Transportasi Umum Kian Sekarat

Loading

Oleh: Anthon P. Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

SUDAH banyak dikeluhkan masyarakat dan kenyataan pun memang sudah membuktikan, bahwa transportasi umum di seputar Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) semakin sekarat. Angkutan kereta api yang diharapkan menjadi andalan, ternyata tidak mendapat perhatian dari pemerintah, atau para penentu kebijakan di negara ini. Dewan Perwakilan Rakyat yang diharapkan sebagai penyambung lidah rakyat, ternyata asyik mempertebal kantong sendiri dengan sejumlah cek pelawat.

Jenis angkutan massal (Mass Rapid Transportation) yang sudah lama dijanjikan, juga masih menjadi impian. Sehingga, masyarakat terpaksa mencari jalan sendiri untuk mengatasi perjalanannya dengan mobil pribadi dan kendaraan kecil yang dirasakan lebih cepat dan lebih irit bahan bakar minyak, yakni jenis sepeda motor. Hal inilah yang banyak menimbulkan persoalan di jalan raya serta kesemrawutan lalu lintas.

Kemacetan di Jakarta semakin parah, karena Jakarta adalah tujuan utama perjalanan warga dari kota sekitarnya (Bodetabek) untuk bekerja dan berkegiatan. Pertumbuhan kendaraan pribadi benar-benar tidak terkendali, terutama kendaraan sepeda motor yang menyemut di jalan-jalan. Angka penjualan kendaraan dari pabrik, tiap tahun terus meningkat. Apabila hal ini dibiarkan terus, maka perkiraan ancaman kemacetan total pada tahun 2014, bisa menjadi kenyataan.

Kereta Rel Listrik (KRL) yang semula dicanangkan bisa mengangkut 1,2 juta penumpang tiap hari pada tahun 2014, belakangan diundur menjadi tahun 2019. Padahal untuk tahun 2019, jumlah penumpang yang butuh KRL mungkin sudah lebih dari 2 juta. Untuk mencapai target tahun 2019 pun, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) atau PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) harus membeli 130-160 unit KRL setiap tahun. Mampukah dengan penghasilan KCJ sekarang? Di sinilah sebenarnya peranan pemerintah untuk memprioritaskan bantuan anggaran dari APBN untuk kepentingan masyarakat banyak.

Saat ini KRL hanya mampu melayani sekitar 400.000 penumpang komuter Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi tiap hari. Padahal saat ini diperkirakan lebih dari 1 juta warga Bodetabek membutuhkan layanan KRL komuter ke Jakarta tiap hari. Makanya tidak heran apabila penumpang sampai nekat memenuhi atap KRL, walaupun terancam bahaya tersengat listrik atau terkena tindak pidana sekali pun.

Sangat ironis bila pemerintah tidak memikirkan masalah pelayanan transportasi umum ini. Penduduk Jakarta terus meningkat dari 8,4 juta jiwa tahun 2000 menjadi 9,5 juta tahun 2010. Penduduk Bogor, Tangerang dan Bekasi juga naik dari 12,6 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 18,4 juta jiwa tahun 2010. Belum lagi penduduk Depok dari sekitar 1,5 juta tahun 2000 menjadi sekitar 2,5 juta jiwa pada tahun 2010. Pertumbuhan penduduk ini, tentu membutuhkan penambahan angkutan umum dalam perjalanan setiap hari. Sehingga, dapat dibayangkan berapa kursi angkutan umum yang diperlukan untuk melayani total penduduk Jabodetabek pada tahun 2010, sebanyak hampir 30 juta jiwa.

Pemerintah tampaknya setengah hati untuk mengatasi kian sekaratnya masalah transportasi umum di Jabodetabek ini. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah bekerja sama swasta memulai proyek angkutan massal monorel, tapi belakangan tidak didukung oleh pemerintah pusat. Perusahaan swasta yang kekurangan modal untuk meneruskan proyek monorel ini, terhalang prosedur menambah modal dari luar negeri, dan tidak mendapat perhatian jalan keluar dari pemerintah pusat. Tiang pancang monorel yang terbengkalai di beberapa jalan, menjadi bukti perhatian pemerintah yang setengah hati. ***

CATEGORIES
TAGS