Novel Menuntut Permintaan Maaf Polri Ditulis pada Bentangan Baleno

Loading

075552800_1430585730-Serah_
JAKARTA, (tubasmedia.com)- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang distatuskan sebagai tersangka oleh Penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait kasus penganiayaan di Bengkulu 11 tahun silam (2004), mulai mengadakan perlawanan.

Dalam gugatan Pra-Peradilan, Novel menuntut agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum Bareskrim Polri untuk membayar ganti rugi satu rupiah.

Perlawanan itu, selain tuntutan ganti rugi senilai satu rupiah itu, Novel juga menuntut agar Kepolisian cq Bareskrim Mabes Polri meminta maaf pada dirinya dan keluarga.

Syaratnya, permohonan maaf itu harus ditulis pada bentangan balino bertuliskan “Kepolisian RI memohon maaf kepada Novel Baswedan dan keluarganya atas penangkapan dan penahanan yang tidak sah”. Balino ini harus dipasangkan di depan seluruh kantor polisi agar masyarakat tahu sekaligus sebagai pembelajaran bagi Polri.

Menjawab pertanyaan mengapa menuntut ganti rugi hanya satu rupiah, menurut Isnur karena tujuan kliennya itu bukan untuk mencari uang tapi hanya mencari keadilan.

Selain itu juga agar terhindar dari sifat menggampangkan. “Sebab jika dituntut bayar ganti rugi Rp 1 miliar buat polisi gampang. Tapi mencari uang satu rupiah polisi bisa pusing,” jelas Isnur dengan nada serius.

Mengadakan perlawanan karena Novel merasa teraniaya atas penangkapan dan penahanan yang dilakukan Penyidik Bareskrim Mabes Polri tidak sesuai prosedur dan etika hukum.

“Institusi Polri itu sedang kita gugat melalui Pra-Peradilan dan gugatan itu sudah kita daftarkan Senin (4/5/15) lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Muhammad Isnur salah satu anggota kuasa hukum Novel, menanggapi konfirmasi tubasmedia.com, Selasa (5/5/15) di Jakarta.

Kasus yang dipersangkakan terhadap Novel itu terkait kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004 silam. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu.

Ketika kasus ini diangkat ke permukaan dan tindak lanjut penyelidikan akan menangkap Novel yang sudah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) langsung membekukan.

Alasan SBY tidak ingin terjadi gesekan antara Polri dengan KPK. Karena saat itu pula penanganan kasus Simulator SIM yang melibatkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka utama.

Fakta hasil penyidik KPK Novel, oleh majelis hakim Tipikor Jakarta dinyatakan Djoko Susilo terbukti melakukan kejahatan korupsi dan oleh karena itu kepada yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara 12 tahun.

Tidak berhenti pada kasus Djoko Susilo. Namun kasus Novel yang sudah puluhan tahun silam itu juga kembali dihidupkan setelah KPK menyidik kasus korupsi yang melibatkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Saat itu polisi memprioritaskan penanganan kasus dengan mempercepat proses pemberkasan. Pada Jum’at (1/5/15) dini hari Novel ditangkap paksa dari rumah kediamannya di Kelapa Gading Jakarta Utara.

Dini hari itu juga Novel langsung dibawa ke Bareskrim dan sesegera itu pula dengan pakaian tahanan warga orange, kedua tangan diikat diusung ke tahanan Mabes Brimob Kelapa Dua Depok untuk diterbangkan ke Bengkulu dengan maksud mengadakan rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP).

Namun Novel menolak dilibatkan rekonstruksi selain karena tidak ada dalam berita acara penyidikan juga karena tidak didampingi pengacara.

Tim Pengacara menilai penanganan kasus tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap penyidik KPK yang sedang menangani kasus Budi Gunawan. Kini Budi Gunawan menjabat sebagai Waka Polri. (marto tobing)

CATEGORIES
TAGS