Surplus Ekonomi Pertanda Adanya Kekuatan Daya Saing

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Ilustrasi

Ilustrasi

MEMBACA analisis ekonomi A.Prasetyantoko (Kompas 25 Februari 2013), ada beberapa hal yang menarik. Pertama, neraca pembayaran terindikasi akan mengalami tekanan permanen, baik dilihat dari lalu lintas ekspor-impor, maupun dari sisi lalu lintas modal asing yang masuk dan keluar.

Kedua, neraca perdagangan tahun 2012 mengalami defisit sebesar US$1,63 miliar. Ketiga, neraca transaksi berjalan (neraca barang dan jasa) mengalami defisit US$ 24,183 miliar atau 2,7% dari PDB. Keempat, untungnya, defisit tersebut masih bisa ditutup oleh capaian surplus neraca modal dan finansial sebesar US$ 24,911 miliar, sehingga total neraca pembayaran masih surplus US$ 0,2 miliar.

Sebagai orang awan tentu berfikir, wah jika surplus ekonomi kita besar di sepanjang waktu dan tidak akan mengalami tekanan permanen dalam neraca pembayaran, berarti sistem perekonomian nasional di negeri dikelola dengan baik, efisien dan produktifitasnya tinggi.

Struktur neraca yang digambarkan di atas adalah cermin bahwa di dalam negeri kita punya masalah dengan efisiensi dan produktifitas, sehingga karena itu, posisi neraca pembayarannya selalu tertekan. Tekanan itu datang dari dalam dan bisa datang dari luar. Masalah efisiensi dan produktifitas ekonomi yang rendah cara melihatnya dalam keseharian mudah saja, antara lain harga pangan naik, daya saing industri manufaktur rendah, impor BBM membuat defisit neraca perdagangan.

Perburuan rente ekonomi menjadi-jadi dan makin terbuka. Pertumbuhan ekonomi 6,23% pada tahun ini, tetap dihela oleh pengeluaran belanja konsumsi yang besar, mendekati 54,56% dari total nilai PDB dan komponen PMTB/investasi pisik sebesar 33,16%. Momen ini menjadi faktor yang menarik bagi negara-negara yang saat ini memiliki ekses kapasitas produksi dan modal asing (FDI maupun portofolio) karena krisis global.

Indonesia menjadi salah satu negara target pasarnya dan investasi. Namun industri dalam negeri, nampaknya tidak banyak bisa ikut menikmati berkah kuatnya konsumsi domestik karena secara umum daya saingnya rendah. Nilai tukar rupiah yang melemah makin memperburuk daya saingnya karena ketergantunga terhadap impor bahan baku/penolong/komponen dan suku cadang masih cukup tinggi, sekitar 70%.

Jepang sebagai salah satu negara yang “membiarkan” yen-nya melemah akan meraih manfaat ganda untuk pasarnya ke Indonesia baik berupa barang, bahan dan sekaligus modal. Jangan heran kalau rencana relokasi besar-besaran perusahaan Jepang ke Indonesia akhir-akhir ini banyak menyita pemberitaan di berbagai media.

Kerjasama ekonomi antara Indonesia-Jepang yang terbingkai dalam IJEPA makin menguntungkan posisi Jepang dalam bidang perdagangan dan investasi. Inilah yang menyebabkan kontribusi sektor investasi pada PDB bisa mencapai sekitar 33,16% pada tahun 2012.

Tapi merealisasikan investasi langsung ini tidak bisa cepat karena dihadang olah soal penyediaan lahan, perizinan berbelit, penyediaan listrik dan gas tidak jelas kepastiaannya dan faktor-faktor lain yang sudah lama dikeluhkan oleh calon investor. Kesimpulannya, jika bangsa ini ingin berhasil menciptakan surplus ekonominya dalam jumlah yang besar, maka di dalam negeri harus bisa menyelesaikan inti masalah ekonominya, yakni efisiensi dan produktifitas yang rendah.

Jika tidak berhasil, maka neraca pembayaran secara laten akan terus mengalami tekanan. Pasar dalam negeri yang besar tidak banyak bisa dinikmati oleh produsen nasional karena terus terbelenggu oleh persoalan high cost economy. Kinerja ekonomi tahun 2012 bisa menjadi penanda bahwa di dalam negeri kita masih punya problem high cost economy,dan mengancam surplus ekonomi.

Terbukti sumbangan ekspor terhadap PDB hanya tumbuh 2,01%,dan impor tumbuh 6,65%. Dari PDB senilai Rp 8.241,9 triliun, sumbangan transaksi ekspor mencapai Rp 1.999,4 triliun, namun impornya mencapai sebesar Rp 2.127,5 triliun.

Berarti dalam nilai PDB sumbangan nilai ekspor dan impor menghasilkan defisit Rp128,1 triliun. Semua itu adalah fakta,dan jika kita yakin bahwa surplus itu adalah indikasi adanya kekuatan,maka menjadi tanggung jawab pemerintah ,dunia usaha dan juga masyarakat untuk sama-sama memikulnya dan bersama-sama memperbaiki efisiensi dan produktifitas ekonomi nasional,agar ekonomi kita bisa surplus dan neraca pembayaran Indonesia tidak laten mengalami tekanan terus menerus. ***

CATEGORIES

COMMENTS