Naif, Bangsa Ini Hanya Dikotak-katik Politisi untuk Kepentingannya

Loading

images-1-jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

JIKA ada pertanyaan apakah negeri ini perlu revolusi, jawabnya perlu. Presiden sudah menyampaikan bahwa kita perlu Revolusi Mental. Artinya revolusi tidak dilarang di negeri ini karena itu Presiden Jokowi berani melontarkan gagasan pentingnya Revolusi Mental.

Jadi, kita boleh saja melontarkan gagasan yang bersifat revolusioner. Revolusi untuk membawa perubahan yang sangat fundamental agar bangsa ini bisa keluar dari berbagai jebakan.

Terjebak oleh kebodohan, terjebak oleh sumbatan dalam melaksanakan ekonomisasi di Indonesia dan beragam jebakan lain yang mengakibatkan Indonesia berlumuran lemak kolesterol jahat sehingga “sakit-sakitan”.

Revolusi dalam konteks ini dimaksudkan bukan bergerak melawan kekuasaan. Revolusi adalah perubahan sikap yang harus dilaksanakan secepatnya agar selamat dan mampu membebaskan diri dari suasana dan tindakan sehingga bangsa ini berhasil menatap hari depannya.

Republik ini seperti hanya buat mainan oleh elit penguasa yang tidak mau melakukan revolusi pikiran dan cara bertindak mengurus Indonesia. Revolusi disini digunakan sebagai pendekatan berfikir agar problem kemasyarakatan serta problem kebangsaan dan kenegaraan dapat diatasi sehingga ketertinggalan dapat diubah menjadi kemajuan.

Pikiran dan tindakan revolusioner dibutuhkan agar kita tidak berputar-butar pada masalah yang sama, atau bahkan secara ekstrim terjebak dalam lingkaran setan yang tak berujung pangkal akibat kita gagap bertindak.

Sangat naif jika bangsa ini hanya dikotak-katik oleh politisi untuk mengurus apa yang menjadi kepentingannya. Bongkar pasang undang-undang hanya dipakai untuk “penyelamatan diri, seperti UU tentang parpol, MD3 dan lain- lain. Inilah contoh bahwa negeri ini hanya dipakai mainan untuk kepentingan mereka.

Indonesia memerlukan perubahan secara struktural agar bisa menjadi pemenang. Menjadi pemenang dalam memerangi kebodohan, kemiskinan dan pengangguran serta berbagai penyakit fisik dan sosial.

Kita pingin ekonomi Indonesia tumbuh dan maju, tetapi banyak tuyulnya yang ikut menggerogoti dari dalam. Jadi Indonesia perlu melakukan tindakan revolusioner pemberantasan para tuyul berkepala hitam dan berdasi.

Selain itu juga memberantas para penghisap darah dan lintah darat berdasi sehingga ekonomi menjadi berbiaya tinggi. Masalah negeri ini adalah terlalu banyak yang “berprofesi” sebagai “orang bayaran” kepentingan kapitalisme yang tidak beretika agar “orang-orang bayaran” ini bisa membantu keperluannya menghisap kekayaan alam yang tersebar di negeri ini.

Daerah dibuat otonom, tetapi faktanya beberapa masih menjadi benalu dan terus digendong oleh pemerintah pusat melalui DAU/DAK. Ini juga menjadi “mainan”. Selain itu, banyak pihak mengatakan bangsa ini menghadapi disharmonasi dalam lingkungan sosial politik akibatnya

banyak menimbulkan gesekan dan gontok-gontokan.

Disharmonisasi juga terjadi dalam kebijakan dan peraturan sehingga untuk kesekian kalinya, Indonesia terperangkap kebijakan dan peraturan yang dibuatnya sendiri. Peta jalan atau apapun namanya, tidak akan ada maknanya jika isinya tidak revolusioner.

The Indonesia way akan mandeg jika tidak dipimpin oleh seorang pemimpin yang progresif revolusioner yang bermoral dan berintegritas sehingga mampu menggerakkan segenap sumber daya secara beradab untuk mengantarkan negeri ini sukses dan berkembang menjadi maju dan mandiri.

Akhirnya, revolusi yang baik adalah bila Tuhan selalu kita libatkan dalam setiap proses dan langkahnya. Sangat tidak masuk akal, kita semua mengaku ber-Tuhan, tetapi dalam setiap berfikir dan melangkah tidak melibatkanNya, seperti dianggap Tuhan itu tidak ada.

Negara yang mengaku dan bersumpah kepada Tuhan YME, tetapi terpimpin oleh jalan pikiran iblis, sehingga untuk kesekian kalinya bangsa ini yang dipimpin oleh para elit politik terbelenggu oleh sikap-sikap iblis karena para pemimpinnya “inkar” atas janji dan sumpah jabatan ketika dilantik menjadi pejabat, baik pejabat tinggi maupun pejabat rendah.

Pertanyaannya adalah apakah kita serius akan melakukan Revolusi Mental. Semua berpulang kepada para pemimpin dan elit di negeri ini. ini. Tapi setelah rezim silih berganti, tetapi kelakuannya tidak berubah, seperti sering dipertontonkan oleh para pemimpin dan elit negeri ini, yakni korup, mau jadi “orang bayaran” karena memperjuangkan kepentingan kapitalisme yang ingin menguasai sumber daya alam nasional. (penulis adalah pemerhati masalah sosial dan ekonomi).

CATEGORIES
TAGS