Road To Change
Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis
APA betul Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta tokoh perubahan yang kita harapkan? Kalau anda setuju, maka pilihlah salah satu pasangan di antara keduanya. Peta jalannya seperti apa tidak jelas diungkap. Tahun pertama akan mengerjakan apa, tahun kedua mau menyelesaikan masalah apa, sampai dengan tahun kelima akan berbuat apa belum diungkapkan oleh kedua pasang calon tersebut.
Yang baru kita dengar pada dasarnya masih bersifat standar, ingin mensejahterakan rakyat dan ingin membawa Indonesia menjadi lebih baik. Sekarang saatnya rakyat mengajukan request tentang apa yang harus dikerjakan pada tahun pertama sampai tahun kelima oleh mereka jika terpilih.
Ormas-ormas silahkan ajukan secara tertulis requestnya ,begitu pula para cendekiawan maupun para budayawan atau kelompok masyarakat lain. Referensi untuk mengajukan request ada tiga bahan yang bisa dipakai, yaitu UUD 1945, janji politik ketika kampanye dan rencana pembangunan jangka panjang yang ada dalam UU nomor 17/2007 yang masa berlakunya masih ada sepuluh tahun lagi, yaitu 2015-20219 dan tahap berikutnya, tahun 2020-2025.
Model kontrak politik dengan rakyat sudah waktunya kita mulai kerjakan dan bersifat mandatory. Pola ini digunakan ketika MPR sudah tidak mempunyai kewenangan untuk membuat GBHN seperti di masa lalu. Di bidang politik dan keamanan apa request rakyat/masyarakat yang dikehendaki untuk diubah dan atau disempurnakan.
Begitu pula di bidang hukum, ekonomi, sosial budaya, pembangunan daerah dan lain-lain. Presiden dan wakil presiden terpilih beserta para menterinya yang ditunjuk pada dasarnya bekerja untuk melaksanakan amanat rakyat dan amanat tersebut dibuat secara kolektif oleh masyarakat yang mewakili dari berbagai golongan di bidang-bidang yang disebutkan di atas.
Mekanisme ini harus dibuka aksesnya karena rakyat tidak bisa mengandalkan harapannya dapat disalurkan melalui mereka karena fungsi DPR tidak sama dengan fungsi MPR. Rasanya sebelum MPR belum merencanakan untuk mengamandemen fungsi-fungsinya, pandangan-pandangan yang baik di tingkat masyarakat harus dikanalisasi agar aspirasinya dapat disalurkan demi kemajuan Indonesia ke depan.
Rakyat sebagai “pemegang saham” mayoritas di negeri ini suaranya tidak cukup hanya terpakai di saat pileg dan pilpres saja, tetapi harus jauh lebih dari itu, yakni dapat menyampaikan pikiran-pikiran briliannya untuk dijadikan progam pemerintah selama lima tahun. Road to changenya semaksimal mungkin dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang usulannya bisa disampaikan langsung kepada kepada pasangan presiden dan wakil presiden atau dapat difasilitasi oleh MPR.
Mekanisme semacam ini sangat diperlukan sebagai bentuk pelibatan masyarakat secara inklusif dalam menyusun progam dan rencana kerja pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah yang penganggaran disusun bersama dengan DPR. Azas demokrasi politik yang semacam itu berarti secara langsung fungsi MPR sebagai perumus GBHN harus dihidupkan lagi.
Sambil menunggu proses amandemen UUDnya,maka tindakan kanalisasi harus dilakukan agar progam-progam pembangunan yang disusun oleh pemerintah bersama DPR secara bottom up dapat menampung asipirasi masyarakat secara riil,bukan hanya formalitas semata seperti selama ini dilakukan melalui mekanisme musrenbang yang di selenggarakan secara berjenjang.
Praktek penyelenggaraan munsenbang selama ini dalam prakteknya yang sibuk hanya birokrasi pemerintahan saja dari tingkat desa sampai ke pusat. ***