Kalau mengikuti nalar sehat, jawabanya “harus bisa”. Mengapa “harus bisa” karena negeri ini mempunyai kedaulatan politik, sosial budaya dan ekonomi.

“Harus bisa” karena negeri ini punya kepentingan nasional yang harus ditegakkan agar bangsa ini tidak terjajah kembali. Sekarang bangsa ini sudah “terjajah” secara ekonomi. Mari bung rebut kembali agar jati diri kita sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki kedaulatan tidak terus diinjak-injak atas nama globalisasi, liberalisasi dan perdagangan bebas.

Merebutnya tentu tidak perlu dengan menggunakan kekuatan militer atau senjata atau bambu runcing. Upayanya adalah kita semua harus berilmu, berkarya dan berbagi. Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat “harus bisa” bekerja bersama-sama dan bekerjasama membangun peradaban dan keadaban Indonesia agar negara tidak gampang diintervesi atau diinfiltrasi oleh pihak asing.

“Harus bisa” menghasilkan surplus neraca pembayaran.”Harus bisa” dan berani mengambil kebijakan bahwa peran asing adalah hanya pelengkap. “Harus bisa” menciptakan tabungan yang besar agar bangsa ini bisa membangun infrastrukturnya dan menciptakan institusi pasar yang bisa menggerakkan kekuatan sumber daya ekonomi nasional. ***

CATEGORIES
TAGS