Batik Jadi Simbol Identitas Budaya Indonesia di Kancah Internasional

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Batik sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia menjadi salah satu ciri khas yang kini mulai dengan mudah dikenali dalam lingkup nasional maupun internasional. Tidak hanya digunakan pada acara resmi, batik terus berkembang mulai dari model dan motifnya, yang juga dapat dikreasikan sebagai fesyen oleh generasi muda.

“Untuk saya, batik itu sudah seperti bagian dari diri saya, atau gue banget kalau memakai istilah anak muda. Saya sudah suka memakai batik sejak sebelum ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda. Tidak pernah merasa salah ketika memakai batik dalam sebuah acara,” tutur Sekretaris Jenderal Eko S.A Cahyanto saat mengisi Talk Show Industrial Festival 2024 Peringatan Hari Batik Nasional bertema Batik on Diplomacy: Batik dalam Diplomasi Internasional di Jakarta, Kamis (3/9).

Sekjen menyampaikan pentingnya peran masyarakat Indonesia sendiri dalam membentuk batik menjadi simbol identitas nasional. Ia menceritakan, ketika Indonesia menduduki presidensi G20 sepanjang tahun 2022, batik menjadi bagian penting dari soft diplomacy Indonesia dalam rangkaian kegiatan.

“Batik juga kerap menjadi topik ice breaker dalam pertemuan dengan negara lain. Sehingga saat mewakili RI, kami perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai batik dan maknanya,” jelas Eko.

Batik merupakan industri padat karya yang mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja. Proses produksi batik juga membutuhkan tahapan yang panjang, kompleks dan waktu yang cukup lama. Karenanya, Sekjen mengatakan industri batik perlu terus didorong pengembangannya.

“Kementerian Perindustrian memiliki banyak program yang mendorong industrialisasi batik. Kami punya satuan kerja di daerah yang khusus untuk mendorong dari sisi material bahan kainnya maupun teknologi untuk membatiknya. Terakhir, kami mengembangkan teknologi canting elektrik agar lebih stabil penggunaan malamnya,” jelas Sekjen.

Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai daerah dan mayoritas menggunakan batik, merupakan potensi yang terus Kemenperin manfaatkan khususnya dalam menjaga daya saing industri batik.

“Dalam klasifikasi komoditas tekstil ada yang namanya tekstil motif batik, dibuat di pabrik dalam jumlah besar, harganya murah. Ini yang kami batasi importasinya. Kami terus menerus menyosialisasikan mengenai apa itu batik, bagaimana bisa dibuat, seperti apa yang kita sebut sebagai batik. Ini masih jadi tugas kita, karena biasanya konsumen memilih barang yang lebih murah,” tegas Sekjen.

Narasumber selanjutnya dalam bincang-bincang tersebut adalah Ibu Lista Damayanti Djani yang pernah menjabat sebagai Dharma Wanita Persatuan pada Perwakilan Tetap RI di New York serta Jenewa.

Ia menyampaikan, upaya memperkenalkan batik kepada dunia, selain dengan menampilkan motif dan desain, dapat juga dengan memberikan cendera mata batik atau buku tentang filososfi batik kepada tokoh dunia.

“Sebagai contoh, Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela jatuh cinta kepada batik karena membaca filososfi dari cendera mata batik yang diperoleh,” ujar Yanti.(sabar)

CATEGORIES
TAGS