Naik Dango, Apresiasi terhadap Padi
PONTIANAK, (tubasmedia.com) – Padi memberi penghidupan kepada masyarakat Dayak Kanayatn. Warga masyarakat memberikan aspirasi terahadap padi sejak menanam, memanen, hingga menyimpan padi yang diatur menggunakan ritual adat yang disebut Naik Dango.
Ritual itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Nek Jubata (Sang Pencipta) atas hasil panen. Padi dipercaya memiliki semangat atau roh. Padi begitu penting dalam kehidupan sebagai sumber makanan, sehingga diperlakukan selayaknya manusia yang ditimang dan disayang dengan iringan alunan nyanyian serta peralatan musik tradisional.
Di Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, belum lama ini ratusan warga Dayak Kanayatan berkumpul di halaman rumah rumah adat khas suku Dayak, Rumah Radakng Aya’ Landak.
Penari itu mengantarkan padi hasil panen yang masih bertangkai ke lumbung, yang disebut sebagai dango. Setelah tiba di dalam lumbung , dilanjutkan dengan ritual inti memanjatkan doa dengan mantra.
Menurut Vinsentius Syaidina Lungkar, Temanggong Binua Landak, dalam tradisi yang murni, Naik Dango sebagai sarana interaksi masyarakat Dayak Kanayatn dalam kehidupan masyarakat pada suatu wilayah yang disebut kampong. Naik Dango bisa dilaksanakan bila panen sudah selesai.
Menurut mitologi Dayak Kanayatn, jika belum semua masyarakat panen, tetapi sudah melaksanakan Naik Dango, diyakini memanggil semangat atau roh padi yang dimiliki salah satu warga yang belum panen. “Hal itu membuat sial dan diyakini hasil panen pada tahun berikutnya bisa berkurang. ” kata Syaidina.
Dalam tradisi nenek moyang Dayak Kanayatn, Naik Dango diawali dengan pertemuan antar penduduk di kampong sehabis panen . Pertemuan dilaksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan ritual itu diselenggarakan.
Ritual Naik Dango tetap dipertahankan, tetapi dengan kemasan acara yang berbeda dan sebagai sarana pemersatu.Dalam perkembangannya, ritual Naik Dango yang dulunya hanya diselenggarakan di kampong, sekarang diikuti perwakilan dari Kabupaten Landak, Mempawah, dan Kubu Raya. Jumlahnya ada puluhan kelompok perwakilan beranggotakan ratusan orang.
Saat ini rangkaian ritual Naik Dango diselingi dengan perlombaan tradisional, antara lain pangka’ gasing, menumbak, dan menyumpit. Selain itu, ada perlombaan nyanyi lagu-lagu tradisional serta pemilihan Dara Cega’ Bujakng Tarigas, artinya dara yang cantik dan pria yang tampan semacam kontes adat yang diikuti kalangan muda Dayak.
Ketua Umum Dewan Adat Dayak Kabupaten, Lubis mengatakan, tradisi Naik Dango menjadi sebuah kegiatan tahunan yang terkoordinasi sejak 1985. Dalam konteks saat ini, pelaksanaan Naik Dango sebagai sarana pemersatu masyarakat Dayak khususnya Dayak Kanayatn. Selain itu, menjadi sarana meningkatkan pariwisata di Landak. (edi s)