Mencari Pemimpin yang Adab

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

SUDAH banyak kalangan memperbincangkan tentang kepemimpinan di negeri ini dalam segala sudut pandang. Kalau bisa disimpulkan sejatinya hanya ada satu yang paling utama untuk dapat menjadi sosok seorang pemimpin yang baik dan mulia, yakni “bertanggungjawab”.

Apapun dimensi dan ukurannya, sebagai pemegang amanah, dia harus berani bertanggungjawab atas tugas kepemimpinan yang diembannya. Dalam konteks kepemimpinan yang adab, keparipurnaan seorang pemimpin yang berani bertanggungjawab adalah sosok yang pola pikir dan pola tindaknya memiliki kemampuan mentransformasi nilai Ketuhanan, apapun agama yang dianutnya.

Tali ikatannya dengan nilai Ketuhanan tidak hanya sekedar formalitas tetapi harus bersifat substansial dan materiial karena dia adalah sosok yang menjalankan misi untuk memakmurkan bumi dan seisinya. Putus tali ikatannya dengan nilai-nilai Ketuhanan, maka seorang pemimpin bisa terperangkap pada dimensi nilai yang subyektif, tidak univerrsal dan pada akhirnya bisa berlabuh pada pola pikir dan pola tindak yang menurut kepentingannya dianggap baik, tetapi pada prespektif jangkauan kepentingan yang lebih luas bisa dianggap tidak baik.

Pada dimensi yang lain, sosok pempimpin yang mampu mentransformasi nilai keadaban adalah yang berkarakter kuat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam berbagai situasi dan kondisi yang dihadapinya.

Ngewongke dalam nilai keadaban Jawa. Tidak takabur, sombong, tapi rendah hati. Dimanapun dia hadir, sosok ini akan selalu bisa diterima karena sikap dan perilakunya yang ngewongke tadi. Datang ke daerah, pelosok kampung benderanya hanya merah putih karena dia bukan lagi miliknya si biru, si kuning, si hijau dan sebagainya.

Demi menjunjung tinggi nilai keadaban manusia, dia akan senantiasa datang kapan saja, diundang atau tidak diundang ditengah-tengah rakyatnya dalam keadaan suka dan duka. Selalu membawa kabar baik kepada rakyatnya. Mampu memelihara kohesi sosial diantara warganya yang sangat plural dalam berbagai dimensi dan strata kehidupannya.

Indonesia memerlukan kepemimpinan yang adab seperti ini. Kepemimpinan yang adab melekat pada sosok yang senantiasa memiliki komitmen yang teguh dan kuat bahwa bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh. Komitmen ini harus ditransformasikan ke dalam kehidupan nyata dalam rangka mengelola sumber daya nasional yang kita miliki dan diolah, dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bersama.

Nilai dasar persatuan bangsa sekarang ini sangat rentan dan rawan perpecahan karena kepemimpinan yang ada di level manapun (di pusat maupun daerah) abai terhadap nilai dasar yang telah disebutkan sebelumnya. Tiga pilar kepemimpinan yang adab inilah pada hakekatnya medan paling berat yang harus dilalui oleh para pemimpin bangsa atau calon pemimpin bangsa di sepanjang waktu menjalankan roda kepemimpinannya.

Sejak reformasi 15 tahun silam, kita belum pernah merasakan dipimpin oleh sosok pemimpin yang karakternya paripurna seperti itu. Yang kita temui adalah baru orang-orang pintar dan berpengetahuan yang menjadi para pemimpin di negeri ini. Mereka baru mencoba dan mencoba bertransformasi sesuai gaya kepemimpinannya masing-masing. Baru tampil dalam bingkai etalase yang ruang geraknya “terbatas” pada kelompoknya saja atau para pendukungnya saja. Nilai keadabannya belum nampak utuh dalam pola pikir dan pola tindak.

Secara normatif mungkin sudah, tapi secara spiritual dan material masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai pengharapan atau asa atau doa tentu kita dambakan mendapatkan tokoh pemimpin yang idial seperti itu. Tapi yang idial ini kalau kita kaitkan dengan situasi dan kondisi Indonesia hari ini, yang idial itu secara riil memang kita butuhkan hadirnya sosok pemimpin bangsa yang berkemampuan menjalankan visi dan misi kepemimpinanannya yang adab dan bertanggungjawab.

Para pemimpin akan dilihat cakap menjalankan fungsi kepemimpinannya yang adab, bila kesejehtaraan dan kemakmuran itu secara nyata dirasakan oleh seluruh rakyatnya, baik secara spiritual maupun material. Korsa gotong royong, bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh jika kita bedah pasti akan beriirisan dengan nilai Ketuhanan,kemanusiaan dan nilai kesatuan dan persatuan.

Dan Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu memanunggalkan tiga komponen dasar kepemimpinan yang adab seperti untuk membawa negeri ini menjadi digdaya di tingkat lokal,nasional,regional dan global. Mengapa komponen itu penting? Jawabannya memang manusia pada umumnya dan para pemimpin pada umumnya di belahan dunia manapun sangat memerlukannya. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS