Benarkah Larangan Impor Baju dan Sepatu Bekas Lindungi UMKM?

Loading

MEDAN, (tubasmedia.com) – Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), Sugianto Makmur meminta pemerintah mengevaluasi larangan impor barang bekas, salah satunya impor pakaian bekas dan sepatu.

Menurut politisi PDIP ini, dalam praktiknya, pakaian bekas memberi kesempatan masyarakat kelas bawah mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga murah.

“Jika pemerintah beranggapan bahwa pelarangan ini untuk melindungi UMKM, menurut saya pendapat ini salah sasaran. Pelarangan impor pakaian bekas hanya menimbulkan pat gulipat dengan petugas di lapangan. Semakin dilarang, cuannya justru makin gede, maka cawe-cawe yang bisa dibagi pun semakin banyak,” kata Sugianto, kemarin di Medan.

Sugianto menjelaskan, ketika pakaian bekas impor banyak masuk, ada lapisan masyarakat yang secara langsung diuntungkan sejak proses impor sampai penjualan eceran. Masyarakat umum sebagai konsumen diuntungkan, karena uang yang perlu dibelanjakan untuk beli pakaian lebih sedikit.

“Pada saat ini, ada fenomena thrifting, baju-baju atau apparel bekas yang berkualitas diperjualbelikan dengan harga yang mahal meski masih lebih murah dari harga baru. Ada masyarakat yang senang bisa mendapatkan merk idamannya dengan harga yang murah,” sambung Sugianto.

Sugianto mempertanyakan, apa yang menjadi keberatan pemerintah, kalau lebih banyak orang yang senang daripada sekelumit orang yang terganggu?

Menteri Perdagangan harus mengerti dinamika perdagangan. Tidak melihat bahwa semua kebutuhan apparel itu bisa dipenuhi dengan produksi dalam negeri, baik industri maupun UMKM. Bahkan data tentang UMKM ini pun masih sangat diragukan.

Selain itu, sambung Sugianto, ada juga fenomena mobil bekas yang dimasukkan dalam daftar barang larangan dan atau pembatasan (lartas)

Kita pernah ramai mengimpor truk bekas dari Jepang. Saat itu, kita dianggap tidak mampu membeli truk baru. Maka diberi ruang untuk impor truk bekas. Saat ini, truk bekas tidak murah lagi. Tapi, perlu dimengerti, kenapa harga truk sangat mahal di Indonesia.

“Harga satu unit truk baru di Indonesia dengan 280hp 6×4, Rp1,2 miliar. Di Tiongkok, harganya hanya Rp 450jt. Artinya bila seseorang punya Rp1,5 miliar di Indonesia, dia hanya bisa beli 1 unit truk, sedangkan di Tiongkok, dia bisa membeli 3 unit truk. Meski negara ini dibangun dengan pajak, bea masuk dan PNBP, tapi harus ingat efek domino yang timbul. Sampai sekarang, biaya logistik kita termasuk yang mahal,” jelas Sugianto.

Ada juga, asosiasi mobil/motor antik, yang menyampaikan bahwa begitu banyak motor/mobil lawas yang diekspor keluar. Termasuk motor-motor tua di Siantar yang semakin langka.

Terlalu Banyak Aturan

‘’Apakah impor mobil/motor antik akan mengganggu industri mobil/motor di dalam negeri? Segmen market yang sama sekali berbeda,’’ terang Sugianto.

“Indonesia terlalu banyak aturan, yang membuat gerak langkah rakyat selalu terikat. Bukankah tugas negara supaya rakyatnya lebih lincah, lebih efisien dan lebih kompetitif ketika berhadapan dengan negara lain? Harus segera dievaluasi segala aturan lartas (pelarangan dan pembatasan) yang ada, termasuk aturan baju bekas ini,” tandasnya.

Melengkapi informasi, 17 Maret lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan bersama Pemerintah Daerah Riau, memusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, dan tas bekas yang diduga asal impor senilai kurang lebih Rp 10 miliar di Pekanbaru, Riau.

Menurut Mendag, pemusnahan ini merupakan salah satu bentuk komitmen Kementerian Perdagangan dalam proses pengawasan dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran di bidang perdagangan dan perlindungan konsumen.(sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS