Libas Pencurian Ikan
Laporan: Redaksi

BERBINCANG- Staf Ahli Menteri Perindustrian Fauzi Azis (kiri) berbincang dengan Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APKI) Ir Ady Surya usai diskusi (tubasmedia,com/sabar hutasoit)
BANDUNG, (TubasMedia.Com) – Pencurian ikan di perairan Indonesia harus segera dilibas tumpas karena selain merugikan negeri ini, wibawa hukum kita sepertinya terinjak-injak. Pasalnya, pencurian ikan itu (illegal fishing) terjadi di depan mata kita sendiri.
Demikian Staf Ahli Menteri Perindustrian bidang P3DN, Fauzi Azis saat tampil menjadi pembicara pada seminar bertajuk “Pengembangan Industrialisasi Perikanan Tangkap dalam Rangka Mengakselerasikan Pertumbuhan Ekonomi an Kesejahteraan Rakyat” di Bandung, Kamis silam.
‘’Tidak ada cerita lain, illegal fishing harus kita libas bersama-sama. Kalau kita sepakat memberantas pencurian ikan, saya kira tidak ada yang sulit. Setuju kan,’’ kata Fauzi yang disambut tempik sorak peserta seminar.
Fauzi Azis yang tampil menggantikan Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun selanjutnya menyatakan keprihatinannya melihat keberadaan industri pengolahan ikan di dalam negeri yang kian hari kian menyusut jumlahnya. Dari sekian ratus unit industri pengolahan ikan, data pada periode 2010, tercatat tinggal hanya 34 unit usaha saja.
‘’Kondisi yang memprihatinkan ini kenapa bisa terjadi. Pasti ada yang salah. Nah saat ini di sini mari kita sama-sama mencari kesalahan itu,’’ katanya.
Belum lagi katanya, ke-34 industri pengolahan ikan tersebut masih tergantung terhadap impor bahan penolong seperti kaleng sekitar 60 – 70 persen masih harus diimpor. ‘’Inipun harus kita tuntaskan,’’ lanjutnya.
Di bagian lain uraiannya dijelaskan bahwa sejumlah permasalahan yang dihadapi industri pengolah hasil laut juga masih terus menghadang perjalanan sektor industri tersebut. Disebut misalnya keterbatasan suplai bahan baku dan bahan penolong untuk industri pengolahan hasil laut.
Demikian juga isu tentang food safety seperti penggunaan bahan pengawet makanan yang tidak tepat, misalnya pemakaian formalin yang berlebihan ditambah lagi harga ikan kaleng yang relatif lebih mahal.
Namun yang lebih memprihatinkan menurutnya, utilisasi kapasitas terpasang industri pengolahan hasil laut masih belum optimal. Aneh, katanya, Indonesia yang memiliki 2/3 perairan, hanya memiliki sedikti sekali pabrik pengolah hasil laut.
Manado menurutnya yang terkenal dengan masakan ikannya, hanya memiliki 3 pabrik, Irian juga 3 pabrik, Sumatera Utara hanya 3 pabrik dan Semarang yang lautnya amat luas, hanya punya satu pabrik.
‘’Bahkan di Maluku, industri pengolah hasil laut sama sekali tidak berkembang. Ini aneh bukan,’’ katanya.
Infrastruktur untuk mendukung pengembangan industri pengolahan hasil laut juga menurutnya masih sangat terbatas ditambah lagi prasarana dan sarana penangkapan ikan antara lain armada penangkapan ikan, cold storage dan pelabuhan yang sangat terbatas.
‘’Ini semua menjadi masalah kita bersama dan harus kita selesaikan secara bersama-sama pula. Kalau ada regulasi yang kurang pas, mari kita lihat bersama-sama pula, regulasi di bidang mana, apakah itu bidang UU, SK Menteri dan sebagainya, kita duduk sama-sama membahasnya lalu mencari jalan keluar untuk kepentingan bersama,’’ lanjutnya. (sabar)