Industri Manufaktur Indonesia Semakin Jeblok dan Tekstil Ambruk, Kenapa ?

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Industri manufaktur atau pengolahan Indonesia semakin jeblok, hanya tumbuh 3,95% (year on year/yoy) pada kuartal II-2024. Pertumbuhan yang melambat ini salah satunya dipicu ambruknya sektor tekstil.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan manufaktur pada kuartal II-2024 di angka 3,95% (yoy) adalah yang terendah sejak kuartal IV-2021 atau 1,5 tahun terakhir. Ini juga menjadi kali pertama pertumbuhan manufaktur di bawah 4% dalam 1,5 tahun terakhir.

Tak hanya pertumbuhannya yang melambat. Kontribusi sektor manufaktur ke Produk Domestik Bruto (PDB) stagnan bahkan terus melandai. Sektor manufaktur hanya 18,52%, terendah dalam tiga kuartal.

Sektor manufaktur yang terus melandai ini jelas menjadi alarm bahaya buat Indonesia. Tanpa manufaktur yang kuat maka penyerapan tenaga kerja bisa berkurang bahakan bisa berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Manufaktur juga menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan keluar dari jebakan kelas menengah.

Sekitar 10 tahun lalu atau pada 2015, manufaktur masih berkontribusi sekitar 20-21% terhadap PDB nasional. Pertumbuhan sektor manufaktur masih berada di angka 4,3%.

Ambruk

Salah satu faktor merosotnya industri manufaktur Indonesia adalah ambruknya sektor tekstil serta makanan dan minuman. Dua sektor tersebut sebelumnya menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja.

Data BPS menunjukkan sektor makanan dan minuman hanya tumbuh 4,84% dalam empat kuartal terakhir atau setahun. Sektor tekstil lebih menyedihkan lagi yakni terkontraksi 0,88% pada periode tersebut.

Sektor tekstil bahkan terkontraksi enam kuartal beruntun, kecuali pada kuartal I-2024 di mana mampu tumbuh 2,64%. Industri makanan dan minuman tumbuh 7-8% per kuartal pada 2015.

Melambatnya sektor industri makanan juga menjadi ironi karena konsumsi makanan dan minuman masyarakat Indonesia justru tengah tumbuh setelah pandemi.

Setelah pandemi usai, konsumsi makanan dan minuman, selain restoran tumbuh 3,71% sementara restoran dna hotel melonjak 6,5%.

Selain dua sektor tersebut, sektor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki juga terus menurun tajam. Sektor tersebut hanya tumbuh 1,93% pada kuartal II-2024. Dalam tujuh kuartal terakhir, sektor tersebut terkontraksi tiga kali. Dalam satu tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan sektor tersebut hanya 2,45%. Padahal, satu dekade lalu sektor tersebut masih tumbuh sekitar 5%.

Ambruknya tiga sektor tersebut menjadi alarm bahaya mengingat ketiganya adalah lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Makin Suram?

Manufaktur Indonesia diperkirakan masih suram. Aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada Juli 2024. Ini adalah kontraksi pertama sejak Agustus 2021 atau hampir tiga tahun terakhir.

Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Kamis (1/8/2024) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 49,3 pada Juli 2024. PMI Manufaktur Indonesia terus memburuk dan turun selama empat bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 menjadi 49,3 pada Juli 2024.

Puncaknya adalah konrtraksi pada Juli 2024 setelah PMI manufaktur Indonesia ada dalam fase ekspansif selama 34 bulan sebelumnya.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi atau berada di zona negatif.

Melambatnya manufaktur menjadi sorotan BCA dalam laporannya A flotilla of Rafts. Ekonom senior BCA, Barra Kukuh Mamia, mengingatkan ada sejumlah sektor yang terkontraksi pada lapangan usaha di kuartal II-2024. Di antaranya adalah industri batubara dan pengilangan migas, industri tekstil dan pakaian jadi, industri barang galian bukan logam,industri alat angkutan, dan industri furniture.

Melemahnya sketor tersebut bisa menekan pertumbuhan ekonomi ke depan.

“Perlambatan produksi meluas, kecuali untuk subsektor logam dan bahan kimia yang intensif modal,” ujar Barra dalam laporan BCA.

BCA juga menyoroti kalah saingnya Indonesia negara-negara lain seperti Vietnam. Merujuk data S&P Global, PMI Manufaktur Vietnam, Filipina, hingga Malaysia berlari kencang dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini terjadi di tengah ambruknya laju manufaktur Indonesia.

“Beberapa rekan terdekat kami seperti Vietnam dan India berlayar dengan “armada” masa depan, yaitu relokasi industri dari China,” tutur Barra. (sabar)

 

CATEGORIES
TAGS