KTM WTO Tiupkan Angin Sorga

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

INILAH berita besar di media nasional yang selalu memberikan informasi penting tentang jalannya Konferensi Tingkat Menteri WTO IX di Bali (3-6 Desember 2013). Angin surganya adalah jika KTM tersebut berhasil, maka hitung-hitungannya secara agregatif perdagangan dunia akan bisa bergulir mencapai USD 1,2 triliun dan menambah lapangan kerja bagi sekitar 21 juta orang yang sebagian besar adalah penduduk negara-negara berkembang dan negara miskin.

Tidaklah mengagetkan target tersebut karena keyakinan para penganut sistem ekonomi liberal dan perdagangan bebas memang seperti itu resepnya, yang hingga sekarang diyakininya tetap valid sejak guru besarnya Adam Smith mendeklarasikannya di abad yang lampau. Apa ada manfaatnya KTM para menteri WTO di Bali memaksakan agar paket Bali berhasil dengan luar biasa.

Prestasi itu memang penting, tapi apakah Indonesia yakin bahwa jika perdagangan dunia akan bisa mencapai sekitar USD 1,2 triliun, Indonesia akan menerima manfaat yang optimal. Pertanyaannya yang lain adalah apakah jika mimpi besar itu terjadi, Indonesia akan berhasil mengatasi problemnya yang paling fondamental, yakni amannya neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran nasional di saat sistem internal kita gampang demam karena high cost?

Pengalaman selama ini tidak pernah kita lihat hasil analisanya. Yang paling sering terjadi setelah ada kesepakatan, maka di dalam negeri terjadi hiruk pikuk yang nuansanya selalu pro kontra. Angka USD 1,2 triliun adalah sangat besar. Kita harapkaan pemerintah dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa berapa besar nilai ekspor dan impor Indonesia yang akan dapat diraih dari 1,2 triliun dolar AS.

Neracanya akan surplus atau sebaliknya defisit. Jelaskan kepada seluruh masyarakat tentang kebijakan dan strategi yang akan dijalankan agar Indonesia mendapat nilai lebih dari adanya kesepakatan WTO di Bali. Yang kita harapakan adalah keberhasilan di Bali bagi kepentingan Indonesia bukan karena kita sukses menjadi Event Organizer yang baik, tapi kita harapkan keberhasilannya karena Indonesia mampu melakukan transformasi mengenai tatanan baru dalam penyelenggaraan perdagangan multilateral yang lebih selaras dengan semangat yang tidak membangkrutkan tatanan sosial yang humanistik dan demokratis.

Indonesia sebagai bangsa dan negara yang menjunjung tinggi nilai sosial yang humanistik sangat berkepentingan dengan itu. Karena itu, semestinya delegasi Indonesia harus punya sikap seperti India yang secara ekonomi posisi sektor pertaniannya sangat rapuh. Tidak perlu menjadi good boy, tapi setiap langkah yang ditempuh di setiap perundingan harus selalu mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan ketimbang aspek ekonomi semata.

Indonesia sekarang ini perlu melakukan langkah konsolidasi dan re-alokasi sumber daya setelah kita hampir 15 tahun sejak tahun 1998 dipaksa oleh IMF untuk meliberalisasi pasar domestiknya demi kelancaran arus barang impor masuk ke Indonesia.

Opini ini lebih suka kalau KTM para menteri WTO tidak memaksakan untuk melakukan kesepakatan.Lebih baik kalau semua delegasi membuat deklarasi bahwa tatanan perdagangan multilateral sudah waktunya harus dikoreksi dan memberikan kesempatan kepada semua negara anggota untuk berbenah mengefisienkan sistem ekonomi nasionalnya masing-masing.

Perdagangan global tetap berlangsung seperti biasa dan masing-masing negara diharapkan dapat menjamin kelancarannya. Pengamanan kepentingan nasional diserahkan kepada masing-masing negara karena mereka diatur oleh konstitusi negaranya yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari aturan WTO.

Sekarang ini perdagangan dunia melemah karena banyak negara maju mengalami masalah dalam tatanan ekonomi domestiknya karena salah kelola, bukan disebabkan perundingan WTO macet. Karena itu, yang perlu mendapatkan perhatian dalam mengurus sistem ekonomi global adalah soal tata kelola. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS