Mekanisme Pasar Seliberal Apapun Tetap Harus Dikontrol atau Dikendalikan
Oleh: Fauzi Azis
PERTAMA, mengapa pasar selalu mengalami fluktuasi dan gejolak. Jawabnya, itulah hukum pasar bekerja. Di pasar selalu ada fenomena dan dinamika, ada persoalan perilaku sentimen, baik yang positif maupun negatif serta ada pula tangan-tangan yang tidak nampak yang ikut bekerja. Konon mereka ini adalah yang mempunyai kekuatan bisa menciptakan keseimbangan alami.
KEDUA, sebenarnya jika kita jujur, keseimbangan pasar itu tidak pernah terbentuk secara permanen dan berlangsung dalam kurun yang panjang. Fluktuasi dan gejolak adalah pertanda terjadi ketidakseimbangan dinamis dan pada saat yang cepat dapat terjadi perubahan ke arah situasi baru yang membentuk keseimbangan dinamis.
Inilah pertanda ada kahidupan yang cukup bergairah di pasar. Jika malah terjadi keseimbangan statis maka yang demikian itu malah boleh jadi pasar menjadi tidak menarik. Atau tanpa ada fluktuasi dan gejolak pasar boleh jadi malah bisa seperti berjalan dalam lorong panjang yang lurus tak berujung sehingga membosankan.
Para penjaga pasar dapat menjadi kurang semangat dalam bekerja karena tidak ada ancaman dan tantangan. Ini memberikan gambaran bahwa kehidupan di pasar itu bersifat dinamis, penuh elanviita dan berharap selalu ada tantangan. Fluktuasi dan gejolak adalah bunga kehidupan yang mekar dan tumbuh di pasar. Aromanya kadang positif, kadang negatif.
Pasar memang begitu adanya dan selalu menjadi arena adu untung. Lihat saja bagaimana seluruh panca indra para petugas di bursa dan para pelaku pasar sepanjang 24 jam nyaris tidak pernah berhenti bergerak, meskipun aktivitas di bursa pada sore hari atau pada hari libur ditutup
KETIGA, sebab itu, pasar selalu bergerak dinamis, yang acapkali diwarnai oleh adanya fenomena dan dinamika, perilaku yang biasanya digerakkan oleh tangan-tangan tak tampak yang natural maupun memang sengaja digerakkan oleh manusia yang bermain di balik panggung, yang bertindak selaku pembuat skenario dan sekaligus dapat bertindak sebagai pelaku pasar.
Sebagai pelaku pasar biasanya mereka adalah yang mengendalikan mekanisme pasar dengan berbagai instrumen yang dimilikinya. Umumnya atraksi ini dimainkan pada arena terbuka di pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditas.
Dinamikanya Rendah
KEEMPAT, mereka itu nggak betah hidup dalam lingkungan pasar yang dinamikanya rendah di sepanjang waktu. Sebab itu, mereka butuh pasar yang liberal, terbuka dan tidak ada kontrol terhadap lalu lintas arus modal dan uang. Stabilitas makro ekonomi penting tapi tidak selalu menjadi kondisi lingkungan yang satu-satunya buat mereka bermain, meskipun bisa menjadi kebutuhan idial bagi pergerakan FDI dan kegiatan ekonomi lainnya.
Boleh jadi mereka akan meninggalkan pasar dan melakukan migrasi ke pasar lain yang membuat adrenalin-nya naik karena ada tantangan untuk melakukan aksi ambil untung dalam skala lebih besar. Meninggalkan pasar karena alasan tidak banyak ruang yang bisa dimanfaatkan untuk gelar aksi profit taking, aksi spekulasi dan manipulasi adalah hal yang biasa.
Oleh sebab itu, IMF bersabda agar negara emerging economy/emerging market meliberalisasi pasar uang dan pasar modalnya,serta menerapkan rezim devisa bebas. Tujuannya agar pelaku pasar bebas melakukan capital inflow maupun capital outflow tanpa ada check point pemeriksaan.
Mereka aktif karena pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditas adalah tempat bermain casino capitalism yang menantang buat mereka. Inilah sebuah fenomena dan dinamika serta perilaku khas yang berlangsung di ketiga pasar tersebut selama ini dan berlangsung di seluruh dunia.
Pembuat kebijakan ekonomi dipaksa menghamba untuk melayani kebutuhan pasar yang liberal, terbuka dan nggak mau dikontrol karena mereka menganggap pasar paling tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Akibatnya program-progam kesejahteraan kurang tertangani dengan baik.
KELIMA, karena itu berarti ada perilaku yang bersifat paradoks antara pembuat kebijakan ekonomi dan kepentingan pelaku pasar. Di satu pihak para pembuat kebijakan ekonomi, moneter dan keuangan selalu berusaha menciptakan stabilitas ekonomi dan pasar agar terjadi keseimbangan dinamis.
