Ekonomi Mudik

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

EKSODUS mudik rakyat Indonesia saat lebaran (Idul Fitri), barangkali peristiwa paling akbar di dunia. Betapa tidak. Jumlah manusia yang meninggalkan Jakarta menuju kampung halaman masing-masing mencapai jutaan orang. Mereka, paling tidak, bisa berkumpul dengan sanak saudaranya untuk jangka waktu rata-rata sepekan.

Mudik membawa dampak ekonomi yang tidak kecil. Coba anda bayangkan, penukaran uang recehan saja mencapai Rp 70 triliun lebih. Belanja berbagai keperluan puasa dan lebaran pasti mencapai triliunan rupiah juga. Belum lagi yang berputar di masing-masing desa/kota di mana mereka tinggal selama mudik. Ditambah lagi rezeki yang diterima para pemilik hotel, restoran/warung makan dan juga perusahaan pengelola angkutan darat, laut dan udara. Kalau selama lebaran ada perusahaan angkutan yang rugi, keterlaluan. Para pedagang makanan dan souvenir pasti juga ikut menikmat rezeki mudik.

Kalau semuanya ditotal, nilainya bisa mencapai ratusan triliun rupiah. Inilah angka riil yang bisa menggerakkan perekonomian masyarakat dan hal ini terjadi secara alamiah saja. Kalau infrastruktur sangat memadai dan berkualitas, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7-8%, maka nilai perputaran uang dan belanja masyarakat selama mudik pasti jauh lebih besar dari perkiraan angka tahun 2011.

Ekonomi mudik cukup menjanjikan sebagai penggerak PDB atau PDRB daerah tertentu, melalui belanja konsumsi rumah tangga di masyarakat. Makin baik kualitas infrastruktur, akan semakin membakar semangat mudik sebagian masyarakat Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah harus berterima kasih kepada masyarakat yang notabene telah membantu mensukseskan progam pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dilihat dari sudut pandang apa pun, kebiasaan mudik masyarakat yang telah berlangsung cukup lama adalah hal positif saja. Dari sudut pasar, budaya mudik adalah sesuatu yang captive market. Kondisi pasar yang captive, maka sebaiknya pasar harus diarahkan/dikelola dengan sebaik-baiknya. Maksudnya agar belanja konsumsi masyarakat yang besar diarahkan untuk membeli barang buatan dalam negeri, bukan membeli barang impor yang tidak jelas asalnya.

Sudah waktunya pemerintah mempertimbangkan agar impor barang konsumsi dibatasi, tidak seperti sekarang ini apa saja masuk yang hanya buang-buang devisa. Nilai tukar rupiah yang menguat akhir-akhir ini memberikan insentif bagi pedagang/importir untuk memasukkan barang impor, ditambah lagi bea masuk yang berlaku untuk barang impor dewasa ini sudah relatif rendah dibandingkan yang berlaku di negara lain, khususnya di Asean. Investasi properti di bidang pergudangan cukup marak akhir-akhir ini.

Kondisi ini memberikan indikasi bahwa kegiatan di sektor jasa perdagangan/pergudangan semakin menarik. Negeri ini dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat belanja konsumsi masyarakat yang tinggi, sebaiknya direspon tidak dengan cara meliberalisasi sektor perdagangan. Tapi seyogyanya pasar dalam negeri dikelola dengan cara yang benar, yaitu melalui instrumen pengendalian impor dan mengoptimalkan penggunaan barang buatan dalam negeri.

Ekonomi mudik mudah-mudahan dapat menjadi barometer tentang pendapatan masyarakat yang riil. Kebijakan sektor perdagangan tidak bisa jalan sendirian dengan mengabaikan kebijakan di sektor industri, pertanian dalam arti luas. Kebijakan sektor perdagangan ke depannya harus berorientasi kepada pelipatgandaan nilai tambah di dalam negeri. Kebijakan sektor perdagangan harus menjadi bagian dari upaya pemerintah secara by design untuk menciptakan captive-captive market baru di dalam negeri selain captive market yang tercipta oleh ekonomi mudik. Misal natal dan tahun baru, liburan sekolah dan lain-lain.

Kebijakan di sektor perdagangan dibangun dalam kerangka peningkatan perolehan devisa ekspor hasil produk yang bernilai tambah di dalam negeri dan sekaligus menghemat penggunaan devisa. Bukan sekedar buka tutup dan berunding untuk membuka pasar. Public policy di bidang perdagangan tidak boleh dengan serta merta berfikir sebagai agent of international trade, tapi harus berpijak dan sekaligus sebagai agent of value added capitalization di dalam perekonomian domestik.

Kalau tatanannya demikian, maka yakinlah pertumbuhan ekonomi nasional akan makin kokoh dan kuat karena sistem perekonomian yang kita kelola adalah ekonomi yang membuat sektor riil dapat menjadi tuan di negeri sendiri dan berjaya di pasar global karena economic of scale di sisi produksi dapat bekerja secara optimal.

Ekonomi mudik memberikan pelajaran yang berharga bagi kita bahwa dalam situasi ekonomi yang baru mulai tumbuh moderat saja telah memberikan inspirasi bagi kebangkitan ekonomi domestik. Mari kita ciptakan bersama-sama simpul-simpul mudik baru di luar simpul mudik di saat lebaran supaya ekonomi domestik menggeliat dalam siklus yang lebih kontinu dan memiliki efek ganda bagi bergeraknya kembali sektor produktif.

Kalau sistem ekonomi dikelola dengan cara seperti ini, pasti dunia usaha akan lebih semangat melakukan investasi baru/perluasan karena peluangnya dibuka. Demikian pula calon-calon wirausaha baru, akan termotivasi melaksanakan karya-karya kreatifnya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS