Industri Terpuruk, Peran Para Menko tidak Maksimal dan Para Menteri tidak Sinkron
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Semakin terpuruknya industri manufaktur di Indonesia dan sektor ekonomi lainnya, membuat banyak pengamat dan pelaku industri angkat bicara.
Tak terkecuali, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno yang ditemui di kantornya kemarin menyebut salah satu biang kerok keterpurukan sektor industri adalah tidak maksimalnya para Menteri Koordinator (Menko) memainkan peranannya.
Bahkan terkesan para Menko tidak bekerja sesuai tupoksinya, membiarkan para menteri di bawah naungannya jalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi antar menteri.
‘’Tidak ada sinkronisasi sesama menteri dan mereka menjalankan peranannya dengan program sendiri-sendiri,’’ kata Benny.
Padahal sesuai dengan fungsinya mengkoordinir para menteri di bawah naungannya, sudah seharusnya para menteri di bawah koordinator salah satu menko, berjalan bersama-sama untuk menggapai sebuah program yang dirancang secara bersama pula.
‘’Bagaimana mungkin sebuah sektor bisa dibangun dan dikembangkan jika para menterinya tidak saling peduli. Tiap satu sektor itukan pasti ada kaitannya dengan kementerian lain. Sektor industri tak mungkin jalan sendiri tanpa ada dukungan pertanian atau perdagangan,’’ katanya.
Berseberangan
‘’Tapi nyatanya kata Benny, kebijakan kementerian A dengan kementerian B yang ada di bawah satu Menko, tidak sama bahkan bersebarangan dan lucunya si Menko tidak berbuat apa-apa,’’ lanjutnya.
Selanjutnya disebut, jika benar negeri kita ini mau membagun industri yang bisa mensejahterakan masyarakat banyak, negeri ini memerlukan koordinasi yang indep.
Namun kata Benny yang terjadi sekarang ini orientasi para petinggi di lingkup kabinet sudah berubah menjadi orientasi dagang dan mengabaikan orientasi membangun industri.
Kenapa demikian, karena jika orientasi dagang yang dikembangkan maka resiko tidak ada bahkan bisanya hanya mendapatkan keuntungan tapi jika orientasi industri yang dikembangkan, resikonya cukup tinggi.
‘’Nah para pejabat pengambil keputusan itu menggeluti orientasi dagang yang lebih memeberikan janji manis,’’ katanya.
Benny bercerita pengalamannya sebagai pengusaha tekstil dan garmen periode 1987 hingga 1992. Pada periode itu pendanaan dari pemerintah sangatlah memuaskan khususnya soal bunga perbankan. Saat itu kata Benny tingkat suku bunga bank 21 persen tapi kepada pengusaha hanya dikenakan separuhnya.
Namun sejak 1992, suku bunga kredit perbankan dilepas secara umum menjadi normal masuk ke angka 32 persen dan hingga saat ini keringan perbankan tidak pernah ada lagi dirasakan pengusaha.
Ditanya apakah masih mungkin bisa kembali ke suasana menggembirakan 1987-1992, dikatakan masih sangat bisa. Lagi-lagi disebut peranan para Menko sangat menentukan. Ibarat musik, menko sebagai dirigen harus menciptakan lagu yang bisa dimainkan secara bersama sehingga suaranya enak didengar ibarat konser.
Satukan Langkah
Membangun industri juga demikian, satukan langkah dan naluri serta kemauan para menteri, maka langkah itu akan membuahkan hasil yang dapat dinikmati semua pihak.
Karena itu dikatakan, seluruh apa yang diimpikan pelaku usaha dan pelaku industri, semuanya tergantung dari kemampuan kabinet sebuah negara yang harus pro industri.
Kabinet yang hasil kerjanya dapat dan bisa dinikmati banyak orang adalah kabinet yang diisi dengan orang-orang professional dan kabinet itu jangan kabinet politik.
‘’Boleh-boleh aja direkrut politikus masuk ke dalam kabinet, tapi cari politikus yang professional di bidang yang akan digelutinya. Pimpinan kabinet jangan asal copot dan tempatkan orang tapi cari figur yang mengerti mau mengerjakan apa dia,’’ kata Benny.(sabar)