Koruptor Kalangan Birokrat Semakin Ketar-ketir

Loading

Oleh: Marto Tobing

Basrief Arief

Basrief Arief

KOMITMEN upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dicanangkan Jaksa Agung Basrief Arief langsung direspon oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kajari Jakut) Adil Wahyu Wijaya. Dampaknya dalam pengataman tubasmedia.com, para koruptor kalangan birokrat di instansi Walikota Pemerintahan Administrasi Jakut yang belum terjamah semakin ketar-ketir saatnya tiba pada giliran.

Mengetahui berkas perkara kejahatan korupsi yang terjadi di Perum PPS Kementerian Kelautan dan Perikanan atas nama tersangka Yazuar Mubarok selaku Kepala Divisi Pelayanan Aneka Jasa dan Kafrawi selaku Kasir Lapangan di Perum PPS tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) jadi topik percakapan lepas dikalangan birokrat setempat.

Kajari Jakut Adil sendiri telah enunjuk tiga orang jaksa penuntut umum masing-masing Siswandono, Saptono dan SM Rambe “bertempur” di ruang sidang PN Jakut untuk membuktikan dakwaannya. “Kedua tersangka sejak awal sudah kita tahan,” tegas Adil menanggapi tubasmedia.com tentang status kedua tersangka.

Adapun kejahatan yang dituduhkan, dana yang diterima sebagai pembayaran jasa dari para konsumen sebesar Rp 12.190.037.208 oleh tersangka Yazuar Mubarok tidak disetorkan ke kas Perum PPS. Begitu juga dengan tersangka Kafrawi sama nekadnya. Dana yang ditarik dari para konsumen sebesar Rp 175.668.074, oleh Kafrawi juga tidak disetorkan ke rekening Perum PPS.

“Kerja keras yang dilakukan Kasi Intel saya dan Kasi Pidsus saya tidak akan pernah berhenti,” ujar Adil merespon semangat pemberantasan korupsi kedua ujung tombaknya itu yakni Kasi Intelijen Badrut Taman dan Kasi Pidsus Hilman Azazi.

Kasus korupsi pertama yang ditindak lanjuti ke penyidikan terdapat PT. Dok Koja Bahari (DKB). Menurut Adil penyalahgunaan keuangan negara ini terjadi pada proyek pembangunan dok terapung dan pengadaan pelat baja. “Kedua proyek tersebut disamping tidak dilelang sesuai ketentuan juga dibuatkan dua kontrak. Padahal sesungguhnya bisa satu kontrak,” ujarnya.

PT. DKB (BUMN) sendiri sesungguhnya mempunyai anggaran untuk pelaksanaan kedua proyek. Namun demikian tetap saja ditunjuk PT. Intan Segara Karsa (ISK) untuk melaksanakannya. Akibatnya PT. DKB tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar dana proyek yang telah dilaksanakan PT.ISK. Namun bagi PT. ISK keterlambatan pembayaran tidak menjadi masalah. Kontraktor tersebut justru diuntungkan dengan keterlambatan itu. “Soalnya dalam perjanjian antara PT. DKB dengan PT. ISK disepakati oleh PT. DKB harus membayar denda setiap harinya jika terjadi keterlambatan,” ujar Adil.

Akumulasi dari denda itu membengkak sedemikian rupa sampai totalnya Rp 3 miliar. Namun yang dibayarkan PT.DKB baru Rp 500 juta. “Diduga kontrak ini termasuk bagian dari strategi pihak PT. DKB dan PT. ISK untuk menggerogoti keuangan negsara,” jelas Adil.

Kasus korupsi lainnya yang juga sedang ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan terkait pembangunan kantor Balai Karantina Tanjung Priok pada tahun 2007. Disamping tidak dilelang pelaksanaan pembangunan gedung yang menelan dana Rp 9 miliar itu ditengarai fiktif.

Namun hingga saat ini, konsultannya tidak terlacak demikian pula kontraktornya tidak diketemukan. “Bisa jadi kontraktor dan konsultannya itu juga fiktif. Kami tidak pernah menemukan perusahaan dan konsultan di alamat yang tertera pada berkas-berkas,” jelas Adil seraya menandaskan berkas kedua kasus terakhir ini sesegera mungkin akan dilimpahkan ke pengadilan. “Kedua tersangka pasti kita tahan,” tandas Adil menanggapi tubasmedia.com. (marto)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS