Wiji Thukul Korban Penghilangan Paksa; Kalahkan Capres Penculik….
Penyair Wiji Thukul Wijaya, aktivis hak asasi manusia yang hilang pada 1998 dan hingga kini belum ditemukan
JAKARTA, (tubasmedia.com) – “Hanya ada satu kata, Lawan!”. Kalimat itu merupakan penggalan puisi berjudul “Peringatan” karangan Wiji Thukul aktivis Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jaker).
Kalimat perlawanan ini menjadi abadi dan sering terdedengar dalam gerakan demonstrasi mahasiswa atau buruh.
Wiji Thukul hilang dalam peristiwa menjelang tumbangnya Orde Baru pada tahun 1998.
Hingga saat ini jejaknya hilang tanpa bekas. Diduga kuat dia menjadi korban penghilangan paksa bersama beberapa aktivis lain yang hingga sampai saat ini belum ditemukan.
Namun Wiji Thukul “hadir” di Galeri Nasional, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8/2023) ketika aktivis Koalisi Menolak Lupa memperingati ulang tahun ke-60 Wiji Thukul.
Wiji Thukul hadir melalui puisi-puisinya yang dibacakan oleh para aktivis, penampilan musik dan pemutaran film berjudul “Istirahatlah Kata-kata”.
Seperti dilansir Kompas.com, film ini menceritakan hari-hari Wiji Thukul saat menjalani hidup dalam pelariannya hingga menghilang sampai saat ini.
Ketua pelaksana acara Wilson mengatakan, peringatan ulang tahun ke-60 Wiji Thukul berlangsung menjelang momentum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Ini seperti menjadi momen yang tepat untuk kembali mengingatkan negara agar tak lupa menuntaskan kasus penghilangan paksa dan pelanggaran HAM lainnya di negeri ini,” kata Wilson kepada wartawan seusai acara.
“Tentu penyelesaian akan semakin sulit bila tokoh yang pernah terlibat dalam penghilangan paksa, menjadi pemimpin di negeri ini. Tentu kami tidak ingin hal ini terjadi,” lanjut dia.
Dia pun menegaskan, para aktivis ingin tetap melanjutkan semangat yang diinisiasi oleh Wiji Thukul.
Karena itu, ada satu pesan penting yang disampaikan, yakni tidak memberikan ruang untuk calon pemimpin yang terlibat dalam penculikan para aktivis di masa lalu.
“Melanjutkan api semangat yang dikobarkan Wiji Thukul, pada peringatan ulang tahunnya ini kami ingin menegaskan: kalahkan capres penculik,” kata Wilson.
“Selamat ulang tahun Wiji Thukul. Lihatlah, kami masih ada dan berlipat ganda,” tambah dia.
Sejak saat itu, para pimpinan PRD dan ormas pendukungnya menjadi buronan politik negara.
Wiji Thukul harus bersembunyi ke berbagai tempat untuk menghindari buruan aparat. Situasi ini tergambarkan dalam film “Istirahatlah Kata-kata”.
Hilang Tanpa Jejak
Pada Januari 1998, istri Wiji Thukul, Sipon mengatakan bahwa ia terakhir bertemu suaminya di Stasiun Solo Balapan, Kota Solo.
Usai pertemuan itu, Wiji Thukul harus kembali sembunyi ke berbagai kota, sampai akhirnya hilang tanpa jejak.
Pada 1999, pengurus PRD membuat tim investigasi untuk memastikan keberadaan Wiji Thukul.
Kesimpulan tim, sang penyair dinyatakan sebagai korban penghilangan paksa.
Pada 20 Maret 2000, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendapat laporan atas hilangnya Wiji Thukul.
Menurut Kontras, hilangnya Thukul terkait dengan peristiwa penghilangan paksa aktivis reformasi menjelang kejatuhan Presiden Soeharto pada 1998.
Nama Wiji Thukul masuk sebagai korban penghilangan paksa saat Komnas HAM melakukan penyelidikan atas kasus penculikan aktivis 1997-1998.
Dari penyelidikan tersebut, Komnas HAM menemukan nama 13 aktivis yang masih hilang selama periode 1997-1998, termasuk Wiji Thukul.
Pada 2007, DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penanganan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa. Pansus ini, pada September 2009, mengesahkan empat rekomendasi, yaitu:
- Kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
- Membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang.
- Memberikan reparasi dan kompensasi pada keluarga korban.
- Meratifikasi konvensi anti-penghilangan paksa.
“Sampai hari ini, empat rekomendasi tersebut belum dipenuhi negara. Janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menemukan Wiji Thukul dan kawan-kawan, hidup atau mati, belum dilaksanakan,” ujar Wilson. (sabar)