Serakah

Loading

Oleh: Edi Siswojo

Ilustrasi

Ilustrasi

JANGAN marah kalau ada ungkapan orang Indonesia sebagai manusia paling serakah di dunia. Indonesia yang besar dan luas dengan kekayaan alam yang melimpah ruah seperti tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya. Masih kurang terus. Buktinya?

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak setelah China, India, Amerika Serikat, Indonesia menjadi pasar internasional yang potensial. Tentu, potensi itu tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk, tetapi juga oleh tingkat konsumsi–keserakahan–masyarakat yang terus meningkat oleh berbagai kemajuan yang dicapai.

Perdagangan bebas dunia maupun kawasan pun telah lama menyeret Indonesia menjadi pasar barang-barang impor. Tidak hanya produk primer tetapi juga produk sekunder dan tersier. Semuanya masuk, membajiri wilayah Indonesia. Banjir besar itu telah menenggelamkan produk dalam negeri dan menghambat ekspor.

Akibatnya, produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor. Barang – barang yang masuk ke dalam pasar Indonesia bukan hanya produk berkualitas baik. Produk berkualitas buruk pun ikut masuk. Semuanya ada dan tersedia di pasar. Maka, tidak berlebihan kalau Indonesia menjadi seperti Tempat Pembungan Akhir (TPA) sampah produk impor.

Maka, tak perlu heran kalau belakangan ini mencuat masalah impor 113 kontainer besi tua (bekas) yang positif terkontaminasi bahan beracun dan berbahaya (B-3). Persitiwa itu bukan kali ini saja, sudah sering terjadi dan berlangsung di berbagai pelabuhan besar di Indonesia. Tentu, kahadiran produk yang mengandung B-3 itu tidak terlepas dari dorongan kepentingan keuntungan ekonomi dengan memanfaatkan celah pengamanan yang lemah dan penegakan hukum yang masih bengkok.

Sebetulnya impor besi tidak dilarang asal bersih dan kering. Tapi kalau yang diimpor besi yang disertai sampah tentu melanggar UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup dan bertentangan dengan UU No.18/2009 tentang Sampah. Impor limbah yang mengandung B-3 tidak bisa dibiarkan karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan dan mengganggu keberlangsungan hidup di Indonesia.

Tidak mustahil kekhawatiran itu bisa terjadi kalau dorongan keserakahan dibiarkan terus tumbuh dan berkembang. Pengaturan dan pengendalian perlu. Indonesia yang besar, luas dan kaya tak akan pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan satu penduduk yang serakah, tapi cukup untuk ratusan juta penduduk yang tersebar dari Sabang sampai Merauke! ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS