Buka Keran Impor Lagi, Kapan Keran Dalam Negeri Dibuka

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

INILAH senjata pamungkas yang selalu digunakan pemerintah untuk mengendalikan kenaikan harga bahan pokok pangan. Alasannya sangat standar dan klasik karena pasokan dari produksi lokal tidak mencukupi. Sementara itu, kebutuhan terus meningkat. Membuka keran impor rupanya lebih gampang dan cepat jika dibandingkan dengan membuka keran produksi dalam negeri.

Padahal keran produksi dalam negeri saben tahun diberikan stimulus anggaran melalui APBN untuk mendukung peningkatan produksi dan produktifitas bahan pangan pokok. Selain itu, masih menikmati subsidi untuk pengadaan bibit, pupuk (saprotan). Perintahnya juga jelas nyaring disampaikan gunakan produksi dalam negeri, jangan beli barang dan bahan impor.

Kalau impor nanti cadangan devisanya berkurang, lebih baik beli buah lokal, jengkol dan pete lokal, kedele lokal dan yang serba lokal lainnya agar kesejahteraan para petani dan pekebunnya meningkat. Hasilnya adalah impor dan impor lagi. Lho kepriben to pak Suswono, sampeyan kan tiang tegal. Aku melu seneng sampeyan dadi Menteri Pertanian.

Tapi kok kerjanya hanya sibuk mengurusi rekomendasi impor. Opo ora kuwalik wong dadi Menteri Pertanian yang diurus impor melulu. Bener-bener udah keblinger. Memang sekarang zaman edan. Katanya kalau impor itu urusannnya bukan recehan, tapi dolaran. Impor kan bayarnya pakai dolar, benar to mas. Impor itu penuh dengan madu dan kalau nasibnya lagi baik bisa dapat gula-gula serasa madu dari Australia atau dari Arab.

Eunak tenan kata yang sempat kecipratan madu Australia atau madu dari Timur Tengah. Energinya bertambah kuat, mak nyuss. Lha kalau dari produksi lokal urusannya ribet. Dapatnya. bukan madu, tapi racun. Ada racun tikus, ada wereng, ada anomali cuaca, tidak ada air, cari lahan susah, BBM naik, ongkos angkutan bakal naik.

Udah gitu bauahnya jelek lagi kualitasnya. Produksinya segitu-gitu saja. Kedelai angka produksinya tidak pernah naik, hanya sekitar 700 ribuan ton tiap tahun. Nah duit negoro yang saben tahun dikucurkan untuk keperluan peningkatan produksi dan produktifitas hasil pertanian dan bahan pangan pada khususnya dipakai untuk apa. Embuh ora weruh.

Yang pasti impor lebih legit. Asal dengar akan dibuka keran impor, laronnya pada datang sambil menanya berapa jatah gue. WOW, katanya begitu yang sering dengar selentingannya. Kalau ngarepin madu dari petani tak mungkinlah. Madu itu adanya di kuota impor, tidak ada madu dari produksi dalam negeri. Susahnya lebih banyak daripada senangnya mengurus produksi dalam negeri.

Paradoks dan dimana-mana di negeri ini banyak kita temukan hal-hal yang serba berbau paradoks. Mendorong masyarakat untuk menggunakan barang produksi dalam negeri, tapi impor jalan terus. Alasan bisa diciptakan dan dimasuk-masukkan akal agar impor bisa dilakukan karena kalau tidak, inflasi akan naik dan akhirnya harga akan naik. Nanti bapak di demo oleh rakyat dan pasti diminta mundur. Biar saja, jalan terus, cepat putuskan agar harga pangan jangan bergejolak dan bergerak naik. Mereka kan tidak mengerti tentang ekonomi.

Tidak faham tentang penawaran dan permintaan .Yang mereka tahu hanya minta-minta dan kalau tidak dipenuhi mereka nanti pasti nawar. Sudahlah laksanakan impornya jangan banyak cincong. Produksi dalam negeri diurus sambil jalannya. Impor lebih penting dan lebih cepat bisa segera dilakukan. Bebaskan bea impor dan PPNnya agar harganya lebih murah.

Nanti dijual dengan harga pasar, supaya untung besar dan jangan lupa bagi-bagi keuntungan jangan di telan sendiri. Kalau beli dari produksi dalam negeri mana mungkin dapat pembebasan PPN atau kredit bank dengan bunga rendah. Inilah contoh paradoks yang kesekian kalinya. Semoga clotehan ini dapat menjadi perhatian kita bersama.

Gerakan penggunaan produksi dalam negeri adalah sebuah keniscayaan dan tidak boleh hanya menjadi slogan kosong agar para petani dan para produsen dapat ikut menikmati hasilnya secara wajar. Impor boleh saja dilakukan tapi utamakan terhadap barang-barang yang betul-betul belum dapat dihasilkan di dalam negeri.

Katanya khawatir kalau cadangan devisanya terkuras habis untuk mengimpor barang. Dan katanya gamang kalau posisi neraca pembayarannya terancam. Karena itu, lebih baik kita kerahkan sumber daya nasional yang kita miliki dikerahkan secara maksimal untuk meningkatkan kapasitas nasional produksi pangan, energi dan hasil manufaktur di negeri ini untuk mencukupi kebutuhan nasional secara merata.

Jangan cengeng sebentar-sebentar impor dan impor lagi. Kita digaji untuk meningkatkan produksi bukan untuk meningkatkan impor. Capek deeh. Sekarang waktu yang tepat untuk membuka keran dalam negeri, bukan keran impor melulu yang sering dipakai. Kalau keran dalam negeri tidak pernah dibuka nanti karatan pak Hatta Rajasa. Sorry-sorry to say. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS