Pengusaha Mebel Diminta Rebut Pasar yang Masih Terbuka Luas

Loading

CIREBON, (tubasmedia.com) – Industri furnitur dan kerajinan menjadi salah satu prioritas nasional dengan ketersediaan bahan baku berupa kayu, rotan dan bahan alami yang mencukupi di Indonesia. Kementerian Perindustrian mendukung perbaikan iklim usaha di sektor ini untuk meningkatkan nilai ekspornya.

“Kinerja ekspor industri furnitur serta peranan Indonesia dalam ekspor furnitur dunia harus ditingkatkan lagi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika meninjau industri furnitur dan kerajinan rotan House of Rattan dan Yamakawa di Cirebon, Sabtu (3/11).

Ekspor industri furnitur di tahun 2015 mencapai USD1.71 miliar, pada tahun 2016 USD1.61 miliar dan pada 2017 USD1.63 miliar. Sementara itu, nilai perdagangan furnitur dunia berdasarkan data CSIL pada tahun 2015, USD130 miliar, tahun 2016 USD131 miliar dan USD138 miliar di 2017.

Kinerja ekspor furnitur juga masih relatif kecil dibanding dengan potensi bahan baku yang ada. Seperti diketahui, Indonesia merupakan penghasil 85% bahan baku rotan dunia. Daerah penghasil rotan di Indonesia sebagian besar berada di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Dari 306 jenis rotan, saat ini baru 51 jenis yang termanfaatkan.

Untuk itu, Pemerintah berupaya mengoptimalkan potensi industri furnitur dan kerajinan melalui beberapa kebijakan, di antaranya dengan mendirikan Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu di lokasi Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah. Peningkatan kapasitas SDM terampil juga dilakukan dengan Program Pendidikan Vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.

“Mari sama-sama kita dongkrak industri ini karena pasarnya terbuka luas,” ajak Airlangga.

Menperin menyampaikan kepada para pengusaha mebel rotan di Cirebon serta Ketua dan Pengurus Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) bahwa potensi bahan baku rotan di Palu, Sulawesi Tengah harus dimanfaatkan optimal.

Terlebih Kemenperin telah membangun fasilitas Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) yang berlokasi di Kawasan Industri Palu. “Kita akan mengajak industri yang ada di Cirebon ke Palu untuk melihat sumber bahan baku dan minta sebagian proses awal produksi dipindahkan ke Palu,” ujar Airlangga.

PIRNas yang telah diresmikan dan beroperasi sejak 2014 ditujukan sebagai basis pengembangan rotan nasional, khususnya untuk desain dan teknologi produksi produk rotan. PIRNas juga dilengkapi dengan mesin-mesin dengan teknologi baru serta gudang penyimpanan produk. Dengan fasilitas yang ada, industri dari Cirebon dapat memanfaatkan fasilitas tersebut untuk memproduksi komponen di lokasi yang dekat dengan bahan baku.

“Industri dari Cirebon tinggal bawa pekerja dan mesin lain yang dibutuhkan, nanti di sini tinggal perakitan dan finishing. Dengan begitu, Cirebon bisa menjadi bagian dari rekonstruksi Palu,” tambahnya.

Ketua HIMKI Soenoto menanggapi positif pernyataan Menperin. Berdampingan dengan pemerintah, HIMKI berupaya membangun industri furnitur dan kerajinan sebesar-besarnya. Ia menyampaikan, permintaan Menperin merupakan bentuk hilirisasi sehingga pihaknya melihat terbukanya kemungkinan untuk merapat ke Palu.

“Tantangan ekspansi lagi-lagi SDM sehingga pekerja dari Cirebon akan dibawa ke sana untuk memberikan technical assistance kepada tenaga kerja baru di Palu,” ujar Soenoto.

Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, kebijakan pengembangan industri furnitur mendorong modernisasi peralatan furnitur dan pengolahan kayu, menarik investor baru bidang furnitur, fasilitasi keikutsertaan pelaku industri furnitur pada pameran baik di dalam maupun di luar negeri, penyiapan konsep sistem logistik bahan baku nasional, serta pemberian fasilitas insentif pajak kepada industri furnitur.(ril/sabar)

CATEGORIES
TAGS