Penyidik KPK ungkap Peran Zulkifli Hasan dalam Kasus Alih Fungsi Lahan

Loading

MENHUT_BUMN

JAKARTA, (tubasmedia.com)-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap peran serta Zulkifli Hasan (ZH) sewaktu masih menjabat sebagai Menteri Kehutanan di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas sepak terjang Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Riau, Gulat Medali Emas Manurung (GMEM)

Mantan Menteri Kehutanan yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut oleh KPK dihadapkan sebagai saksi atas tuduhan kejahatan terhadap GMEM tekait dana sebesar 166.100 dolar AS atau sekitar Rp 2 miliar yang diberikan kepada Annas Maamun (AM) selaku Gubernur Riau 2014-2019. Terdakwa GMEM menuding bahwa ZH yang memberikan tanda centang terhadap persetujuan perubahan luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau.

Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK,Ikhsan Fernandi, pada pertemuan itu ZH memberikan tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut. Pertemuan yang dimaksud terjadi antara Wakil Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Yafiz, Kepala Dinas Kehutanan Riau, Irwan Effendy dan Kabid Planalogi Dinas Kehutanan Cecep Iskandar yang memberikan Surat Gubernur Riau No 050/Bappeda/58.13 tanggal 12 Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Provinsi Riau dalam keputusan penunjukan kawasan hutan sesuai hasil rekomendasi tim terpadu kepada ZH pada 14 Agustus 2014.

Peruntukan SK tersebut antara lain untuk jalan tol, jalan provinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan rakyat miskin seluas 1.700 hektar di Kabupaten Rokan Hilir. ZH secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Provinsi Riau maksimal 30 ribu hektar.

Sebelumnya. ZH sudah menerbitkan SK Menhut tertanggal 8 Agustus 2014 ber-No.SK.673/Menhut-II/2014 berisi Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 1.638.249 hektar, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 717.543 hektar dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas 11.552 hektar di Provinsi Riau. ZH memberikan surat tersebut pada acara peringatan hari ulang tahun Provinsi Riau pada 9 Agustus 2014 di Riau.

Selanjutnya, Ketua JPU KPK Kresno Anto Wibowo menyebutkan, dalam pidatonya pada acara HUT Provinsi Riau, ZH memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah Provinsi Riau untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.Divisi dari AM sebagai respons atas SK Menhut itulah yang disetujui oleh ZH pada 14 Agustus 2014.

Karena mengetahui ada revisi terhadap SK Menhut tersebut, akhirnya GMEM menemui AM untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit miliknya dan teman-temannya dimasukkan dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Padahal, setelah dilakukan pengukuran ternyata ada beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukkan ke dalam usulan revisi karena merupakan kawasan hutan lindung, tapi GMEM meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan. AM tetap menandatangani SK Gubernur Riau No 050/Bappeda/8516 yang telah memasukkan areal perkebunan sawit untuk diubah dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan/APL sebagaimana keinginan GMEM. AM pun memerintahkan Cecep untuk mengantarkan SK tersebut pada 19 September 2014 kepada Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kemenhut, Mashud di Jakarta.

Sebagai imbalannya, AM meminta agar GMEM memberikan uang sebesar Rp 2,9 miliar sebagai imbal dana pengurusan usulan revisi tersebut.Untuk memenuhi permintaan AM, GMEM hanya mampu menyiapkan uang sejumlah 166.100 dolar AS atau setara Rp2 miliar yang diperoleh terdakwa dari Edison Marudut Marsadauli sebesar 125.000 dolar AS atau setara Rp1,5 miliar dan sisanya sebesar sekitar 41.100 dolar AS atau setara Rp500 juta adalah uang milik terdakwa GMEM sendiri kemudian itu dibawa ke Jakarta untuk diserahkan kepada AM.

Edison Marudut Marsadauli adalah Direktur utama PT Citra Hokiana Triutama yang bergerak di bidang konstruksi yang juga Wakil Bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Riau.Penyerahan uang 166.100 dolar AS yang dimuat dalam tas hitam merek Polo dilakukan pada 24 September 2014 oleh GMEM ditemani oleh Edi Ahmad di rumah AM di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 No 2 Cibubur Jawa Barat.Namun AM meminta GMEM untuk menukarkannya menjadi 156 dolar ditambah Rp 500 juta pada 25 September 2014.

Setelah sampai di rumah AM, GMEM membawa tas ransel warna hitam merek Bodypack dan tas itu disimpan di dalam kamar AM.Beberapa saat kemudian, AM keluar dari kamar dan menyerahkan sebagian dari uang yang telah diterimanya tersebut yaitu sejumlah Rp 60 juta kepada terdakwa GMEM.

Tidak lama kemudian, datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap terdakwa dan AM dengan barang bukti 156.000 dolar AS di rumah Annas dan Rp 60 juta dari dalam tas GMEM. Atas perbuatannya tersebut GMEM diancam pidana sesuai Pasal 5 ayat 1 huruf b subsider Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana minimal satu tahun dan maksimal 5 tahun penjara ditambah hukuman denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta. (marto tobing)

CATEGORIES
TAGS