Sikap Anggota DPR yang Kekanak-kanakan, Rakyat Tidak Peduli Sistem Pemilu

Loading

Oleh: Sutrisno Pangaribuan

 

MAHKAMAH Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) telah mengagendakan sidang pembacaan putusan mengenai sistem Pemilu 2024 hari ini, Kamis (15/6/2023) sekitar pukul 09.30 WIB.

Untuk mengantisipasi terjadinya aksi massa,  MKRI telah meminta kepolisian menambah personel pengamanan saat sidang. MKRI meminta Polda Metro Jaya untuk menebalkan personel pengamanan antara 2 atau 3 SSK setara 200-300 personel kepolisian.

Reaksi MKRI tersebut sejatinya sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya tekanan massa. Padahal hingga putusan ini hendak dibacakan, potensi tekanan hanya datang dari delapan Parpol parlemen yang telah mengirim ancaman pekan lalu.

Kedelapan Parpol tersebut hendak mempertahankan sistem proporsional terbuka sesuai dengan Putusan MKRI No. 22-24/PUU-VI/2008 bertanggal 23 Desember 2008.

Untuk diketahui, Denny Indrayana semula menyebar rumor terkait kebocoran putusan MKRI, kemudian disambar delapan Fraksi DPR RI dengan mengluarkan kalimat ancaman kepada MKRI.

Namun hingga akan diputuskan MKRI, rakyat sama sekali tidak peduli. Tidak ada reaksi publik atas aksi “kekanak- kanakan” yang dipertontonkan Pimpinan Parpol dan Pimpinan Fraksi DPR RI tersebut.

Rakyat justru muak menyaksikan atraksi para wakilnya yang sibuk “bertengkar” hanya untuk kepentingan diri sendiri dan Parpol mereka. Rakyat belum pernah menyaksikan kekompakan kedelapan fraksi menggelar konperensi pers untuk kepentingan rakyat.

DPR Tidak Pernah Membela Rakyat

Rakyat sama sekali tidak pernah dibela  hingga kedelapan fraksi mengeluarkan ancaman. Semua atraksi dan parodi mereka hanya demi kepentingan kekuasaan diri sendiri dan Parpol, bukan rakyat.

MKRI diketahui telah menggelar 16 kali sidang atas gugatan tersebut selama enam bulan, dimulai 23 November 2022 dan berakhir pada 23 Mei 2023. Sepanjang persidangan digelar, MKRi mendengarkan keterangan dari pemohon, pihak DPR, pihak Presiden, pihak terkait KPU RI dan 16 pihak terkait lainnya.

DPR RI kembali memberikan tekanan kepada MKRI melalui pembahasan revisi keempat atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang tengah berjalan di Komisi III.

DPR menyetujui permohonan pimpinan Komisi III untuk memperpanjang waktu pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No 24 Tahun 2003 tentang MK melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

Waktu pembahasan diperpanjang selama satu masa sidang, sambil menunggu MKRI membacakan putusan uji materi terhadap sistem pemilu proporsional terbuka.

Putusan MKRI akan menjadi pertimbangan dalam menentukan keberlanjutan pembahasan substansi Rancangan Undang-Undang MKRI.

Keputusan perpanjangan waktu pembahasan revisi UU MKRI, sebagai kelanjutan ancaman delapan Fraksi DPR RI pekan lalu. Kedelapan Fraksi DPR RI tersebut mengancam memamerkan kekuasaan, dengan menggunakan kewenangan DPR RI terkait anggaran MKRI. Termasuk ancaman untuk mencabut sejumlah kewenangan MKRI melalui revisi UU.

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2003 Tentang MKRI Pasal 2. MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Selanjutnya berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 3 ayat (1). Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan. Kemudian Pasal 3 ayat (2) segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Pasal 3 ayat (3). Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman, MKRI harus merdeka, bebas dari segala bentuk intervensi, pengaruh dan tekanan dari pihak luar pengadilan. Maka jika ada tekanan yang hendak mempengaruhi proses pembacaan keputusan baik di dalam maupun di luar persidangan, itu menjadi tanggung jawab kedelapan Fraksi DPR RI.

Demikian juga dengan segala bentuk akibat yang muncul bila mana keputusan MKRI berbeda dengan kepentingan dan keinginan kedelapan Fraksi DPR RI. Kedelapan Fraksi DPR RI bertanggung jawab atas semua keadaan yang terjadi pasca pembacaan keputusan MKRI terkait agenda dan tahapan Pemilu.

Wajib Menaati Putusan MK

Sebab kedelapan Fraksi DPR RI sebagai satu- satunya pihak yang bereaksi bahkan mengancam MKRI sejak beredarnya rumor atas kebocoran keputusan MKRI.

Sehubungan dengan adanya tindakan ancam mengancam tersebut, Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia, mengajak semua pihak untuk menaati keputusan Konstitusi Negara.

MKRI sebagai lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang lahir pasca reformasi diminta untuk taat pada Konstitusi Negara guna menegakkan hukum dan keadilan.

MKRI memiki kebebasan mutlak dalam memutus perkara tanpa tekanan, pengaruh dan intervensi pihak manapun sehingga semua pihak, baik pemohon dan pihak terkait diminta untuk siap menerima keputusan, kendati keputusan MKRI berbeda dengan keinginan pemohon atau pihak terkait.

Oleh karenanya, semua pihak harus menahan diri. Segala bentuk tindakan yang berpotensi menciptakan kegaduhan dan melanggar hukum harus dihindari. (Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional

  • Kornas tinggal di Jakarta)
CATEGORIES
TAGS

COMMENTS