Fenomena Blusukan
Oleh : Edi Siswoyo
SEBETULNYA biasa-biasa saja, bukan persoalan baru dan bukan juga hal aneh. Kegiatan blusukan sudah biasa dilakukan oleh siapa saja di masyarakat untuk mengetahui banyak hal di lapangan. Tetapi karena belakangan ini banyak pejabat pemerintah–menteri Kabinet Kerja–yang melakukan blusukan, maka kegiatan yang sederhana dan unik itu menjadi hal yang baru dan aneh.
Blusukan sebagai gaya dan cara kerja Joko Widodo yang mantan Wali Kota Surakarta (Solo) dan Gubernur DKI Jakarta itu ditiru dan dilakukan para menteri Kabinet Kerja. Mulut “nyinyir” merasa gatal dan perut mules ingin “muntah” melihat para pembantu presiden melakukan blusukan.
Hari-hari ini berbagai komentar tentang blusukan bertebaran menjadi wacana publik yang mengiringi dua minggu langkah pemerintah Presiden Joko Widodo. Komentar miring terhadap langkah unik itu oleh mata yang “buta” dan hati yang “beku” diwacanakan sebagai pencarian popularitas demi pencitraan. Mereka tidak mau melihat secara lengkap dan tidak mau merasakan secara utuh blusukan sebagai upaya melihat dan menemukan realitas di lapangan dalam penyusunan program kerja masing-masing kementerian..
Kita tidak memungkiri blusukan pejabat pemerintah punya tujuan. Tentu saja tujuannya berbeda dengan blusukan seseorang yang ingin maju dalam pemilihan anggota DPD/DPR/DPRD. Pencitraan dan cari muka bisa jadi sebagai pamrih calon anggota legislatif menjelang pemilu. Tetapi, blusukan gaya Presiden Jokowi–yang ditiru para menterinya–itu jauh dari pamrih popularitas dan pencitraan, tetapi sebagai kebutuhan melihat realitas kondisi masyarakat.
Masyarakat kita sudah lama mengenal kegiatan inspeksi mendadak (sidak) pejabat birokrasi yang pada substansinya sama dengan blusukan yaitu untuk melihat realitas di lapangan. Tidak sedikit manfaat yang diperoleh dari gaya blusukan tersebut. Tidak sedikit laporan Asal Bapak Senang (ABS) yang terbongkar. Publik berharap blusukan tidak sekedar aksi tetapi juga bukti ! ***