Bahlil Harus Jaga Mulut, Jangan Asal Mangap Hanya untuk Menjilat Pimpinannya
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pernyataan Bahlil Lahadahlia, selaku Ketua Umum Golkar saat membacakan visi misinya dalam Munas ke- XI Partai Golkar 21/8/ 2024, agar jangan bermain-main dengan “Raja Jawa” dan kalau kita main-main celaka kita bisa cilaka, telah menimbulkan sentimen suku, ras, agama dan antar golongan (sara) di sejumlah daerah terlebih-lebih menjelang Pilkada 2024.
Demikian pernyataan Koordinator TPDI & Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Bahlil soal Raja Jawa menurut Petrus harus diwaspadai. Pasalnya mulai muncul reaksi publik yang mengarah kepada sentimen sara.
Siapa sosok Raja Jawa, Bahlil tidak menjelaskan, sehingga banyak warga NKRI menafisirkan Raja Jawa dimaksud itu adalah Presiden Jokowi, karena Raja Jawa yang sesungguhnya adalah Sultan Hamengku Buono X dan tidaklah membahayakan siapa-siapa.
Seharusnya, lanjut Petrus, pernyataan liar tidak penting dan di luar konteks soal Raja Jawa, disampaikan Bahlil dalam pidato perdananya di Munas Golkar 21/8/2024.
Seorang Penjilat
‘’Tapi dasar Bahlil seorang penjilat, mencari muka atau mengkultus individu si Raja Jawa, entah siapa yang dimaksud Bahlil dengan Raja Jawa itu. Emang Bahlil mau menjilat pimpinannya,’’ tegas Petrus.
Sebenarnya, pernyataan Bahlil soal Raja Jawa itu tidak saja hanya akan merugikan Partai Golkar. Tetapi kata Petrus, juga akan merugikan masyarakat luas, terlebih-lebih menjelang Pilkada serentak secara nasional, karena dapat menganggu kohesivitas sosial masyarakat kita yang majemuk dari Sabang sampai Merauke.
‘’Lagi-lagi saya katakan bahwa ini pernyataan yang benar-benar liar karena hanya bermakna sebagai upaya seseorang penjilat pada atasannya. Bahkan Bahlil Lahadalia seolah-olah merepresentasikan dirinya sebagai orangnya si Raja Jawa dan pesannya adalah jangan coba-coba bermain-main dengan si “Raja Jawa” dan jangan coba-coba juga bermain-main dengan Bahlil,’’ katanya.
Untuk diketahui lanjut Petrus, sebuah spanduk bertuliskan “Lawan Raja Yang Zholim” sempat bertengger di Jalan Sisingamangaraja dan di kawasan Istana Maimun Medan, tempat Dapil Bobby Nasution menantu Presiden Jokowi menjadi Bacagub Pilkada 2024.
Selain itu, ada beberapa spanduk yang tersebar di Kota lain seperti di Makasar bertuliskan “Makasar tidak tunduk pada Raja Jawa”.
Menurut Petrus, jika Bahlil orang pintar, narasi-narasi sebagaimana tertera di dalam spanduk di atas, seharusnya diantisipasi oleh Bahlil dan jajarannya di Partai Golkar, karena telah memberi pesan antipati terhadap Raja Jawa dan berpotensi melahirkan gesekan berbau sara semakin meluas.
Sok Pintar
‘’Di sinilah nampak sekali bahwa Bahlil Lahadalia tidak memiliki kepekaan, bahkan cenderung bodoh dan sok pintar padahal sebagai Ketua Umum Partai Golkar yang baru terpilih, Bahlil seharusnya patut dapat menduga bahwasannya pernyataannya soal Raja Jawa itu, mengandung unsur sara dan berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan antar warga masyarakat. Tapi dasar penjilat,’’ katanya.
Karena itu, Bahlil Lahadalia harus “meminta maaf” dan “mencabut” pernyataannya soal “Raja Jawa” yang diposisikan oleh Bahlil sebagai seorang yang sangat berbahaya. Ini adalah bagian dari teror dan intimidasi Bahlil terhadap kader Golkar selama dirinya jadi Ketua Umum Golkar, entah apa tujuannya.
‘’Bahlil harus menjaga mulutnya dan harus lebih sensitif atau peka dan harus berhitung betul untuk setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulutnya. Ia tidak boleh cengengesan dan asal bunyi ketika berbicara di depan publik, apalagi saat berpidato dalam acara resmi yang disiarkan oleh berbagai Media,’’ kata Petrus mengakhiri.(sabar)