Lestarikan Pewarnaan Alam, Kemenperin Gelar SWARNA FEST 2015

Loading

2_Swarna-Fest

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Penggunaan pewarnaan alam pada kain atau pakaian sedang menjadi tren dunia yang cukup banyak diminati karena memberikan kesan yang sangat lembut. Bahkan, kain batik dan tenun yang diproses dengan pewarna alam tidak hanya menghasilkan warna yang khas namun juga memiliki nilai budaya yang tinggi.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus memperkenalkan, mengembangkan, dan mempopulerkan pewarnaan alam sebagai bentuk kearifan budaya lokal Indonesia untuk dunia melalui penyelenggaraan SWARNA FEST 2015. “Kekayaan sumber pewarna alam yang melimpah di Indonesia merupakan warisan budaya nenek moyang yang harus dilestarikan dan terus dikembangkan,” kata Dirjen IKM Euis Saedah pada Konferensi Pers SWARNA FEST 2015 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (13/10).

SWARNA FEST 2015 akan diselenggarakan pada tanggal 6 – 7 November 2015 di Pantai Nembrala, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Kegiatan yang akan dibuka secara resmi oleh Menteri Perindustrian dan Bupati Rote Ndao, diikuti berbagai pelaku industri kecil dan menengah, pengrajin, desainer fesyen, serta praktisi yang berkecimpung dalam serat dan warna alam Indonesia.

Acara tersebut juga akan diisi dengan beragam kegiatan mulai dari pameran, seminar, dan fashion show. “Selain itu, akan diadakan juga kegiatan workshop tenun dengan menggunakan alat tenun gedogan yang diharapkan dapat meraih rekor MURI untuk proses penenunan terbanyak dalam satu waktu dengan pemanfaatan pewarna alam,” tutur Euis.

Ia mengatakan, kain tradisional Indonesia sejatinya adalah wastra yang ditenun sendiri dan diproses menggunakan pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Bahan-bahan pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan dapat diambil dari daun, kulit pohon, kayu pohon, bunga, buah, biji buah, kulit buah, dan akar.

“Zat yang terkandung pada tumbuhan tersebut bisa menghasilkan beragam macam warna, misalnya warna biru dihasilkan dari daun nila atau tom dan indigofera. Sedangkan, warna kuning dari kayu nangka dan kayu tegeran, warna coklat dari kayu tingi, warna kemerahan dari secang, serta masih banyak lagi tanaman yang dapat digunakan,” papar Euis.

Pada tahun ini, SWARNA FEST akan menyoroti spektrum warna rumput laut sebagai salah satu alternatif pewarna alam yang menghiasi tenunan para wanita dari Rote dan Ndao. Sebelumnya, SWARNA FEST 2013 telah memperkenalkan tenun tradisonal Alor dengan pewarnaan biota laut di Alor Nusa Tenggara Timur. Sementara pada SWARNA FEST 2014, Bali dipromosikan sebagai rumah kreatif serat alam, sutera dan tenun yang diselenggarakan di Bali Creative Industry Center, Tohpati, Denpasar.

“Kami punya mandat di Undang Undang Perindustrian untuk melakukan Green Industry. Namun, jika kita bicara mengenai industri yang merupakan rantai nilai dan rantai pasok, menjadi green saja ternyata belum cukup. Sistem secara keseluruhan harus bisa diupayakan menjadi ethical, dimulai dengan fesyen yang etis di ajang SWARNA FEST,” tegas Euis. (ril/sabar)

TAGS