Mengubah “Cost Center” Menjadi “Profit Center”
Oleh: Fauzi Aziz
HASIL litbang pada dasarnya dapat dipandang sebagai ekuitas intelektual yang masih perlu dikapitalisasi nilai asetnya melalui bursa teknologi dan inovasi agar memiliki nilai pasar.
Proses semacam ini hakekatnya adalah merupakan langkah transformatif yang harus ditempuh untuk mengubah kekayaan intelektual menjadi kekayaan material yang cost recovery-nya dapat terbayar dalam satu siklus daur hidup ekonomi industri.
Kita tahu dan menyadari bahwa kegiatan litbang bersifat cost center, yang memilki potensi besar untuk diubah menjadi profit center melalui proses aksi korporasi.
Aksi korporasi dengan melantai di bursa teknologi dan inovasi produk dan layanan dari hasil litbang menjadi media bisnis sebagai pembuka jalan bagi transformasi nilai dari lembaga-lembaga litbang industri pelat merah yang selama ini dinilai kurang berperan secara optimal dalam proses transformasi ekonomi industri di dalam negeri.
Lembaga litbang pelat merah harus keluar dari zona nyaman dan sekaligus harus keluar dari zona merah atau zona tidak aman agar tidak terlikuidasi oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan down sizing karena dinilai tidak proper dan kurang berhasil mengkapitalisasi aset yang dibangun melalui investasi pemerintah.
Beberapa lembaga litbang industri yang sudah mendapat status sebagai Badan Layanan Umum (BLU) adalah merupakan sebuah pengakuan obyektif dari pemerintah cq kementrian keuangan karena dipandang proper untuk melakukan aksi korporasi meskipun belum diizinkan untuk melakukan aksi profit taking dalam melakukan upaya transformasi nilai. Keluar dari zona nyaman dan dari zona tidak aman atau zona merah harus di-breaktrough dengan memberi peluang kepada lembaga yang sudah berstatus BLU untuk melakukan aksi korporasi agar bisa memasarkan produk teknologi, inovasi, layanan secara komersial. Mekanisme bisnisnya bisa dilakukan dengan melakukan kolaborasi dan aliansi dengan perusahaan manufaktur global atau nasional termasuk dengan BUMN/BUMD.
Penulis mendorong Balai Besar Litbang Industri Agro yang sudah berstatus BLU melakukan aksi korporasi dengan BUMN perkebunan untuk pengembangan produk yang pasar internasionalnya sangat captive. Prospektus kerjasama investasinya bisa dibuat dan ditawarkan kepada mereka.
Tidak mudah, tapi harus dimulai karena pengembangan industri agro menjadi skala prioritas nasional. Inilah revolusi industri yang diinisiasi oleh lembaga litbang industri yang melakukan transformasi nilai ke dalam sistem industri melalui mekanisme bisnis sebagai usaha rintisan (pioner).
Pandangan dan pikiran ini muncul karena banyak faktor yang penulis pertimbangkan. Di antaranya: 1). Pembelanjaan dan pembiayaan yang mampu disediakan oleh pemerintah untuk mendukung kegiatan yang bersifat cost center semakin terbatas. Dan kecenderungannya proses cost recovery agar bisa ditutup sendiri oleh entitas yang secara ekonomis telah mampu meng-creat income dalam jumlah yang tidak kecil, hanya saja belum dibolehkan meng-creat profit.
BLU dapat dipandang sebagai sasaran antara untuk menuju terbentuknya entitas bisnis baru yang dapat melakukan aksi korporasi secara komersial. 2).Fondamental ekonomi harus dibangun melalui proses rantai nilai yang saling terintegrasi satu sama lain secara bisnis sesuai dengan kompentensi intinya, sehingga proses invention harus bertransformasi nilai secara komersial melalui pengembangan investasi, industri dan bisnis.
