Perlu Pelayanan Terpadu untuk Mengurus Perizinan di Jakarta
Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi
ADA berita menggembirakan baru-baru ini, bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan segera menyiapkan pelayanan terpadu satu pintu untuk memangkas perizinan yang panjang dan berbelit-belit. Dengan percepatan proses perizinan, maka praktik pungutan liar (pungli) di kantor- kantor pemerintah, diharapakan bisa dilenyapkan. Soal sulitnya mengurus perizinan lah, yang memang dikeluhkan masyarakat selama ini.
Hal itu ditegaskan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyikapi pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Chatib Basri yang mengatakan Jakarta termasuk dalam lima besar tujuan investasi di Indonesia. Sayangnya, salah satu persoalan yang menghambat investasi di Jakarta, baik asing maupun domestik, adalah masalah perizinan.
Hal itu dikatakan ketika berkunjung ke Balaikota Jakarta baru-baru ini. Sesungguhnya, tidak hanya pelayanan perizinan untuk penanaman modal yang berbelit, tetapi juga pelayanan permohoann izin membuka usaha, izin mendirikan bangunan dan perizinan lainnya. Pada kenyataannya urusannya amat sulit, dan mungkin sengaja dipersulit di Jakarta, untuk maksud-maksud tersembunyi.
Sebenarnya, Pemprov DKI Jakarta sudah pernah memelopori terbentuknya pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sejak tahun 2007. Tetapi seperti dikatakan Kepala PTSP DKI Jakarta, Kusbiantoro, pihaknya hanya memeriksa berkas permohonan izin yang disampaikan masyarakat, sedangkan proses pelayanan perizinan tetap ditangani dinas terkait sesuai jenis perizinan. Memang kantor PTSP di setiap kantor Wali Kota di Jakarta terlihat mencolok, seperti pertanda adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Namun hanya tameng, karena proses selanjutnya tetap juga panjang dan bebelit-belit, karena harus berurusan dengan dinas terkait sesuai jenis perizinannya.
Hal inilah yang perlu diperbaiki pimpinan Pemprov DKI Jakarta. Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, tentu sudah mengetahui gelagat pelaku birokrasi di DKI Jakarta selama ini. “Kalau bisa dipersulit, kenapa dibikin mudah,” ini salah satu gelagat pelaku birokrasi yang memberi peluang bagi mereka untuk meminta pungutan untuk tidak resmi, alias pungli. Para pelaku birokrasi tidak mau melepaskan peluang itu, padahal mereka sudah diberi gaji bulanan serta tunjangan-tunjangan sesuai dengan aturan kepegawaian yang berlaku untuk melakukan tugas pelayanannya. Bahkan, ada lagi tambahan insentif untuk tugas-tugas pelayanan tertentu.
Dalam pertemuannya dengan Chatib Basri, Jokowi mengatakan, yang harus dilakukannya adalah mereformasi meja perizinan. Harus ada lembaga yang jelas mengurusi perizinan. Bentuknya Badan, bukan hanya unit pelaksana teknis (UPT), semacam kantor PTSP sekarang ini. Ia mengatakan, Pemprov DKI Jakarta tengah memproses pembentukan badan yang mengurusi pelayananan satu pintu dan perizinan dengan DPRD DKI Jakarta.
“Sebetulnya soal perizinan ini tidak sulit. Orang datang, tinggal dicatat namanya, disuruh tanda tangan, lalu isi formulir. Semua diintegrasikan dalam satu kantor. Ada pembatasan waktu yang ditentukan. Misalnya, mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) cukup 7 hari selesai. Kalau pelayanan masih buruk, diperbaiki. Kalau masih terlalu lama, copot orangnya, diganti,” kata Jokowi. Teorinya memang mudah, tapi praktiknya para pelaku birokrasi di Jakarta sudah terlalu lama “minta dilayani”. Jokowi dan Basuki harus mereformasi mental aparatnya dan bila perlu mengganti orangnya. Bikin lagi lelang jabatan.
Tergantung Aparat
Sebenarnya, masyarakat bisa tertib dan disiplin mengurus perizinan, apabila mendapat pelayanan yang baik dari aparat yang baik pula. Aparat harus menjelaskan surat-surat yang diperlukan, seperti misalnya, mengurus legalitas surat-surat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN), advis planning di Dinas Tata Kota, izin mendirikan bangunan di Dinas Penertiban dan Tata Bangunan, izin usaha perdagangan atau industri di Kantor Perdagangan dan Perindustrian, izin hiburan, restoran di Dinas Pariwisata, dll.
Semoga dengan tekad Jokowi, Pemprov DKI Jakarta bisa menjadi percontohan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi warga kota. Untuk menjadikan warga kota Jakarta tertib dan disiplin, tergantung dari perilaku aparat. Apabila aparat tertib, berdisiplin dan berwibawa, maka masyarakat juga akan patuh, tertib dan berdisplin. Buktinya warga Jakarta, atau warga Indonesia yang bepergian ke kota-kota di luar negeri, bisa tertib dan terkenal amat berdisiplin.
DPRD DKI juga sudah menyadari perlu peningkatan kewenangan PTSP yang selama ini masih terbatas hanya semacara pintu memasukkan berkas permohonan, belum dapat memproses perizinan yang menjadi kewenangan masing-masing dinas terkait. Menurut Wakil Ketua DPRD DKI, Triwisaksana, peningkatan kewenangan ini diperlukan untuk mengoordinasikan seluruh perizinan yang selama ini belum terpadu, yang akan dibahas dalam rancangan Peratuan Daerah DKI Jakarta. ***