Terjadi Sentimen
Namun di lain pihak pelaku pasar lebih menyukai lingkungan yang mengalami ketidakseimbangan dinamis. Kita tahu perburuan yang mereka lakukan umumnya untuk investasi yang bersifat jangka pendek. Tindakan contracyclical yang dilakukan oleh otoritas moneter dan fiskal seringkali tidak selalu mampu mengatasi fluktuasi dan gejolak pasar. Kalaupun berhasil efeknya hanya sebentar, setelah itu, pasar akan kembali mengalami fluktuasi dan gejolak. Inilah yang penulis maksud bahwa fluktuasi dan gejolak pasar adalah sebuah fenomena dan dinamika pasar yang terus akan berlangsung.
Pergerakan di pasar selalu terjadi sentimen positif maupun sentimen negatif yang siklusnya cepat perubahannya. Contoh sederhana, jam 10.00 pagi IHSG masih rebound, tapi menjelang penutupan di sore hari karena ada sentimen negatif, IHSG bisa turun lagi. Begitu juga pergerakan nilai tukar mata uang bisa terjadi kondisi serupa.
KEENAM, sayangnya kekuatan intervensi pemerintah merespon gejolak pasar harus diakui memiliki keterbatasan sehingga ketidakseimbangan dinamis harus dicermati pergerakannya agar tidak bergerak liar dan tak terkendali.
Karena itu, tetap harus ada upaya untuk menggeser kearah terbentuknya keseimbangan permintaan dan penawaran. Tujuannya agar pergerakan fluktuasi dan gejolak pasar bisa berlangsung lebih landai. Pergerakan yang.sangat fluktuatif dan kadangkala menimbulkan gejolak cukup kuat, pasar bisa mengalami shock .
Kita berarti dihadapkan pada kenyataan bahwa mekanisme pasar yang sempurna sesungguhnya tidak pernah ada sehingga untuk itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk mewujudkan keseimbang dinamis dengan menggunakan instrumen moneter maupun fiskal.
Aksi jual dan disertai ada gerakan capital outflow di pasar yang fluktuatif dan bergejolak adalah hal yang biasa tapi harus tetap perlu dikontrol. Apalagi bila fluktuasi dan gejolaknya terjadi sangat dalam yang dapat menggoyahkan pilar-pilar fundamental ekonomi. Situasi semacam ini bisa terjadi karena faktor jenuh beli (over bought) dan jenuh untuk dimiliki (over owned) atau karena sebab lain, misal terjadi gonjang ganjing politik dan gangguan keamanan.
KETUJUH, dengan berbagai penjelasan tersebut di atas, maka Indonesia yang ekonominya sangat liberal tentu harus bisa hidup dan bertahan dalam lingkungan apapun apakah itu dalam kondisi perekonomian yang stabil ataupun dalam kondisi terbulensi.
Daya tahannya harus kuat.Sebab kalau tidak kuat akan mudah kebanting jika terjadi gejolak besar. Apa yang kita lihat? Tak lain adalah kita akan menyaksikan betapa fluktuasi atau volatilitas dan gejolak pasar pada skala kecil maupun besar akhirnya akan menjadi pemandangan sehari-hari.
Tindakan intervensi untuk menjaga keseimbangan pasar-pun akan menjadi realitas sehari-hari dengan tujuan agar pergerakan dinamika pasar tidak menjadi liar sehingga keseimbangan dinamisnya harus tetap terjaga.
Artinya bahwa mekanisme pasar yang seliberal apapun tetap harus dikontrol atau dikendalikan. Hingga penulis akhirnya punya pendapat bahwa sejatinya krisis ekonomi bisa terjadi karena praktek sistem ekonomi liberal yang menganut rezim devisa bebas yang perilakunya cenderung tidak mau dikontrol.
Setiap terjadi market failure, diyakini bahwa mekanisme pasar secara mandiri masih dapat mengatasi sendiri setiap terjadi market failure sehingga keyakinan idiologis Alan Greenspan pun bersumpah dan mengatakan bahwa pasar paling tahu apa yang terbaik dan pemerintah akan menjalankan tugasnya dengan baik apabila memberikan jalan.
KEDELAPAN, sekarang ini aktivitas ekonomi dan bisnis menghadapi tantangan berat akibat pandemi covid-19 yang menyebar di seluruh dunia. Permintaan agregat yang merupakan gabungan antara konsumsi, investasi dan ekspor turun drastis yang mengakibatkan sektor produksi terancam “kebangkrutan”.
Angka PMI manufaktur turun drastis pada angka sekitar 23,padahal sebelumnya masih berada pada angka 47.Angka terendah di Asia, menurut penjelasan menteri keuangan di depan Banggar DPR beberapa waktu yang lalu.
Mau tidak mau otoritas moneter dan fiskal harus melakukan intervensi maksimal untuk melakukan tindakan pengamanan dan penyelamatan perekonomian nasional untuk semua sektor formal maupun informal. Jelas ini butuh likuiditas yang sangat besar.
Oleh sebab itu, rasanya ini menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah menerbitkan PP nomor 1 tahun 2020 yang dalam pemberitaan terakhir telah ditetapkan menjadi Undang-Undang oleh DPR yang akan berlaku selama 3 tahun sejak tahun 2020 hingga tahun 2022.
Membebaskan Diri
KESEMBILAN, setelah pulih what next? Secara ideal mestinya terjadi sebuah arsitektur ekonomi yang baru yang bisa mengantarkan cita-cita ideal bangsa Indonesia membangun kemandirian untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi sehingga mampu membebaskan diri dari ketergantungan luar negeri.
Juga membutuhkan arsitektur politik yang baru yang mampu mengantarkan terwujudnya kedaulatan ekonomi agar sistem ekonomi nasional tidak dijadikan sapi perahan kekuatan asing. Menciptakan keseimbangan kekuatan ekonomi pasar yang terkelola agar terjadi keseimbangan dinamis antara pertumbuhan sektor riil dan sektor jasa dan antara investasi langsung dan investasi portofolio menjadi penting.
KESEPULUH, Investasi di sektor riil adalah hal penting yang perlu didukung oleh sektor jasa yang efisien. Pun juga perlu ada keseimbangan dinamis antara investasi portofolio dan investasi fisik di sektor riil.Investasi fisik langsung selalu membutuhkan ICOR yang rendah yang hingga kini belum bisa dipenuhi oleh pemerintah karena ekonomi Indonesia masih tetap high cost.
Pada kegiatan investasi kita tahu bahwa permintaan dana investasi berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga. Jika suku bunga naik atau tinggi, akan menjadi tidak banyak proyek-proyek investasi yang menguntungkan akan terealisasi. Akibatnya jelas permintaan barang dan jasa untuk kebutuhan investasi akan turun.
Pemulihan ekonomi harus dimulai dari investasi yang tinggi, sehingga diperlukan suku bunga rendah. Pemulihan ekonomi harus berangkat dari titik kurs rupiah yang kuat dan inflasi yang rendah. Berarti butuh stabilitas dan fundamental ekonomi yang kuat. Mendorong demand agregat jelas butuh dana besar untuk menstimulasi konsumsi, investasi
(investasi pemerintah maupun swasta) dan ekspor pasca pemulihan.
KESEBELAS, belum lagi untuk memulihkan kinerja sektor existing industri Manufaktur yang “lumpuh” dan nyaris “bangkrut”. Jelas Indonesia butuh likuiditas besar untuk kesemuanya itu. Skenario pembiayaan dan sumber dananya harus djelaskan secara transparan kepada publik. BoIeh jadi jika ada opsi privatisasi BUMN serta skuritisasi aset negara juga harus dijelaskan dengan transparan. Last resort bisa saja pemerintah dan OJK mengubah portofolio bisnis beberapa bank buku 3 dan 4 milik pemerintah dimerger menjadi bank investasi.
Indonesia setelah fase pemulihan ekonomi harus memiliki kerangka kerja konseptual baru di bidang politik maupun ekonomi. Mengapa terkait juga dengan bidang politik? Alasannya karena proses kebijakan hakekatnya dibentuk melalui proses politik yang baik dan tidak korup.
Reformasi ekonomi dan Restrukturisasi ekonomi menjadi keniscayaan untuk menjawab tantangan zaman. Kalau sekedar pulih, boleh jadi Indonesia hanya akan berputar-putar pada lingkaran ekonomi yang dipaksa harus bisa hidup dalam kondisi lingkungan yang sama seperti selama ini.
KEDUABELAS, pembangunan ekonomi ke depan tidak bisa lagi bersandar pada kebutuhan pragmatis, yaitu pertumbuhan adalah utang luar negeri dan modal asing. Kemudian logika kebijakannya diserahkan penuh pada mekanisme pasar melalui liberalisasi dan deregulasi. Bermain akrobat kebijakan dengan semangat trial and error harus dicegah karena hanya boros menggunakan sumber daya hasilnya tidak ada.
Ingat 16 paket kebijakan ekonomi harus dijadikan pelajaran berharga. Arah ke depan yang akan kita tuju adalah sebuah kondisi dimana kemakmuran sebuah bangsa dicapai berbasiskan kekuatan rakyat yang berdaya dan bisa menghidupinya, dan inilah esensi bahwa value added adalah inti dari pembangunan kemakmuran ( Amartia Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998).
Konsep pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi rakyat untuk mengembangkan sesuatu yang sesuai pilihannya. Terkait dengan ini yang kita butuhkan adalah regulasi, pembinaan dan pengembangan serta stimulus moneter dan fiskal untuk membangun kekuatan ekonomi nasional yang kuat dan mandiri. Sekarang ini kita bergerak ke arah yang tidak tepat, yaitu justru mengobral deregulasi dan stimulus untuk modal asing yang harusnya berperan hanya sebagai pelengkap. (penulis pemerhati ekonomi dan industri, tinggal di Jakarta)