Keuangan yang Maha Kuasa
Oleh: Fauzi Azis

Fauzi Azis
BENARKAH demikian dalam kehidupan sekarang ini? Uang segala-galanya sehingga timbul istilah “Keuangan Yang Maha Kuasa”. Secara konvensional, uang adalah alat pembayaran yang sah yang diterbitkan oleh otoritas moneter di suatu negara.
Perkembangannya pada dewasa ini, uang tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pembayaran semata, tapi telah berfungsi pula sebagai mata dagangan. Artinya uang telah memiliki dua fungsi, yaitu sebagai alat pembayaran dan alat pertukaran yang dapat di diperdagangkan. Makanya di masyarakat kita kenal istilah pasar uang.
Di pasar tersebut, uang diperdagangkan dan berlangsung di seluruh dunia. Aksi profit taking dapat terjadi kapan saja, pagi, siang atau malam. Nilai perputarannnya di dunia, ribuan triliun USD per hari. Ekonomi neolib adalah inspiratornya dan pertumbuhan ekonomi suatu negara di dunia manapun, investasinya sebagian besar digerakkan langsung oleh pergerakan investasi portofolio di pasar modal dan pasar uang.
Rundingan di IMF, G20 dan pertemuan di forum ekonomi dunia (World Economic Forum) hampir semuanya berfokus kepada soal bagaimana mengelola pasar modal dan uang agar pertumbuhan ekonominya tidak jeblok. Begitu bloomberg merilis turun dan jatuhnya indeks harga saham, semua pihak panik. Yang panik bukan hanya para investor, tetapi juga otoritas moneter dan fiskal di negara bersangkutan.
Bahkan para kepala negaranya juga panik. Di Indonesia tidak hanya saja panik, tapi juga galau dan bimbang apa yang harus dilakukan menjadi tidak dapat direalisasikan sebagai bentuk antisipasi dan responnya. Masyarakat pemegang uang dalam jumlah banyak maupun sedikit dari waktu ke waktu melalui instrumen kebijakan negara, dimotivasi agar ikut bermain uang di pasar modal dan pasar uang.
Kalau pingin uang banyak dan berlimpah, tidak usah lagi menabung sebab bunganya kecil. Lebih baik investasikan saja di pasar modal dan pasar uang. Ini sebuah realitas dan kondisi ini tengah berlangsung di Indonesia. Main uang saja, ngapaian mendirikan pabrik sebab sangat beresiko dan jangan harap mendapatkan untung besar dari usaha membuat barang.
Bukti otentik bahwa pasar modal dan pasar uang begitu pesat berkembang, lihat saja di lapangan. Perusahaan pialang, pengelola reksa dana telah berdiri dan beroperasi di kota-kota kabupaten/kotamadya. Bahkan sudah berani menjajakan door to door. Misal saat panen raya kakao, karet atau sawit, para petaninya dirayu agar sebagian dananya diinvestasikan di pasar saham dan pasar uang.
Begitulah neo liberalisme bekerja yang saat ini telah menguasai sistem perekonomian dunia yang dipelopori oleh Inggris, Eropa Barat dan AS. Mengelola dan memaksimalkan keuntungan individu sebagai jargon dan misi utamanya. Meskipun perlu diteliti lebih lanjut, sekali lagi realitas sebagian kehidupan ekonomi masyarakat kita sudah mulai bergantung kepada uang sebagai mata dagangan baru yang lebih menjanjikan.
Lebih lanjut, perilaku korup yang mewabah di negeri ini tidak tertutup kemungkinan tertular oleh virus ekonomi neolib. Kepingin dapat uang banyak dengan cara apa saja tak peduli asalnya dari suap, sogok dan korupsi. Yang penting tujuan tercapai. Sesudah terkumpul, maka supaya tidak cepat habis, uang tersebut dia putar di pasar modal atau pasar uang untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya.
Apakah hal demikian dapat dianggap sebagai efek negatif dari sistem ekonomi neolib dan juga merupakan ekses negatif dari globalisasi? Jawabnya ya (meskipun perlu ada penelitian lebih lanjut). Banyak orang bunuh diri, menjadi gila karena kegagalannya yang dialami ikut-ikutan berusaha memaksimalkan keuntungan pribadinya bermain di pasar modal dan uang.
Ikut berspekulasi, padahal dia belum faham betul tentang bagaimana bermain di kedua pasar tersebut. Jangan salah, melalui instrumen pasar modal dan uang, seseorang bisa saja melakukan pencucian uang (money laundry) dari hasil korupsi, perdagangan narkoba dan busines ilegal lainnya.
Inilah yang melatar belakangi mengapa judul opini tersebut adalah “Keuangan yang Maha Kausa”, meskipun hanya plesetan tapi kenyataannya memang sudah seperti itu. Yang paling menyakitkan, tatkala para penyelenggara dan pelaku pasar uang dan modal mengalami kegagalan seperti yang terjadi saat krisis 2008, pada puncaknya negara harus menanggung dosa mereka dengan mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal untuk menyelamatkan ekonomi dari kejatuhan.
Dengan alasan yang sudah sering kita dengar karena kalau tidak diselamatkan, bisa berdampak sistemik. Hari ini kita dihadapkan situasi yang kurang lebih sama yaitu krisis Zona Eropa dan. AS. Progam seperti itu pada prakteknya adalah bukan sekedar menjaga agar ekonomi sebuah negara menjadi bangkrut.
Lebih dari itu adalah menyelamatkan para kapitalis, bukan melindungi dan menyelamatkan kehidupan wong cilik yang tuntutan hidupnya sederhana saja, yaitu hidup sehat, bisa sekolah, bisa makan 3x sehari dan memiliki hunian yang layak. ***