Tanam Pohon di Bantaran BKT

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

SUDAH berkali kali dilakukan upacara penanaman pohon di bantaran sungai (kali) buatan Banjir Kanal Timur (BKT), namun tidak ada pemeliharaan, sehingga akhirnya bibit-bibit tanaman tersebut tidak bertumbuh dengan baik, dan bahkan banyak pula yang mati pelan-pelan. Artinya, penanaman pohon di bantaran BKT, selesai hanya di upacara. Padahal, air kehidupan untuk menyirami tanaman tersebut, tinggal dicedok dari kali buatan yang ada di sebelahnya. Atau untuk kerennya, bisa menggunakan mobil sedot-semprot, seperti milik dinas pemadam kebakaran.

BKT yang membentang dari daerah Cipinang, Duren Sawit, Cakung, Jakarta Timur hingga ke arah Marunda, Jakarta Utara ini, bisa dijadikan salah satu ikon Jakarta bila dirawat dengan baik. Dulu selain sarana pembendung banjir, BKT ini juga dirancang menjadi sarana transportasi air dari pantai laut Teluk Jakarta ke daratan Kampung Melayu.

Sepanjang sisi timur BKT ini juga dibangun jalan khusus untuk pesepeda dan sepanjang sisi kiri dan kanan jalan inilah tersedia areal taman-taman yang bisa ditanami pohon-pohon rindang atau pohon-pohon peneduh. Namun, sudah lebih dari dua tahun BKT ini difungsikan untuk menanggulangi banjir di bagian timur Jakarta, rencana untuk membuat BKT sebagai salah satu ikon Jakarta belum juga kesampaian.

Beberapa bulan lalu para isteri petinggi negeri ini, mulai dari isteri presiden, wakil presiden hingga isteri-isteri para menteri kabinet pembangunan II telah mengadakan upacara besar-besaran penanaman pohon di bantaran BKT tersebut. Panggung dan tenda-tenda tempat upacara di sekitar pintu air Malaka, Duren Sawit, jauh-jauh hari sudah dipersiapkan dan pengawalan pada hari H pun sungguh menakjubkan. Tiap pohon yang ditanam dinamai jenisnya dan ditanam oleh siapa. Sekarang berbagai jenis pohon tersebut tumbuh dengan kerdil, bahkan ada yang meranggas dan mati. Sayangnya, nama-nama penanam pun tidak terlihat lagi.

Pada akhir bulan lalu, para penggiat lingkungan yang disponsori Djarum Foundation telah melakukan upacara besar-besaran penanaman pohon trembesi di tempat upacara yang sama dengan para isteri petinggi negeri ini, yang dipimpin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sehari sebelum hari H, telah terlihat kesibukan-kesibukan panitia dan para pekerja persiapan upacara membangun berbagai panggung besar serta tenda-tenda putih bagi tempat duduk para tamu undangan.

Musik hiburan dan penyanyi sudah tentu tidak bisa ketinggalan. Sejumlah pohon trembesi sudah ditanam, Tapi, diperkirakan nasibnya sama saja dengan rekannya sesama pohon terdahulu akan tumbuh kerdil dan lama-lama mati, karena tidak jelas yang menangani untuk pemeliharaan, perawatan, pemupukan dan penyiraman selanjutnya. Tampaknya, penanaman pohon di bantaran BKT, lagi-lagi selesai hanya di upacara.

Tidak Menjadi Contoh

Berbagai kelemahan di negeri ini, memang adalah kebiasaan membuat upacara seremonial yang luar biasa, tapi tidak sebanding dengan hasil substansi yang akan dicapai kelak. Kita pintar membangun, tetapi tidak pintar memelihara. Aparat pemerintah kita, baik pusat maupun daerah, tidak memberi contoh yang baik. Sehingga, muncul tuduhan-tuduhan negatif, semakin sering membangun, semakin sering pula dapat komisi yang lumayan. Sedangkan untuk pemeliharaan, komisinya hanya kecil-kecilan.

Kita sering merasa iri melihat pembangunan-pembangunan pertamanan atau pemeliharaan fasilitas untuk kepentingan umum di negara lain, khususnya di negara tetangga terdekat, Singapura. Apa yang dilakukan pemerintahnya, betul-betul terlihat hasilnya dan menjadi contoh cara pembangunan dan pemeliharaan yang baik kepada warganya.

Mereka pun benar-benar bekerja sebagai pelayan masyarakat (public servant) untuk mempertanggung jawabkan penggunaan uang yang dikumpulkan dari pajak 5,5 juta rakyatnya. Tidak ada taman atau areal terbuka hijau di negara Singa ini yang tidak terawat dengan baik, segar dan sungguh indah dipandang mata.

Mudah-mudahan , dengan turunnya Gubernur Jokowi dalam upacara penanaman pohon trembesi di BKT terakhir ini, pertamanan di bantaran kali buatan penanggul banjir di bagian timur Jakarta ini, akan bisa mengimbangi kesegaran pertamanan di Singapura. Untuk menciptakan pertamanan yang baik di Ibukota, perlu dilakukan lelang jabatan Kepala Dinas Pertamanan yang profesional, mungkin perlu pula dipisahkan dari jabatan Kepala Dinas Pemakaman, yang saat ini digabung sebagai Dinas Pertamanan dan Pemakaman. Sebab, mereka berbeda visi, menangani orang hidup dan orang mati. Taman untuk orang hidup, tentu berbeda dengan taman untuk orang mati, lebih baik digabung dengan pariwisata.

Dan yang lebih penting lagi, semoga BKT bisa dijadikan salah satu ikon tujuan wisata di Jakarta dengan fungsi ganda, sebagai sarana penanggulangan banjir, sebagai sarana transportasi air, sebagai sarana olahraga bagi penggemar sepeda, dan menjadi pertamanan yang indah serta taman rekreasi bagi 12 juta penduduk DKI Jakarta. ***

CATEGORIES
TAGS