Meningkatkan Daya Saing Produk

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

Dari kiri ke kanan, Ketua Umum Asosisasi Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manoppo, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Noegardjito, Deputy Associate Director PT Hino Motors Manufacturing Indonesia, Kristijanto dan Ketua Koperasi Industri Komponen Otomotif (KIKO) Indonesia, M. Kosasih. (tubasmedia.com/ist)

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri pemerintah hendaknya konsisten melaksanakan peraturan, membantu pengusaha dalam pengadaan bahan baku, menyederhanakan perizinan, serta mencegah atau menekan biaya ekonomi tinggi. Umpamanya, menanggulangi kemacetan arus lalu lintas yang mengakibatkan ongkos logistik tinggi. Itu berarti membenahi infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, listrik, dan telepon.

Demikian antara lain petikan wawancara tubasmedia.com dengan Ketua Umum Asosisasi Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), John Manoppo, Ketua Koperasi Industri Komponen Otomotif (KIKO) Indonesia, M. Kosasih, Deputy Associate Director PT Hino Motors Manufacturing Indonesia, Kristijanto, dan Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Noegardjito, secara terpisah, pekan lalu. Kepada para narasumber ditanyakan mengenai upaya meningkatkan daya saing produk nasional, terutama menjelang dimulainya pasar tunggal ASEAN pada akhir 2015, serta faktor penyebab biaya tinggi (high cost economy).

John Manoppo mengemukakan, pemerintah hendaknya konsisten dan berkesinambungan melaksanakan regulasi. Soalnya, biaya ekonomi tinggi terkait dengan regulasi tersebut. Ia mengatakan, pihaknya sudah mengajukan usul kepada pemerintah agar mengenakan bea-masuk sekitar 25 persen untuk produk lampu listrik jenis LED impor. Jangan sampai diberlakukan bea-masuk nol persen, seperti yang dikenakan pada jenis (LHE) lampu hemat energi.

Kristijanto mengatakan, hendaknya terdapat sinergi antara kementerian yang berkaitan dengan industri kendaraan bermotor. Sebagai contoh, yang menyangkut ketentuan grade up, persyaratan emisi gas buang dari yang sekarang Euro 2 menjadi Euro 4, agar pasar dalam negeri tidak hanya dibanjiri produk dari negara-negara ASEAN. Bahkan, produk nasional dapat diekspor. Ketersediaan bahan baku yang memenuhi persyaratan tersebut hendaknya ditangani oleh pemerintah.

Dikemukakan, perlu sinergi bersama, bukan hanya membangun perakitan, tapi juga kilang baru dan sarana pengujian. Apabila tingkat peraturan laik jalan kendaraan bermotor di Indonesia masih rendah, maka negara kita hanya akan menjadi pasar dan tidak menjadi pelaku pasar.

Kristijanto berpendapat, ekonomi biaya tinggi memberatkan pelaku usaha dan industri. Misalnya, dampak kemacetan di jalan raya mengakibatkan biaya logistik yang sangat tinggi. Demikian juga halnya dengan kurangnya efisiensi dalam sistem bongkar-muat menjadi faktor memberatkan bagi pelaku usaha. Birokrasi perizinan dan pengurusan dokumen, yang masih mengandalkan tatap muka antara pelaku dan aparat, ikut berperan dalam membentuk biaya ekonomi tinggi. Selan itu, ketergantungan pada bahan baku impor berakibat biaya produksi rentan terhadap fluktuasi mata uang asing.

Sudah Cukup Baik

M. Kosasih menilai, upaya yang dilakukan selama ini untuk meningkatkan daya saing sudah cukup baik, walaupun masih banyak yang harus disikapi, terutama berkaitan dengan keberpihakan pada produk lokal. “Walau kita lambat mengantisipasinya, tapi dengan usaha yang sungguh-sungguh dari semua pihak, pada saatnya daya saing produk lokal akan tampil dengan lebih baik,” katanya.

Ia mengemukakan, perlu ditanggulangi hal-hal yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi. Di antaranya, mengenai bahan baku, upah minimum regional industri kecil menengah industri komponen yang sama dengan usaha besar, dan yang tidak kalah pentingnya, pembenahan infrastruktur. Sebagai contoh, kemacetan arus lalu lintas dan kondisi jalan yang tidak mendukung, hendaknya segera diperbaiki.

Sementara itu, Noegardjito mengatakan, yang memberatkan dalam upaya meningkatkan daya saing, antara lain, masalah di luar tingkat perusahaan, infrastruktur, seperti listrik, pelabuhan, akses ke pelabuhan, termasuk prosedur kepabeanan. Negara pesaing terberat bagi Indonesia adalah Thailand, dengan infrastruktur jauh lebih baik serta kebijakan pemerintah yang lebih mendorong perkembangan industri otomotif, antara lain, kebijakan perpajakan. Pendalaman struktur dan alih teknologi sangat dipengaruhi oleh iklim bisnis, di mana kita masih kalah menarik dibandingkan Thailand.

Dikemukakan, industri dalam negeri harus mampu memproduksi kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan standar mutu dan laik jalan yang berlaku di negara tujuan ekspor (UN Regulations). Pemerintah belum meratifikasi hal itu. Selain itu, penguatan struktur industri dengan mendorong investasi industri komponen otomotif, membangun training center untuk peningkatan kemampuan SDM – industri, memberikan fasilitas/insentif untuk membangun R & D center, penyempurnaan kebijakan iklim industri yang bersaing di ASEAN, menurunkan biaya energi dan logistik, serta meningkatkan ketersediaan dan jaminan pasokan bahan baku.

Sebelumnya, Noegardjito mengatakan, pasar kendaraan bermotor roda empat di ASEAN pada 2013 adalah 3,53 juta unit. Indonesia menduduki posisi kedua, setelah Thailand.. Pasar Indonesia pada 2013 adalah 1,23 juta unit (atau 34,84 persen dari pasar ASEAN). Pada 2013, beda antara Thailand dan Indonesia 100.771 unit atau selisih 7,5 persen.

Dikemukakan, selama 7 tahun terakhir, 2006-2013, pertumbuhan pasar ASEAN rata-rata 7,4 persen, sedangkan pertumbuhan pasar domestik Indonesia rata-rata 23,6 persen.

“Memperhatikan pertumbuhan ekonomi ASEAN dan pertumbuhan pasar otomotifnya, maka pasar ASEAN merupakan peluang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk yang terbesar berada di Indonesia, sehingga Indonesia dapat merupakan pasar otomotif terbesar di ASEAN. Hal ini dapat dijadikan pendorong bagi industri otomotif dalam negeri untuk melakukan penguatan dan peningkatan daya saing agar pasar domestik Indonesia tidak diisi oleh Negara-negara ASEAN lainnya,” katanya. (ender)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS