Para Buruh Tegas Tolak Upahnya Dipotong untuk Tapera, Ini Pertimbangannya….
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Keputusan pemerintah memotong upah untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mendapat penolakan dari kalangan buruh atau pekerja.
Pemotongan upah diyakini tidak akan membawa manfaat bagi pekerja. Sebaliknya keputusan pemerintah soal Tapera hanya akan mengurangi pendapatan para buruh.
Pendapat tersebut disampaikan Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIPE) di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Henry Food Jebss.
Saat berbicara seperti dikutip dari Tempo pada Rabu 29 Mei 2024, Henry tidak yakin iuranTapera bisa kembali ke kantong para pekerja. Keyakinan itu berkaca pada kasus iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan di mana pekerja sulit mengajukan klaim.
Henry menduga wacana pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tapera hanyalah kedok pemerintah mengumpulkan dana masyarakat.
“Kami menduga ini cara pemerintah untuk menutup defisit APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Ini tidak ada manfaatnya untuk buruh,” ujarnya.
Alih-alih mempermudah pekerja membeli rumah, Henry menilai tindakan pemerintah memotongan upah untuk Tapera justru akan mempersulit kehidupan buruh. Pendapatan pekerja dipastikan berkurang lantaran dipotong untuk Tapera.
Merampok Uang Buruh
“Kebijakan potong gaji untuk Tapera dilakukan di tengah situasi buruh yang dihadapkan dengan persoalan upah murah,” kata Henry.
Di sisi lain, biaya hidup semakin mahal. Henry bercerita, tahun ini upah buruh di IMIP hanya naik Rp75 ribu. Sementara, biaya sewa tempat tinggal kenaikannya mencapai Rp250 ribu hingga Rp350 ribu. Belum lagi kebutuhan pokok, seperti beras, yang harganya juga ikut naik.
“Buruh belum bisa menabung. Ini kebijakan yang memaksakan. Istilah kasarnya, merampok upah buruh,” kata Henry.
Penolakan juga datang dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Darah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan seharusnya iuran Tapera bersifa sukarela. Jika pemotongan upah dijadikan wajib, Irsad menilai Tapera justru akan menyulitkan buruh.
“Mengikuti program Tapera, yang pada dasarnya potong gaji dan atau iuran, seharusnya bersifat sukarela. Sasarannya adalah buruh yang memang kesulitan memiliki rumah,” katanya.
Saat memberikan pernyataan yang dikutip pada Selasa 28 Mei 2024, Irsad menegaskan potongan gaji untuk program Tapera memberatkan buruh. Pasalnya selama ini upah buruh sudah dipotong untuk program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Potongan untuk iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, jaminan hari tua atau dana pensiun mencapai 4 persen dari upah,” ujar Irsad.
Dalam hitungannya, jika ditambah potongan Tapera sebesar 2,5 persen, total upah buruh yang dipotong sebesar 6,5 persen. Irsad menuturkan jumlah tersebut sangat besar bagi buruh. Belum lagi tidak ada jaminan uang Tapera akan kembali ke pekerja. Hal ini berkaca pada kasus Jiwasraya.
“Sesungguhnya, Tapera yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji, di mana 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan dan sisa 2,5 persen ditanggung oleh pekerja atau buruh, akan pula memberatkan pengusaha lantaran pengusaha telah pula membantu iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan,” tutur Irsad. (sabar)