Tantangan Perguruan Tinggi, Mendorong Pembangunan SDM Terampil

Loading

 ORASI ILMIAH - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan orasi ilmiah “Konsolidasi Nasional dalam Implementasi Pembangunan Industri” Peringatan 96 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia di kampus ITB, Bandung 20 Agustus 2016. –tubasmedia.com/ist


ORASI ILMIAH – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan orasi ilmiah “Konsolidasi Nasional dalam Implementasi Pembangunan Industri” Peringatan 96 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia di kampus ITB, Bandung 20 Agustus 2016. –tubasmedia.com/ist

BANDUNG, (tubasmedia.com) – Pembangunan industri pada kenyataannya tidak selalu bergantung pada ketersediaan sumber daya alam suatu negara. Beberapa negara industri maju justru minim sumber daya alam namun mampu mengoptimalkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu teknik atau teknologi untuk mendukung pembangunan industrinya.

Berkaca dari hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong agar perguruan tinggi berperan serta melakukan inovasi melalui perkembangan teknologi untuk mendukung kemajuan industri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan hal itu dalam Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka Peringatan 96 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia di kampus Institut Teknologi Bandung, Sabtu (20/8/2016).

“Saya berharap di usianya yang menjelang seabad ini, perguruan tinggi teknik dapat lebih berkontribusi dalam pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan teknologi yang dapat menunjang perekonomian secara luas dan tentunya secara lebih khusus bagi industri nasional,” ujar Airlangga.

Menurutnya, tantangan perguruan tinggi saat ini adalah mendorong pembangunan sumber daya manusia yang terampil dengan keahlian tertentu sesuai kebutuhan dunia kerja.

“Itu yang harusnya menjadi prioritas, agar generasi kita siap bekerja. Ke depan, kami mengusulkan pendidikan vokasional di bidang industri untuk SMK hingga D1 dan D2, dengan porsi pengajaran 60 persen di praktek lapangan dan 40 persen di kelas. Jadi, ada program magang minimal tiga bulan per semester,” paparnya.

Pemerintah juga giat mendorong pelaku industri untuk mendirikan politeknik, dimana saat ini industri tekstil dan otomotif yang sudah mengimplementasikan. “Program pendidikan dual system ini didorong agar jadi gerakan oleh industri swasta atau BUMN. Untuk kurikulumnya, kami akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tutur Airlangga.

Kementerian Perindustrian, lanjutnya, juga terus mendorong penyediaan lembaga atau unit pendidikan vokasional untuk menyuplai tenaga kerja terampil yang tepat guna.

Kementerian Perindustrian telah merencanakan konsep pendidikan vokasional (SMK, D1, D2) yang melibatkan lembaga pendidikan dan industri yang berbasis klaster. Sehingga, jelas Menperin, SMK tidak lagi harus seragam tapi penjurusannya betul-betul diarahkan pada kebutuhan industri di wilayah pertumbuhan masing-masing.

“Kami sudah menyampaikan hal ini di rapat kabinet, Bapak Presiden mengatakan akan memberikan arahan khusus terkait ini,” ujarnya.

Dalam orasi ilmiah yang berjudul “Konsolidasi Nasional dalam Implementasi Pembangunan Industri”, Airlangga menyampaikan sinergitas antara dunia usaha dan perguruan tinggi juga perlu didorong untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan vokasional, khususnya di sekitar kawasan-kawasan industri sesuai industri unggulan yang ada di setiap wilayah.

Kontribusi dunia pendidikan bagi perkembangan sektor industri juga diwujudkan melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas melalui sistem pendidikan dan penumbuhan kewirausahaan. Kementerian Perindustrian menargetkan untuk mencetak 20.000 wirausahawan Industri Kecil Menengah (IKM) sebagai salah satu pilar penting yang perlu untuk terus ditingkatkan.

IKM merupakan pilar penting bagi industri dalam negeri karena kontribusinya saat ini mencapai 34,82 persen terhadap industri secara keseluruhan. (sabar)

 

CATEGORIES
TAGS