Pengembaraan Itu Tiada Akhir
Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi
MANUSIA sebagai makhluk ciptaan Tuhan selalu melakukan pengembaraan hidup dalam kondisi apa pun. Begitu pula binatang melakukan proses pengembaraan demi eksistensi kehidupannya dalam habit di mana tinggal, hidup, dan berkembang biak.
Pengembaraan manusia dilakukan melalui proses spiritual, intelektual, dan material agar eksistensi diri dan kelompoknya sebagai makhluk sosial atau sebagai makhluk ekonomi dapat hidup layak, maju, dan berkembang. Dalam proses pengembaraannya, manusia selalu dipandu oleh keimanannya kepada Tuhan Sang Pencipta, kapasitas nalar, dan nuraninya. Bahkan, ketika titik keseimbangan antara iman, nalar dan nuraninya terganggu dan mengalami distorsi serta dekadensi, boleh jadi proses pengembaraan hidup manusia terpandu oleh hawa nafsu.
Tujuan pengembaraannya yang semula sangat luhur untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Tuhan dan manusia, menjadi tercemar dan rusak. Dan jika tidak berhasil dikontrol akan berakibat fatal bagi proses pengembaraan yang sedang berjalan.
Bangsa dan negara ini juga sedang bekerja melakukan daya upaya untuk terus melakukan pengembaraan agar cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dapat terwujud. Prosesnya panjang dan berliku. Hampir tidak ada proses yang dilaluinya lurus dan lempang di sepanjang waktu.
Adabnya harus dibangun dengan rasa percaya diri penuh iman yang tinggi bahwa masyarakat adil dan makmur akan bisa terwujud, meskipun tidak harus besok, lusa atau tahun depan. Maka dari itu, pengembaraan itu tidak boleh berhenti. Hanya Sang Pencipta yang bisa membunyikan peluit untuk memberhentikan pengembaraan manusia di muka bumi.
Yang Memimpin
Proses pengembaraan kita sebagai bangsa tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.Tetap harus ada yang memimpin dan ada pula yang harus rela untuk dipimpin, karena pasti tidak semua harus menjadi pemimpin. Memimpin pengembaraan Indonesia harus dilakukan dengan penuh amanah. Tetapi, tidak bisa dilakukan dengan sesuka hati, karena sudah diikat dalam sebuah perjanjian melalui konstitusi. Pengembaraan harus dijalankan dengan semangat musyawarah-mufakat. Tujuannya disepakati dan caranya pun juga harus disepakti bersama.
Setiap proses pengembaraan harus menghasilkan album kinerja yang bisa dilihat oleh seluruh komponen bangsa dalam setiap 5 tahun sekali. Hasilnya pasti tidak semuanya positif, bisa juga ada yang negatif. Yang positif dan bernilai material sebagian dapat digunakan untuk keperluan rakyat, untuk mencerdaskan kapasitas iman, intelektual, dan nurani. Pun harus bisa untuk menyehatkan jasmani dan rohaninya. Selain itu, harus dapat dinvestasikan untuk membangun infrastruktur.
Satu rupiah pun hasil yang sudah diraih haram dipakai untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan cara korupsi. Yang masih negatif dicatat dan direkam dengan baik dan benar.
Pada proses pengembaraan berikutnya harus bisa diperbaiki dan disempurnakan. Neraca kinerja kepemimpinan tidak boleh di-window dressing dengan alasan apa pun. Apa yang ada di baki debet dan di baki kredit harus ditampilkan apa adanya. Selisih antara yang tercatat di baku debet dan dibaku kredit harus menghasilkan surplus yang besar di baku debet. Ada surplus pangan, surplus energi, dan ada pula surplus ekonomi yang lain, yakni surplus neraca modal dan finasial, serta surplus neraca transaksi berjalan.
Pengembaraan Indonesia harus terus berjalan dan siapa pun yang memimpin harus bisa menjadi dirigen yang andal, karena prosesnya akan terus berjalan dan bisa dibilang never ending, kecuali Tuhan memang telah memutuskan bahwa proses pengembaraan manusia di muka bumi harus segera diakhiri. ***