Mengendalikan Impor Pangan Lindungi Lahan Pertanian Produktif

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Untuk mengendalikan impor pangan, pemerintah harus melindungi lahan pertanian produktif, meningkatkan riset dan pengembangan (laboratorium pertanian), serta membantu petani dalam pengadaan benih unggul dan pupuk. Program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian akan mampu meningkatkan produksi jika didukung kebijakan yang propetani.

Begitu dikemukakan pengamat dan pelaku ekonomi, Soehari Sargo, M. Kosasih, dan Rudy Ersan, menjawab pertanyaan tubasmedia.com berkaitan dengan pernyataan Bappenas, baru-baru ini, yang mengemukakan, impor pangan melonjak pada masa Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dibandingan dengan pada masa KIB I.

Pengamat industri, Soehari Sargo, mengatakan, impor meningkat karena konsumsi lebih besar. Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat sementara diversifikasi pangan belum berhasil, seperti yang diharapkan. Pada sisi lain, alih fungsi lahan pertanian produktif, terutama sawah, masih terjadi, baik dalam bentuk perumahan maupun industri.

Ia mengatakan, dulu di beberapa daerah, bahan pangan utama bukan beras, tapi sagu dan jagung. Sekarang, semua penduduk sudah bergantung pada beras, sehingga kebutuhan akan komoditas itu meningkat. Maka, sangat perlu dikumandangkan kembali diversifikasi pangan agar tidak semua penduduk bergantung pada beras.

Dikemukakan, lahan pertanian produktif harus dilindungi oleh undang-undang supaya tidak dialihfungsikan dengan alasan apa pun. Beberapa negara, umpamanya, Thailand dan Jepang, benar-benar melindungi lahan pertanian produktif. Lahan pertanian dilindungi undang-undang. Cara demikian harus kita adopsi agar produktivitas lahan pertanian tetap terjaga.

Selain itu, prasarana dan sarana pertanian harus mendapat perhatian. Jangan sampai terjadi, kita memperluas lahan pertanian, tapi tidak didukung oleh pengairan yang memadai. Dalam pembangunan, termasuk sektor pertanian, kita harus berpegang pada tiga syarat, yakni efisiensi, berkelanjutan, dan mandiri.

Ia mengatakan, ketahanan pangan yang kita butuhkan adalah yang berdaulat, tidak bergantung pada negara lain. Maka, kemandirian harus menjadi salah satu tujuan pembangunan sektor pertanian. Dalam hal ini, patut dikembangkan pertanian berkelanjutan guna mendukung lingkungan. “Pada awalnya, keputusan membangun hendaknya berdasarkan efisiensi,” kata Soehari Sargo.

Potensi Pertanian

Sementara itu, M. Kosasih, Ketua Koperasi Industri Komponen Otomotif (KIKO) Indonesia, berpendapat, jalan terbaik untuk mengendalikan impor adalah memberdayakan potensi pertanian serta penegakan hukum. Kuncinya ada di tangan pemegang kebijakan.

Dalam hal ini, pemberdayaan potensi dimaksud juga berkaitan dengan bidang lainnya, misalnya, pembangunan irigasi, industri pupuk, dan peralatan pertanian lainnya. Dengan demikian, dimulai dari proses pembibitan hingga pascapanen, harus menjadi perhatian pemerintah.

Dikemukakan, pendampingan petani, termasuk dalam peningkatan SDM petani, tetap diperlukan agar makin banyak orang yang tertarik menggeluti pertanian. Jangan dilupakan pula pendampingan dalam memperluas pasar, supaya harga jual tetap menarik.

Ia juga berpendapat, bantuan modal untuk pengolahan lahan tetap diperlukan. Dalam hal ini sebagian dana yang berasal dari corporate social responsibility hendaknya disalurkan kepada para petani. Kepedulian untuk meningkatkan produktivitas akan mampu menghindari kita pada ketergantingan pangan pada negara lain.

Bibit Lokal

Rudy Ersan, Pimpinan Blue Green Economy Daerah Terbarukan, yang punya program mendorong pertanian organik, mengatakan, ketergantungan pada impor juga terjadi karena kurangnya kepedulian pada bibit/benih lokal, serta tidak berkembangnya riset dan pengembangan pembibitan nasional. Jadi, kuncinya, sadar bibit lokal yangg digarap dengan konsep pertanian organik, supaya kualitasnya tinggi dan bisa bersaing dengan produk impor.

Dikatakan, pemerintah harus konsentrasi melakukan riset pertanian dengan sungguh sungguh dan tentu saja diawasi secara ketat agar hasil riset itu tidak sampai jatuh ke tangan pihak lain. Selain itu, diperkuat balai semai dan dikampanyekan pertanian organik sebagai upaya memperbaiki unsur hara tanah. Kita harus me-recovery bumi dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik cair dan kompos/kandang.

Ia mengatakan, kombinasi penggunaan kedua jenis pupuk itu sudah dilakukan oleh Blue Green Economy dalam penanaman cabai dan hortikultura. “Kami juga akan kampanyekan penanaman 1 miliar batang cabai untuk mengisi pasar dalam negeri dan mancanegara. Kita akan buat gerakan tanam cabai pembibitan nasional ROAH (Rawit Organik Alam Hijau),” katanya.

“Mari kita bangun kedaulatan pangan dari halaman rumah dan akan menjadi kekuatan besar. Konsepnya bukan di tanah saja, tapi juga di pot agar jutaan rumah dapat memiliki kedaulatan pangan di halaman rumahnya,” tambahnya. (ender)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS