Waktu

Loading

Oleh : Ny. SM. Darmastuti

ilustrasi

ilustrasi

WAKTU adalah obat dari macam penyakit dan kesedihan. Termasuk di dalamnya adalah kerinduan dan harapan yang masih di angan-angankan. Banyak ceritera sedih kita baca atau saksikan baik dalam kehidupan nyata maupun sekedar di layar kaca televisi. Semua kisah sedih itu mengabarkan pada kita betapa kesengsaraan yang kita alami sesungguhnya hanya menimpa kita semata.

Dalam sebuah bincang-bincang sore, teman saya yang baru pulang dari ibadah haji berceritera bahwa di dalam makam Nabi Muhammad SAW, tercantum kata-kata arif yang salah satunya kira-kira terjemahannya begini : “di dunia ini banyak orang yang sepertimu.”

Membaca tulisan itu orang akan berupaya mengaca pada dirinya sendiri, betapa ternyata banyak orang yang sama sedihnya seperti dia, banyak yang senang seperti dia, banyak yang miskin seperti dia, banyak yang kaya seperti dia. Pendek kata tidak pernah ada satu manusia pun yang hidup sendirian, dan tidak akan pernah ada manusia yang eksklusif dalam kepapaan maupun kejayaan. Kata-kata arif di makam Nabi itu sungguh bisa menentramkan hati yang lagio bergejolak.

Edward E. Murphy, seorang kapten yang juga insinyur yang bekerja di pangkalan angkatan udara Amerika Serikat untuk proyek MX 981 pada tahun 1949, menyimpulkan bahwa kejadian apapun yang bisa salah akan terbukti dapat terlaksana. Roti yang kita olesi mentega ketika jatuh akan selalu tertelungkup pada muka yang bermentega.

Bibir kita yang kena sariawan akan berkali-kali kena sikat gigi, jempol kaki kita yang bengkak akan terus-menerus tersandung, sekrup yang kita buang ternyata esok harinya kita butuhkan, dst. Kejadian yang menjengkelkan seakan terus-menerus terjadi dalam rumusan yang pasti. Memang berkali-kali juga kita mengalami, ketika kita sudah masuk kamar mandi dan melepas pakaian, dering telepon berbunyi, dan ketika kita bergegas keluar kamar mandi untuk menerimanya, telpon berhenti berdering.

Demikianpun sering ketika kita menelepon seseorang dan dia tidak ada di rumah, kejadian akan berulang ketika kita telpon teman yang lain. apa yang sesungguhnya terjadi? ‘Murphy’s Law,’akhirnya menjadi istilah untuk hukum seperti itu, karena Murphy dianggap orang pertama yang membeberkan kelaziman kejadian semacam itu, dan menyimpulkannya sebagai hukum negative yang ‘predictable’ dapat diprediksi bakal terjadi.

Wikipedia menjelaskan humuk Murphy sebenarnya juga telah dicermati orang jauh sebelum itu. Sebuah surat kabar Amerika di Norwalk, Ohio, pada tahun 1841 pernah mencetak sebuah puisi begini :

I never a slice of bread
Particularly large and wide
That did not fall upon the floor
And always on the buttered side

Lain Murphy, lain Rhonda Byrne (2007). Dalam bukunya The secret, Byrne justru mengatakan bahwa pikiran positif merupakan rahasia keberhasilan. Kalau kita pokus pada hal-hal yang positif, maka yang datang pada kitapun hal-hal yang positif.

Byrne mencontohkan banyak orang berhasil mewujudkan impiannya ketika mereka berhasil memfokuskan pikirannya pada hal-hal yang akan dia tuju. Dengan kata lain Byrne juga mengisyaratkan ketika pikiran diisi dengan hal-hal yang negatif pikiranpun akan menarik hal-hal yang negatif untuk mewujud.

Byrne mengenalkan ‘Law of Atlraction’ atau hukum tarik menarik, dan seakan menjelaskan Murphy’s Law dengan menyimpulkan: ‘kejadian’yang menjengkelkan datang pada kita karena secara sadar maupun a-sadar pikiran kita telah berisi praduga negatif, jadi bukan hal yang datang begitu saja tanpa sebab.

Dalam tradisi Jawa, kita kenal istilah-istilah: ‘tiba kliyeg’, ‘tiba kemil’ dan ‘tiba apes’. Orang dikatakan ‘tiba kliyeg’ karena dia kecele beberapa kali dalam sehari ketika bertamu dan pemilik rumah selalu sedang bepergian. Dia dikatakan ‘tiba kemil’ ketika dalam sehari dia dijamu orang beberapa kali, dan di rumah banyak makanan. ‘tiba apes’ atau sial, dialami mereka yang kebetulan dalam sehari menemui hal-hal yang mengecewakan, dan selalu dipersalahkan.

Orang Jawa lalu menghitung hari (naga-dina) weton (waktu menurut kalender jawa dalam sepekan), dll untuk dikaitkan dengan prediksi kejadian yang dialami seseorang. Sebuah primbon perhitungan yang amat njlimetpun tak urung ditulis dan diyakini kebenarannya. Berbasis ‘ilmu titen’ (ilmu yang berdasarkan pada pengamatan), leluhurkita membuat ‘forecasting’ langkah seseorang.

Sayangnya pada kemudian harinya, perhitungan mecam ini malahan menjadikan orang tidak yakin pada ‘babaran kejadian’ yang sesungguhnya tidak pernah lepas dari ‘angger-angger langgeng’ (hukum keadilan Allah).

Manusia adalah makhluk Tuhan yang telah dinubuatkan dengan garis takdir (destiny) dan nasib (fate). Takdir tidak dapat diubah, tapi nasib bisa. Allah memberi keleluasaan manusia untuk merubah nasibnya, oleh karena itu Tuhan mengaruniai manusia dengan piranti yang komplit: panca indera normal, fisik kuat plus akal sehat, yang semuanya itu dimaksudkan Tuhan agar manusia berupaya merubah nasibnya sesuai dengan karsaNya.

Saya jadi ingat juga buku Stephen R. Covey (1990) ‘The Seven Habits of Highly Effective People’ yang menjadi buku wajib mahasiswa fakultas Psychology. Buku yang banyak diadopsi para motivator itu mengajarkan pada pembacanya bahwa nasib manusia bisa diubah ketika manusia memulainya dari merobah paradigm (paradigma/pola/cara berpikir) dari negatif ke positif.

Pola pikir yang berubah positif yang diekspresikan dalam habit (kebiasaan)baik terus-menerus, akhirnya akan menjadi character (sifat) yang baik dan dari sifat baik itulah akhirnya akan melahirkan nature (watak) yang baik yang akhirnya menghasilkan fate (nasib) baik. Dalam skema sederhana kita dapat menyaksikan: Paradigm – Habit – Character – Nature – Fate, merupakan alur paling mudah dan rasional ketika menusia berupaya merubah nasib.

Waktu memang menjadi obat yang paling manjur untuk mengatasi kesedihan, tapi waktu bisa menjadi lama atau singkat tergantung bagaimana kita mencoba mengatur pola pikir kita setiap hari saat melakoninya. Murphy’s Law bisa saja terjadi pada siapapun, tetapi ‘Law of atraction’ (Hukum tarik menarik) akan dapat menanggulanginya ketika kita pakai dengan dasar pola pikira yang positif.perhitungan njlimet bikinan manusia ada kemungkinan cocok, tetapi administrasi Allah sesungguhnya lebih unggul daripada perhitungan manusia secanggih apapun. Administrasi Tuhan tak pernah meleset.

All in all, sebagai ‘jalma linumrah’ (manusia biasa) titah Allah yang ibarat wayang ditangan dalang, selayaknya kita lakoni saja peran kita saat ini dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab dan positif thinking’. Waktu yang mengobati kesedihan kita akan terasa lebih singkat ketika pikiran (angen-angen) kita arahkan pada hal-halyang positif tanpa prasangka, bagaimanapun caranya. Ttidak percaya? Silahkan coba. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS