Kroni Koruptor Berupaya Keras Melemahkan KPK

Loading

Oleh: Marto Tobing

Marto Tobing

Marto Tobing

SIAPA lagi yang terus berusaha sekuat tenaga untuk bagaimana caranya agar kekuasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin melemah kalau bukan maunya “kroni” para koruptor?

“Sudah pasti setidaknya secara tidak langsung kroni para koruptor itulah yang terus berupaya keras untuk melemahkan KPK, karena mentalitas mereka itu bagian yang tak terpisahkan masuk kategori orang-orang bermasalah, ” ujar Koordinator Forum Indonesia Untuk Tranparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Kadafi menanggapi Tubas adanya upaya berbagai pihak untuk melemahkan KPK.

Maka tidak heran jika upaya “pengembosan” atas kekuasaan KPK itu justru dilontarkan sejumlah elit politik baik dari luar maupun yang sedang duduk sebagai anggota DPR-RI. Padahal kehadiran KPK jelas adalah sebagai produk undang-undang yang dilahirkan oleh lembaga legislatif (DPR-RI) bersama lembaga eksekutif (pemerintah). Maksud dan tujuan dibentuk KPK untuk menyelamatkan keberlangsungan negeri ini dari kebangkrutan akibat ulah para penjahat “kerah putih”.

Namun dalam perjalanannya, gebrakan keberhasilan KPK dapat menemukan minimal dua alat bukti sebagai alas hak untuk memborgol setiap tersangka korupsi tanpa pilih tebang, ternyata jadi bumerang bagi sejumlah elite politik, elite penguasa dan pengusaha yang tentu saja jika merasa diri terkena sebut saja semisal meminta-minta uang THR ke SKK Migas. Mulailah para elite ini bermanuver bagaimana caranya membatasi gerak langkah KPK agar bisa selamat hingga tak perlu harus menggunakan pakaian rompi orange bertuliskan “Tahanan KPK”.

Maka kewenangan penyadapan yang selama ini digunakan KPK untuk melakukan tangkap tangan terhadap tersangka korupsi mulai dipersoalkan. Dalihnya penyadapan dinilai telah masuk kategori pelanggaran atas hak-hak asasi privasi seseorang kecuali telah lebih dulu dimintakan ijin dari pengadilan, KPK baru boleh menyadap.

Kemudian upaya mempreteli kekuatan gerak langkah KPK semakin digencarkan dengan usul agar undang-undang KPK direvisi dan saatnya dibentuk badan pengawas KPK. Terus saja semakin galak, sejumlah elite partai politik tertentu yang bermasalah juga dengan gencar menuding, tindakan penggeledahan rumah, kantor dan penyitaan aset para tersangka korupsi yang dilakukan KPK telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Namun dengan gesturnya yang begitu tenang, menanggapi semua cemohan yang dilontarkan para elite berkarakter “kompromistis” terhadap koruptor itu, Juru Bicara KPK Johan Budi hanya mengatakan, “Itu hak mereka.

Semua orang bebas berpendapat. Tapi jangan lupa semua tudingan yang dilontarkan itu harus dengan bukti-bukti yang akurat dong..” Sebab mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga tahap penuntutan langkah KPK selalu terukur dan konstitusional. Buktinya, setiap penyelidikan dengan menyadap komunikasi subjek hukum yang berstatus tercuriga, akhirnya tertangkap tangan saat bertransaksi kaitan kejahatan yang dipersangkakan oleh KPK.

Sedangkan saat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas asset tersangka korupsi, KPK selalu melibatkan para saksi antara lain Ketua RT setempat, pemilik atau penunggu rumah dan juga diawasi masyarakat umum termasuk media elektronik dan media cetak.

“Jadi tidak benar tindakan KPK di luar ketentuan prosedur KUHAP,” tandas Johan Budi. Soal kewenangan penyitaan barang bukti sedemikian agresif tentu saja KPK menggunakan payung hukum atas tersangka yang dijerat Undang-undang Pencucian Uang (UUPU).

Tujuannya agar asset yang dikuasai tersangka sedini mungkin oleh KPK diamankan untuk kepentingan pemberkasan barang bukti terkait hubungan kausalitas atas kejahatan korupsi yang dipersangkakan. Sebab KPK tidak mau kecolongan asset hasil korupsi itu keburu diamankan tersangka.

Soal perlunya dibentuk badan pengawas KPK, oleh Johan Budi dijawab sudah ada. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ke Pengadilan Tipikor cukup ketat meneliti profesionalisme kinerja KPK benar tidaknya fakta-fakta dan prosedur hukum yang diajukan di persidangan. “Kalau tidak benar hakim pasti bertindak seketika itu juga di ruang sidang pengadilan,” tegas Johan Budi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS