Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

JUDUL opini ini merupakan judul teks dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi. Mudah-mudahan para politisi, para caleg dan para capres dan cawapres serta para calon menteri kabinet yang akan datang tahu adanya Tap MPR tersebut dan memahami semangat dan isinya, khususnya yang akan banyak terlibat dalam penyusunan kebijakan ekonomi.

Tap tersebut bersifat mandatory dan jangan lupa bahwa Tap tersebut masih berlaku hingga saat ini karena belum dicabut. Sebagai produk hukum tertinggi setelah UUD 1945, Tap MPR nomor XVI/MPR/1998 dapat dikatakan sebagai sumber hukum dalam penetapan kebijakan ekonomi di negeri ini.

Hal-hal yang tidak selaras dengan semangat Tap MPR tersebut sepatutnya harus diubah dan disempurnakan. Kebijakan ekonomi Indonesia ke depan sebaiknya tidak lari dari semangat yang ditetapkan dalam pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Tap MPR nomor XVI/MPR/1998 sebagai landasan konsepsional dan sekaligus operasional.

Visi politik ekonomi Indonesia sebagaimana tercantum sebagai judul bab XIV UUD 1945 adalah “Perekonomian nasional dan Kesejahteraan sosial”. Tugas dan tanggungjawab pemerintah bersama dengan DPR adalah merancang kerangka kebijakan ekonomi dan kerangka regulasi untuk mewujudkan sistem perekonomian nasional yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsep negara kesejahteraan nampaknya yang menjadi mainstream dalam kerangka membangun Indonesia di bidang ekonomi yang politik ekonominya diselenggarakan dalam rangka demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Namun sejak tahun 1998 saat krisis ekonomi terjadi yang meluluhlantakkan perekonomian nasional, pemerintah “dipaksa” IMF untuk mengubah haluan sistem ekonominya ke arah sistem yang liberal dengan alasan untuk penyelamatan ekonomi melalui progam andalan IMF, yakni Structural Ajusment Progam (SAP).

Progam ini pilar utamanya antara lain adalah pengetatan kebijakan fiskal, privatisasi BUMN dan liberalisasi perdagangan. Kebijakan ini jelas bertentangan dengan semangat konstiusi dan Tap MPR sebagaimana dimaksud di atas.

Opini ini menyatakan Tap MPR nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi adalah merupakan amanat rakyat yang mempunyai bobot politik yang sangat kuat bahwa pasca krisis ekonomi 1998 arah pembangunan ekonomi Indonesia telah salah arah dan karena itu, Tap MPR tersebut dianggap sebagai bentuk koreksi politik yang secara sadar dan tepat dilakukan.

Politik ekonomi yang disepakati secara musyawarah mufakat mengedepankan agar negara/pemerintah memberikan perhatian penuh melalui instrumen kebijakan atau kerangka regulasi dan progam mendukung terwujudnya peran sektor UMKM/IKM sebagai basis penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

Hak-hak dasarnya untuk tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan ekonomi dijamin oleh konstiusi sehingga dukungan pemerintah dan DPR secara maksimal sangat diperlukan. Menjadi keliru ketika pemerintah menjadi lebih sibuk mengurus modal asing masuk ke Indonesia dengan semangat liberalisasi ekonomi, padahal seharusnya lebih mengutamakan kemajuan para pelaku usaha nasional dan para pelaku UMKM/IKM serta koperasi untuk menjadi pelaku usaha yang handal.

Progam semacam P3DN menjadi penting dan strategis jika di dalam pelaksanaannya juga lebih banyak memberikan peluang pasar bagi penumbuhan wirausahawan nasional yang baru tumbuh. ***

CATEGORIES

COMMENTS