Delapan Calon Menteri Dibabat Revolusi Mental

Loading

Oleh: Marto Tobing

311014-bb1

GERAKAN revolusi mental sebagai upaya bersih-bersih yang sejak awal terus menerus dikumandangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ternyata benar adanya dan bukan jargon politik sebagai langkah hanya sekedar pencitraan dengan maksud “mencuri” rasa simpati jutaan relawan “Projo” dan “BEJO” pada saat kampanye pemenangan Pilpres 2014-2019.

Secara elegan, dengan santunnya Jokowi bersama JK membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua pihak yang berkenan mengajukan calonnya berharap ditetapkan sebagai menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK. Kebutuhan Jokowi dan JK buka peluang untuk 34 bakal calon menteri. Tapi di balik kesantunan sikap, mantan Walikota Solo itu secara elegan pula, tanpa disadari oleh ke-34 orang yang mencalonkan diri itu, ternyata diharuskan berhadapan dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengetahui seberapa besar isi kantong para calon itu dan dari mana pula asal muasal harta kekayaan masing-masing. Lebih mengerucut lagi, rekam-jejak para calon itu pun diserahkan untuk ditelisik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasilnya bermunculan dua warna. Warna kuning oleh KPK distempelkan sebagai label untuk para calon yang terindikasi kaitannya dalam pengusutan kejahatan tindak pidana korupsi apakah berstatus sebagai saksi atau sebagai tersangka dan masih dalam proses penyelidikan. Sedangkan warna merah distempelkan sebagai label untuk para calon yang tidak lama lagi bakal diseret KPK untuk distatuskan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Terhadap calon berlabel merah tidak diberi ampun.

Akhirnya delapan orang calon menteri yang distempelkan KPK dengan label warna merah itu oleh Presiden Jokowi langsung dibabat. Nama kedelapan yang dicalonkan partai politik itu dicoret tebal tidak boleh masuk dalam Kabinet Kerja Jokowi dan JK. Namun sangat disayangkan karena sikap tegas terhadap calon bakal menteri yang dikenakan label warna kuning itu belum disiarkan, apakah dicoret atau dibiarkan saja menunggu diproses KPK dua tahun ke depan?

Pastinya, Ketua KPK Abraham Samad telah mengisyaratkan bahwa catatan warna kuning dan merah yang diberikan KPK atas nama masing-masing calon bakal menteri itu menjadi peringatan bahwa nama-nama itu tidak boleh menjadi pembantu presiden. “Label merah dan kuning tidak boleh jadi menteri,” tegas Abraham Samad menandaskan di KPK Jumat (24/10).

Bahwa warna merah itu menyiratkan tingkat satu lebih tinggi dibandingkan dengan label kuning. Label merah paling lama satu tahun lagi telah diproses sedangkan label kuning paling lama dua tahun lagi.

Sebelumnya, Jokowi memberikan 43 nama calon menteri kepada KPK. KPK kemudian melihat rekam jejak para kandidat itu dan keterkaitan mereka dengan sejumlah kasus dugaan korupsi termasuk untuk ditelisik PPATK dari mana asal muasal keuangan dan harta kekayaan masing-masing calon bakal menteri itu.

Pastinya, langkah awal pola perekrutan calon bakal menteri yang dilakukan Jokowi dan JK hingga melibatkan PPATK dengan KPK, itu adalah suatu pertanda sinergi “Revolusi Mental” adalah sebagai jawaban menuju tingkat peradaban moral kebangsaan kembali pada jati diri seutuhnya.***

CATEGORIES
TAGS