Anak Sebagai Tunas Bangsa Jangan Nodai Mereka…!

Loading

Oleh : Marto Tobing

260115-BUAH-BIBIR-1

ANAK sebagai tunas bangsa dialah akar potensi generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa depan. Pada dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya jangan kita nodai agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab sebagai anak bangsa. Maka harus diutamakan agar jutaan bocah belia itu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental mau pun sosial.

Pencapaiannya harus lebih dulu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan dengan memberikan jaminan untuk pemenuhan hak-hak mendasar serta tidak diperlakuan secara diskriminatif di hadapan hukum. Namun penistaan terhadap nilai keluhuran itu ternyata menjadi potret keseharian di bumi pertiwi bangsa yang religius ini.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait mencatat, sepanjang tahun 2012 pihaknya telah menerima laporan sebanyak 2637 kasus tentang kekerasan terhadap anak. “62 persen dari angka tersebut merupakan kekerasan seksual terhadap anak,” kata Arist menanggapi Tubas di ruang kerjanya, Senin pagi (26/1/15).

Dibanding tahun 2010 jumlah presentasi tersebut melonjak 20 persen. Pada tahun 2010 KPAI menerima laporan 42 persen kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah keseluruhan laporan pada saat itu sebanyak 2426 kasus. Pada tahun 2011 KPAI menerima laporan kasus sebanyak 2509 kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut 58 persen adalah kejahatan seksual.

Menurut Arist, pada periode tahun 2011-2012 kasus-kasus tersebut terjadi di beberapa wilayah seperti Sumatera dan Jawa. Sepanjang tahun 2012, di Sumatera Selatan telah terjadi 234 kasus kekerasan terhadap anak dan 80 persen kejahatan perkosaan. Di Sumatera Utara, korban pemerkosaan terhadap anak yang juga masih usia dini tercatat sebanyak 52 kasus. “Peningkatannya mencapai 20 hingga 30 persen dibanding tahun sebelumnya. Ini berdasarkan pantauan di media,” ujar AMS menandaskan.

Sedangkan data yang diperoleh tubasmedia.com dari Womens Crisis Centre, tercatat sejak Januari hingga September 2012, di wilayah Nganjuk Jawa Tengah, kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak tercatat sebanyak 24 kasus. Jumlah tersebut juga meningkat 20 persen dibanding tahun sebelumnya.

Karena itu KPAI mengajak agar semua lapisan masyarakat lebih perduli lagi dan mengasah kepekaan diri bahwa kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak itu adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat luar biasa.

Sayangnya keluh Arist, kepekaan darurat kemanusiaan itu di kalangan hakim dan jaksa terkesan belum bergetar. Kecenderungan menegakkan rasa keadilan itu masih berada di pihak terdakwa, sementara rasa keadilan bagi korban belum terwakili kendati harus menderita kejiwaan seumur hidup akibat trauma psikhis.

Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara yang dinyatakan undang-undang tentang kekerasan seksual terhadap anak-anak sebagai timbangan rasa keadilan, nyatanya benar-benar masih diabaikan jaksa mau pun hakim. Tuntutan hukuman senantiasa disambut vonis hakim rata-rata di bawah 10 tahun bahkan tak jarang dibawah 5 tahun penjara. Jaksa mau pun hakim seakan tak perduli atas penderitaan seumur hidup para korban.

Disarankan Arist, seharusnya pemerintah juga saatnya membuat sebuah gebrakan supaya kasus kasus perkosaan terhadap anak tidak lagi terul;ang. “Kepada aparat kepolisian agar lebih cepat dan tegas dalam menangani kasus perkosaan anak supaya pelaku tidak ada yang luput. Kepada orang tua juga harus mampu mengamati perubahan perilaku sang anak,” ujar AMS mengimbau.

KPAI juga menyerukan agar kaum perempuan pegiat anak dan HAM serta seluruh kelompok masyarakat melakukan aksi menuntut diubahnya undang-undang guna memperberat hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Sebagaimana disiarkan di berbagai media, seorang bocah kelas V SD usia 11 tahun berinisial RI. Korban pemerkosaan ini akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah sempat dirawat di ruang intensif RS Persahabatan Jakarta Timur sejak 29 Desember hingga Minggu pagi (6/1/14). Kebiadaban itu sempat menggegerkan publik karena yang memperkosa justru ayah kandung bocah RI itu sendiri.

Begitu juga kebiadaban pada kisah “Sodom and Gumora” telah menimpa seorang bocah. Pelaku sodomi itu justru seorang anggota polisi jajaran Polsek Ciracas Jakarta Timur. Saat ini oknum polisi bermoral biadab itu sedang meratap di ruang sel tahanan tempatnya selama ini berdinas.***

CATEGORIES
TAGS