Sejak Awal 2024 Sudah Enam Pabrik TPT yang Tutup dan 11.000 Pekerja Terkena PHK

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus melanda industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Kondisi ini imbas dari penurunan order yang alami berbagai pihak tekstil. Bahkan ada yang benar-benar tidak lagi menerima order sama sekali.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi mengungkapkan sejak awal 2024 sudah enam pabrik tekstil yang tutup akibat kondisi tersebut. Akibatnya sekitar 11 ribu pekerja menjadi korban PHK.

Saat memberikan keterangan seperti dikutip pada Selasa 11 Juni 2024, Ristadi mengatakan informasi terbaru, pabrik tekstil PT S Dupantex di Pekalongan, Jawa Tengah tutup pada 6 Juni 2024. Sebanyak 700-an pekerja terpaksa kehilangan pekerjaan.

“Pabrik tekstil tutup bertambah lagi. PT. S.Dupantex, lokasinya di jalan Pantura, Pekalongan, Jawa Tengah. Baru tanggal 6 Juni kemarin, akibatnya PHK 700-an orang pekerja. Ini menambah daftar pabrik tekstil yang melakukan PHK sejak awal tahun 2024. Ada yang efisiensi ada yang pabriknya tutup karena tak bisa lagi bertahan,” ujarnya.

Ristadi menambahkan PHK di pabrik tekstil diperkirakan masih akan berlanjut lantaran penyebabnya juga masih terjadi, yakni penurunan order. Itulah sebabnya Ristadi meminta pemerintah segera turun tangan mengatasi kondisi tersebut.

“Potensi PHK di sektor TPT masih terus berjalan. Penyebabnya semua hampir sama, order turun sampai nggak ada order sama sekali. Karena itu, pemerintah harus segera turun tangan,” kata Ristadi.

Salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah menurut Ristadi adalah membatasi impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Selain itu juga impor ilegal harus berantas karena menyebabkan barang TPT dalam negeri tidak laku.

“Batasi impor barang TPT kecuali bahan bakunya yang memang tidak ada di Indonesia. Berantas impor ilegal barang-barang TPT karena merusak pasar domestik, akibatnya barang-barang TPT dalam negeri menjadi semakin tidak laku,” tuturnya.

Sungguh Ironi

Ristadi menerangkan saat ini industri tekstil yang masih mampu bertahan adalah yang berorientasi ekspor. Hal ini sungguh ironi karena kebutuhan tekstil dalam negeri justru dipenuhi oleh produk impor. Padahal industri lokal sejatinya mampu memenuhinya.

“Kan menyedihkan, ceruk pasar dan kebutuhan tekstil sandang masyarakat disuplai oleh barang-barang TPT dari luar. Padahal kita sangat mampu memproduksinya. Ironis,” ucapnya.

Ristadi juga berharap pemerintah segera mengatasi gelombang PHK yang terus melanda industri manufaktur dalam negeri. Tak hanya TPT atau garmen, industri alas kaki (sepatu) dan pabrik padat karya lainnya juga mengalami kondisi yang sama.

“PHK ini akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat yang kemudian akan memengaruhi ekonomi RI,” kata Rustadi. (sabar)

CATEGORIES
TAGS