Menara Gading
Dengan perkataan lain lembaga litbang industri yang hidup dalam entitas industri tidak boleh bekerja di menara gading, tetapi harus landing di ranah investasi dan bisnis, dimana BLU mempunyai peluang untuk bertransformasi diri ke dalam proses rantai nilai yang lebih dalam, yakni masuk menjadi investor industri dan menjalankan bisnis sesuai kompetensi intinya.
Dalam hubungan ini berarti bahwa lembaga litbang industri dapat melakukan inkubusi internalnya secara mandiri untuk meningkatkan portofolio lembaganya sebagai bagian dari entitas ekonomi, industri dan bisnis.
3).Masih perlu dicermati bahwa dewasa ini tengah terjadi kecenderungan yang dapat kita anggap sebagai paradigma baru bahwa karena menunggu hasil teknologi di laboratorium memakan waktu lama, maka open innovation menjadi ramai.
Konon, perusahaan global di seluruh dunia sangat sadar bahwa collaboration dengan usaha rintisan menjadi penting dan strategis. Globalization yang di masa lalu adalah outsourcing, mencari tempat yang murah untuk memproduksi barang dan jasa, kini globalization adalah localization.
Misinya adalah bagaimana memanfaatkan kemampuan lokal sebaik-baiknya agar dapat memenangkan persaingan global. Peran localize leader jadi sangat penting. Sudah nggak zamannya lagi menyewa expatriate untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah mampu dikerjakan di dalam negeri.
The more the world become global, the more local capabilities matter. Inilah peluang dan tantangan yang harus direspon oleh lembaga litbang industri. Now, aksi korporasi menjadi penting dan kalau terlambat merespon paradigma baru tersebut, maka gagallah keluar dari zona tidak aman atau zona merah sebagai warga rumpun industri.
4). Dalam konsep tentang pembentukan Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) untuk mendukung pembiayaan pembangunan sektor infrastruktur, industri, pertanian dan maritim ada sebuah tawaran pemikiran konsep pembiayaan yang akan ditangani oleh LPPI.
Cukup menggugah semangat untuk membangun industri nasional yang mengandalkan pada upaya penguatan ekuitas industri yang dimulai sejak tahap inisiasi, R&D, market and business strategy, product development, dan market testing. Sementara itu, untuk komersialisasinya menuju ke pasar global akan didukung pembiayaannya oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang sudah lama terbentuk dan beroperasi hingga kini.
Jika LPPI terlahir dan konsepnya tetap seperti itu, maka lembaga litbang industri tidak akan lagi dibiayai melalui APBN, tapi dapat mengakses pada sumber pembiayaan yang disediakan oleh LPPI. Dan ini berarti bahwa dorongan untuk menjadikan lembaga litbang industri agar menjadi ladang industri dan bisnis yang incomable dan profitable terbuka luas.
Dari semua pemikiran, dan dasar pertimbangan yang penulis sampaikan tersebut, maka semakin yakin bahwa akan terjadi perubahan struktural dalam sistem pengelolaan lembaga litbang industri, yaitu bergeser dari unit cost center menuju entitas industri dan bisnis yang profit center. Maka dari itu, aksi korporasinya harus dimulai dari sekarang dan bilamana perlu diberikan rating kinerjanya yang disebarkan ke ruang publik.
Pemerintah bisa membentuk bursa teknologi dan inovasi produk dan layanan untuk menjadi lembaga intermediasi antara korporasi yang bergerak di jasa litbang teknologi dan inovasi produk dan layanan dengan perusahaan industri atau dengan investor/venture capital untuk membangun industri rintisan.
Fasilitas super deduction tax semoga saja dapat menjadi stimulus yang akan membuat perusahaan gobal dan perusahaan nasional untuk melakukan kolaborasi dengan perusahaan jasa litbang industri di dalam negeri yang kompeten dan berkinerja baik in the real market. (penulis adalah pemerhati masalah ekonomi dan industri).