Fakir Miskin dan Anak Terlantar

Loading

Oleh : Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SUDAHKAH negara berbuat banyak secara terarah dan fokus untuk mengentaskan fakir miskin dan anak terlantar. Kalau dikatakan negara belum banyak berbuat untuk kepentingan hari depan mereka, tentu tidak fair karena progamnya sudah sangat banyak dilakukan seperti progam perlindungan sosial yang sekarang lagi digalakkan.

Tapi apa sudah masuk ke ranah membina anak-anak terlantar. Terus terang tidak pernah mendengar kabar beritanya. Topik ini sengaja diangkat karena negara diwajibkan memelihara fakir miskin dan anak terlantar sebagaimana perintah pasal 34 ayat (1) UUD 1945.

Sifatnya mandatory atas kewajiban tersebut dan sebaiknya harus dibuat UU tersendiri yang mengatur tentang memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Masalah ini rasanya sudah sangat mendesak perlu ditangani secara sistemik dan pendekatan yang dilakukan sebaiknya tidak bersifat charity.

Orientasinya harus bersifat pemberdayaan agar mereka dapat membangun kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaan. Mereka adalah saudara kita juga dan sebagai warga negara, mereka memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan yang memadai. Setiap warga negara tanpa kecuali wajib mengikuti pendidikan dasar atas biaya pemerintah dan hak-hak dasar lainnya sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Semangat ini memberikan sebuah pesan moral yang bersifat material bahwa jika para fakir miskin dan anak-anak terlantar diurus dengan baik oleh negara, maka secara logika harusnya bisa terjawab bahwa di negeri ini tidak akan pernah ada orang miskin dan anak terlantar. Kalau sekarang kita masih memiliki sebagian penduduk masih tergolong fakir miskin dan anak terlantar berarti progam pemerintah di bidang ini belum berhasil dengan baik.

Topik ini akan mencoba sharing gagasan, khususnya bagi masa depan anak-anak mereka dari masyarakat fakir miskin dan anak terlantar. Salah satu progam yang patut dijalankan oleh pemerintah dan atau lembaga felantropi adalah melakukan meritokrasi kepada mereka. Dasarnya adalah anak-anak dari orang tuanya yang miskin dan juga sebagian dari anak-anak terlantar secara manusiawi adalah sumber daya potensial.

Mereka harus diberi kesempatan dan peluang yang sama untuk mengembangkan kemampuannya sehingga pada akhirnya mereka dapat berkontribusi kepada masyarakat, nusa dan bangsa. Apapun kedudukanya pasti mereka punya kelebihan dan Tuhan menganugerahkan talenta yang bersemi pada diri masing-masing. Kita tidak boleh menyepelekan bakat-bakat terpendam yang mereka miliki.

Talenta atau bakat mereka itu harus ditemu kenali di seluruh pelosok tanah air. Kalau di lingkungan pemerintah barangkali Kemensos dan pemerintah propinsi/kabupaten/kota yang harus bertanggungjawab. Institusi ini bersama LSM melakukan kerjasama dan menunjuk para pemandu bakat untuk mencari bibit-bibit unggul dari kalangan mereka di bidang apapun.

Lakukan saja seperti auidisi di dunia tarik suara seperti progam Indonesia Idol dan X Factor. Seperti juga Brazil mencari bibit unggul untuk menjadi pemain sepak bola profesional. Kita harus memulai menerapkan progam meritokrasi dari sekarang agar problem sosial tidak makin bertumpuk dan mengkristal menjadi beban sosial baik bagi pemerintah maupun masyarakat.

Kohesi sosial yang sudah sempat rusak, mudah-mudahan dapat diperbaiki dengan dijalankannya progam meritokrasi dengan berhasil dan sukses. Ini masalah serius bagi bangsa dan sekaligus merupakan bentuk tantangan yang harus kita jawab bersama. Kishore Mahbubani memberikan sinyalemen bahwa selama berabad-abad lamanya, masyarakat Asia menghindari pelaksanaan meritokrasi ini.

Masyarakat belum banyak tahu tentang keberhasilan yang sudah bisa dicapai sehingga timbul persepsi negatif bahwa pemerintah kurang sungguh-sungguh menjalankan progam pemberdayaan anak miskin dan terlantar.

Semoga dengan adanya opini ini, pemerintah dan masyarakat pada umumnya menjadi tergugah untuk bersama-sama menggalang progam meritokrasi untuk mendidik bakat terpendam bagi anak miskin dan anak terlantar di negeri ini agar kelak mereka dapat berkontribusi secara produktif bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Sekali lagi pengentasannya agar tidak dilakukan dengan pendekatan charity tetapi harus dilakukan dengan pendekatan investasi. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS