Batik Printing, Ancam Batik Tulis
Laporan: Redaksi
JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Jumlah pembatik yang sesuai pakem saat ini semakin berkurang, di sisi lain keberadaan batik printing yang membanjir di pasaran, terus menggerus keberadaan batik tulis dan batik cap.
Demikian Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saedah di Jakarta, Senin (1/10).
“Tenaga kerja pembatik semakin berkurang. Ada perubahan budaya, masyarakat kita dengan iming-iming konsumtif cepat dapat uang, bisa bergaya jadi lebih memilih pekerjaan lain,” ujarnya.
Sementara membatik, membutuhkan kesabaran untuk memberikan hasil yang optimal. “Membuat batik harus proses mengayun canting, perlu sabar. Budaya kesabaran dan ketelitian untuk menghasilkan karya semakin meluntur. Makanya sekarang digalakkan pelatihan, bahkan ada yang ingin membuat sekolah batik,” jelasnya.
Selain kurangnya jumlah perajin, menderasnya batik printing di pasaran menjadi ancaman bagi industri batik. “Batik printing itu sulit dibendung karena orang menemukan teknologi. Yang jelas pasar jangan dibohongi harus dicantumkan kalau itu tekstil printing dengan motif batik. Jangan memberi harga yang mahal dan mengatakan itu batik,” lanjutnya lagi.
Dalam rentang waktu lima tahun sejak 2006 hingga 2010, pertumbuhan industri batik sekitar 6%. Menurut Euis, sebenarnya unit usaha batik berjumlah lebih dari 50.000 tetapi yang baru tercatat hanya separuhnya. Pertumbuhan tenaga kerja di industri batik, hampir 10%.
“Kalau batik yang betul sesuai dengan pakem batik tulis itu memang lebih mahal. Nilai terendah Rp 1 juta ke atas, ada yang sampai puluhan juta. Dari sisi volume tidak banyak, tetapi dari sisi nilai cukup besar. Tetapi kalau batik-batik yang harganya di kisaran Rp 100ribu sampai Rp 300 ribu, dari sisi volumenya banyak,” jelasnya.
Pasar ekspor batik saat ini, masih terbatas di sekitar kawasan ASEAN. Batik Indonesia masih sulit menembus pasar Eropa, karena perbedaan selera pasar. “Eropa tidak begitu pas dengan motif dan desain kita. Komentar mereka terlalu ramai. Dari Jepang ada yang suka, tapi masih memilih juga motif dan desain tertentu,” ungkapnya. (sabar)